News

Sejak Awal Tak Niat Merevisi PKPU 10/2023, PUSaKo: RDP hanya Dalih KPU

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (PUSaKO Unand) Charles Simabura menegaskan tidak ada kewajiban bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menuruti pandangan DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) soal revisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023).

Ia mengatakan langkah KPU sudah benar dengan melakukan konsultasi soal polemik PKPU 10/2023 dengan DPR melalui RDP. Tapi yang jadi persoalan adalah tunduknya KPU pada pandangan DPR pada saat itu, menginginkan PKPU tidak direvisi.

Charles mengingatkan, RDP merupakan rapat konsultasi yang sifatnya tidak mengikat, sehingga tak ada kewajiban KPU untuk menuruti hasil rapat tersebut secara bulat-bulat.

“Seingat saya dalam UU nomor7/2017 proses penetapan PKPU itu, KPU wajib berkonsultasi, konsultasi itu belum tentu wajib menghasilkan kesepakatan,” jelas Charles dalam diskusi daring yang diakses dari Jakarta, Jumat (9/6/2023).

“Sifat dari konsultasi itu juga tidak mengikat seperti yang diputuskan Mahkamah Konstitusi pada saat uji UU 10/2016, di mana norma sebelumnya mengikat dan di UU 7/2017 tidak mengikat,” sambung dia.

Charles menduga, memang sedari awal KPU tidak ada niatan untuk merevisi PKPU tersebut, dan memanfaatkan pandangan DPR dalam RDP sebagai dalih agar tidak sepenuhnya disalahkan oleh publik.

“Sehingga kemudian kita perlu challenge kembali makna konsultasi itu. Saya pikir secara formil perlu kita gali kembali apa yang dilakukan KPU,” pungkas dia.

Menambahkan, Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI) Valina Singka Subekti mengingatkan KPU sebagai penyelenggara pemilu harus benar-benar jaga integritas dan memperhatikan prinsip kode etik pemilu. Kemandirian dan integritas KPU, menurutnya harus dibuktikan dengan keberanian merevisi PKPU 10/2023, tak perlu terpaku dengan pandangan DPR.

“Mestinya anggota KPU paham bahwa menurut Pasal 22 E, termasuk hasil putusan MK (Mahkamah Konstitusi) uji materi mengenai konsultasi mengikat dan tidak mengikat. Konsultasi KPU kepada DPR dalam RDP itu tidak mengikat,” katanya.

Diketahui, Ketua KPU Hasyim Asy’ari sempat mengatakan bahwa KPU, Bawaslu dan DKPP sepakat melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, khususnya Pasal 8 Ayat (2) setelah menggelar forum tiga pihak di Kantor DKPP RI, Jakarta, Selasa (9/5/2023) malam.

“Saat ini, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur bahwa jika dalam penghitungan 30 persen bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan dengan dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah,” katanya di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Akan tetapi, Komisi II DPR memutuskan agar KPU tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu sebagaimana yang diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Dengan demikian, artinya usulan revisi PKPU 10/2023 ditolak.

Hal tersebut disampaikan, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR yang diikuti oleh KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).

Doli menegaskan, PKPU 10/2023 sejalan dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan menurutnya, keterwakilan perempuan minimal 30 persen sudah dipenuhi seluruh partai politik (parpol) yang mendaftarkan bakal calon legislatif (bacaleg).

Back to top button