Ototekno

Serangan Siber Kerap Bermotif Finansial

Jumat, 30 Sep 2022 – 19:58 WIB

Serangan Siber

Mungkin anda suka

(ilustrasi)

Serangan siber yang terjadi baik di Indonesia maupun di luar negeri sering kali bermotif finansial, demikian Keith Douglas Trippie, Senior Cyber Security and Data Privacy Advisor perusahaan penyedia jasa konsultasi SecLab BDO Indonesia.

“Serangan seringkali didasari motif finansial, sehingga institusi perbankan paling sering menjadi sasaran serangan siber,” katanya dalam siaran pers, Jumat (30/9/2022).

Namun demikian, ada banyak kasus keamanan siber global dengan motif yang berbeda.

“Misalnya state sponsored attack terhadap SolarWinds, atau serangan rantai pasok yang menghantam Quanta, perusahaan yang menyuplai produk ke Apple, bahkan sasaran industrial negara dan sangat penting seperti Colonial Pipeline di Amerika,” kata Trippie.

Dampak kerugian akibat serangan siber global diperkirakan mencapai US$2 kuintiliun di awal 2022.

“Meningkat jauh dari US$400 miliar di tahun 2015, dan kerugian dari ransomware saja bisa mencapai US$265 miliar di tahun 2031. Sudah saatnya perusahaan di Indonesia memperkokoh ketahanan sibernya di tahun ini, dan mempersenjatai diri dengan framework keamanan siber yang jelas agar tidak menjadi korban berikutnya,” ujarnya.

Sementara itu, Cyber Security Director SecLab BDO Indonesia Harry Adinanta mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melakukan perbaikan, misalnya UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), namun masih butuh waktu sampai negara bisa mencapai tingkat kematangan pertahanan siber.

Meski demikian, pesatnya perkembangan teknologi, membuat kejahatan siber lebih gencar dan cepat dibanding berbagai perbaikan.

“Salah satu akar masalahnya adalah ketersediaan tenaga ahli. Inilah mengapa BDO berkomitmen untuk mengembangkan talenta di bidang keamanan siber dan juga berkolaborasi dengan banyak pihak,” ujar Harry.

Di Indonesia, pengguna teknologi internet telah mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk, atau sekitar 175,4 juta jiwa. Jumlah pengguna internet ini mengalami pertumbuhan sebesar 17 persen dibandingkan dengan jumlah pengguna internet pada tahun sebelumnya.

Masyarakat Indonesia menggunakan teknologi internet untuk berbagai macam transaksi, baik untuk kepentingan bisnis dan transaksi elektronik.

Salah satu masalah paling mendasar yang saat ini dihadapi oleh transaksi internet/transaksi elektronik adalah masalah keamanan sistem informasi dan perlindungan terhadap data pribadi.

Berbagai faktor berkontribusi di dalam besarnya tingkat ketidakpercayaan pengguna internet dalam transaksi e-commerce, salah satu penyebab tertinggi adalah kejahatan siber.

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), diketahui ada lebih dari 700 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia pada tahun 2022. Baru-baru ini juga terjadi kebocoran data registrasi kartu SIM, di samping insiden-insiden besar sebelumnya yang melibatkan data kesehatan e-HAC, data kementerian, BUMN, hingga data pelanggan di e-commerce ternama.

Di samping itu, Indonesia juga mengalami kekurangan tenaga ahli keamanan siber. Survei yang dilakukan oleh SecLab BDO Indonesia terhadap talenta TI di Indonesia, mengungkap bahwa sembilan dari 10 lulusan teknologi memilih untuk menjadi developer perangkat lunak, dan hanya satu dari 10 yang berminat untuk mendalami keamanan siber.

Kekurangan tenaga ahli ini, dipadukan dengan wawasan masyarakat awam yang rendah mengenai keamanan siber pribadi, membuat Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para hacker yang berniat jahat. BDO merupakan salah satu kantor akuntan publik dan perusahaan penyedia jasa konsultasi terbesar di dunia.

Dalam membangun talenta tenaga ahli keamanan siber, SecLab BDO Indonesia melakukan pelatihan, seminar, dan juga program kolaborasi, contohnya Wreck It, sebuah kompetisi hacking kasus-kasus keamanan yang real, berkolaborasi dengan BSSN, dengan tujuan untuk mencari bakat-bakat baru dalam bidang keamanan digital.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button