News

Sarat dengan Kepentingan Bisnis Pejabat, Aturan PCR Membebani Rakyat

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meminta pemerintah terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam tes Polymerase Chain Reaction atau PCR dalam negeri. Hal itu menanggapi adanya temuan tiga pejabat tinggi negara yang diduga berbisnis tes PCR.

Ihwal adanya tiga pejabat tinggi negara yang berbinis PCR, diungkap
mantan Direktur Yayasan LBH Indonesia, Agustinus Edy
Kristianto. Melalui akun Facebook, Agustinus mengkritisi tiga
kementerian. Ketiganya, menurut Agustinus, diduga terafiliasi dengan
salah satu penyedia layanan tes COVID-19 menjadi pemain bisnis
yang berkepentingan.

Baca Juga : Tiga Menteri Aktif Diduga Ikut Terlibat Bisnis PCR

“Kalau pemerintah tidak bisa membantah laporan tadi, dan buru-buru merubah kebijakan PCR tentu kan jadi tanda tanya besar. Bisa jadi benar selama ini dugaan bahwa konflik kepentingan dari bisnis PCR ini tinggi sekali,” jelas Bhima kepada Inilah.com, Senin (01/11).

Disamping itu, Bhima menilai pemerintah tak memiliki kajian yang transparan dan mendalam terkait perubahan aturan tes PCR bagi penumpang transportasi jarak jauh.

“Artinya sebelum aturan dirilis belum ada kajian yang transparan dan mendalam soal implikasi kewajiban PCR. Semoga kebijakan yang umurnya pendek tidak terulang lagi. Baru ketika masyarakat dan pelaku usaha protes kebijakan dirubah,” jelas Bhima.

Diketahui Saat ini pemerintah telah mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat pada 24 Oktober 2021 lalu. Awalnya, tes PCR merupakan syarat wajib bagi penumpang di wilayah intra-Jawa dan Bali serta luar Jawa dan Bali dengan status PPKM level 3 dan 4.

Baca Juga: Peraturan Terbaru: Naik Pesawat Bisa Tes Antigen, Naik Motor 4 Jam Wajib Antigen

Lalu, pemerintah mengubah lagi aturan ini. Tes PCR untuk penumpang pesawat hanya berlaku di wilayah Jawa dan Bali dengan catatan akan segera diterapkan di moda transportasi lain.

Namun umur aturan tes PCR tersebut tidak berlangsung lama. Penolakan keras dari pejabat hingga masyarakat menghasilkan keputusan terbaru dari pemerintah hari ini. Pasalnya, warga menilai aturan wajib tes PCR memberatkan penumpang meski harga tes telah diturunkan menjadi Rp275 ribu.
 
Selain itu, berbagai pihak mempertanyakan keputusan pemerintah mewajibkan tes PCR di tengah turunnya angka kasus covid-19. Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk meniadakan tes PCR bagi penumpang pesawat rute intra Jawa dan Bali per 1 November 2021.

Berdasarkan hasil rapat terbatas dengan Wakil Presiden hari ini, pemerintah tidak lagi mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat. Artinya, penumpang diizinkan menunjukkan syarat tes Rapid Antigen.

Kendati hanya diterapkan dalam waktu singkat, kewajiban tes PCR telah memberikan dampak bagi dunia usaha. Menurut Bhima, selama aturan berlaku, banyak pelaku usaha penerbangan yang menunda rencana ekspansinya.

“Padahal selama kewajiban pcr untuk penerbangan ada banyak yang menunda rencana ekspansi usaha. Atau bagi wisatawan lakukan cancelation pembatalan booking hotel dll,” tukas Bhima.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button