Market

Sebut Rupiah Mata Uang Terkuat di Dunia, PEPS: Gubernur BI Seperti Buzzer


Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dengan percaya diri menyebut nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS (US$), sangat stabil. Hari ini, kurs rupiah terjun bebas di level Rp16.400/US$.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyebut pernyataan Perry Warjiyo yang menyebut rupiah merupakan mata uang terkuat, tak ada dengan narasi buzzer.

“Gubernur seperti buzzer karena tidak didukung data. Rupiah sudah terbukti melemah mendekati level 16.500 per dolar AS. Itu juga sudah diintervensi mati-matian, masih dikatakan yang terbaik di dunia,” kata Anthony, Jakarta, dikutip Selasa (18/6/2024).

Anthony benar, nilai tukar mata uang Garuda terus melemah hingga berada di level Rp16.400 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (17/6/2024), nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.412 per dolar AS. Mata uang Garuda melemah 142 poin atau minus 0,87 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya.

Sementara Google Finance melaporkan, dolar AS dihargai Rp16.440 atau turun 0,29 persen. Meski demikian, dolar AS sempat berada pada level Rp16.486. Jadi, bagaimana mungkin percaya bahwa rupiah dalah mata uang terkuat di dunia?

Kalaupun benar terkuat di dunia, nilai tukar saat ini sudah cukup membuat runyam perekonomian. Bahkan bisa kembali mengerek naik harga barang yang sudah tak terbeli.

Kembali melanjutkan paparan, Anthony menilai, BI di Bawah kepemimpinan Perry Warjiyo tidak berdaya menghadapi kondisi moneter dan fiskal yang super lemah untuk saat ini.

“BI tidak dapat menahan laju penurunan kurs rupiah yang sangat cepat. Bahkan etape kurs rupiah selanjutnya kalau menuju 17.000 per dollar AS maka aroma krisis ekonomi semakin terasa,” ungkap Anthony.

Sebagai bukti, bank investasi dan jasa keuangan global, Morgan Stanley, sebut Anthony, sudah menurunkan peringkat saham (Bursa Efek) Indonesia menjadi “underweight”. Hal itu berarti kinerja atau potensi keuntungan saham di Indonesia diperkirakan memburuk, di bawah saham-saham negara lainnya.

Alasan yang disampaikan pun sangat valid. Morgan Stanley menyoroti kondisi moneter dan fiskal Indonesia yang terus melemah dan sudah masuk tahap bahaya bagi perekonomian Indonesia ke depan.

“Pernyataan Morgan Stanley sejalan dengan analisis saya minggu lalu berjudul Moneter dan Fiskal Babak Belur: Krisis Ekonomi Semakin Dekat,” papar Anthony.

Data ekonomi juga menunjukkan ekonomi Indonesia memang sedang memburuk. Berdasarkan hasil Survei Konsumen terbaru Bank Indonesia yang dirilis baru-baru ini menunjukkan tingkat keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depan anjlok. Pendapatan masyarakat kelas menengah bawah tergerus.

Dari sisi fiskal, jelasnya, penerimaan perpajakan (pajak, bea, dan cukai) selama empat bulan pertama turun signifikan, sekitar 8 persen, dibandingkan tahun lalu. Karena itu, defisit APBN 2024 dan utang pemerintah dipastikan akan meningkat.

Di tengah situasi yang sedang memburuk, terdengar kabar bahwa presiden terpilih akan meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap PDB (dari 39 persen saat ini) menjadi 50 persen dalam lima tahun ke depan. Artinya, ketentuan atau UU yang membatasi defisit APBN sebesar maksimal 3 persen dari PDB akan dinaikkan.

“Berita ini seperti menyiram bensin ke dalam bara api yang langsung berkobar menjadi api ganas. Kurs spot rupiah langsung anjlok, mendekati 16.500 per dollar AS menjelang penutupan transaksi akhir pekan,” kata Anthony.

Rencana menaikkan rasio utang menjadi 50 persen menunjukkan tim pemerintahan Prabowo-Gibran mengalami kegamangan yang luar biasa. “Namun demikian, mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan defisit APBN dan menaikkan rasio utang menjadi 50 persen malah menjadi bumerang. Kurs rupiah malah anjlok,” pungkasnya.

Pada Jumat (14/6/2024), Perry menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih stabil dan menjadi mata uang dengan nilai tukar terbaik di dunia. “Rupiah kita sangat stabil, salah satu yang terbaik di dunia,” kata Perry di Istana Kepresidenan Jakarta.

Menurut Perry, tertekannya rupiah terhadap dolar AS ini, masih dalam posisi rendah, karena BI terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar.

 

Back to top button