NewsMarket

Said Didu: Tahun Ini Utang Pemerintah dan BUMN Nyaris Rp13 Ribu Triliun

Tim ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mendapat sorotan. Lantaran gemar menumpuk utang luar negeri. Tahun ini saja angkanya hampir Rp13 ribu triliun.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu punya perkiraan soal warisan utang yang bakal ditinggalkan Presiden Jokowi pada 2024. Angkanya cukup fantastis.

Berdasarkan perhitungannya, warisan utang yang bakal ditinggalkan Jokowi, baik utang luar negeri pemerintah maupun BUMN. “Kalau ditambah dengan utang BUMN, perkiraan saya akan mewariskan utang sekita Rp18 ribu T hingga Rp19 ribu T (triliun),” ujar Said, lewat akun Twitter pribadi, Minggu (12/12/2021).

Said Didu menguraikan, utang publik yang meliputi utang pemerintah, BUMN, dan Bank Indonesia, saat ini saja, sudah mendekati Rp13 ribu triliun. “Atau sudah sekitar 85 persen PDB,” tutupnya.

Masih soal utang, Said Didu menyebut, BPK sudah dua kali mengingatkan pemerintah. Di mana, utang luar negeri Indonesia sudah melampaui rekoemndasi IMF. “Terdapat 5 indikator yg dpt digunakan utk menilai apakah utang tsb dibuat secara ugal-ugalan atau masih direncanakan dg baik dan dimanfaatkan secara efektif?,”tulis M Said Didu.

Sebelumnya, ekonom senior Prof Didik J Rachbini mengingatkan pemerintah untuk injak rem terkait utang luar negeri (ULN). Termasuk ULN yang ditanggung perusahaan pelat merah alias BUMN.

Kepada Inilah.com, Senin (13/12/2021), pria berdarah Madura ini, memprediksikan, warisan utang dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bisa menembus Rp10 ribu triliun. Utang luar negeri dari pemerintah ditambah BUMN.

Saat ini, posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp6.700 triliun. Ditambah utang BUMN  Di satu sisi, jika utang badan usaha milik negara (BUMN) perbankan dan nonperbankan yang pasti akan ditanggung negara jika gagal bayar mencapai Rp2.143 triliun.

Artinya, total utang publik saat ini sudah mencapai Rp 8.504 triliun. Sehingga di akhir periode Jokowi, utang akan terkumpul sebanyak Rp10 ribu triliun. Nah, kira-kira angka siapa yang mendekati kenyataan?

Soal dua kali peringatan BPK terkait menggunungnya utang luar negeri pemerintah dan BUMN, Said Didu benar. Alasannya sederhana saja, indikator kerentanan utang 2020 melewati batas yang ditetapkan IMF (International Monetary Fund/Dana Moneter Internasional). Hal ini tertuang dalam Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 yang dirilis BPK dalam IHPS Semester I-2021.

BPK juga merilis sejumlah indikator kerentanan utang 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Di mana, rasio debt service terhadap penerimaan Indonesia sebesar 46,77%. Angka ini melampaui rekomendasi IMF sebesar 25%-35%.

Selain itu, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan Indonesia mencapai 19,06%, melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6%-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7%-10%. Dan, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369%, melampaui rekomendasi IDR sebesar 92%-167%, dan rekomendasi IMF sebesar 90%-150%.

Sementara, indikator kesinambungan fiskal 2020 mencapai 4,27%. Angka ini melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411-Debt Indicators yang mengharuskan di bawah 0%.

Pada Juni 2021, Ketua BPK Agung Forman Sampurna sudah mengingatkan terkait utang pemerintahan Jokowi yang terus menggunung. Yang dikhawatirkan kesanggupan pemerintah dalam melunasi utang plus bunga yang terus membengkak sejak beberapa waktu terakhir.

Kekhawatiran lainnya, yakni rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terus meningkat. Sejak pandemi COVID-19, utang pemerintah semakin jor-joran.

Pertumbuhan utang dan biaya bunga yang ditanggung pemerintah ini, sudah melampaui pertumbuhan PDB nasional. ”Ini memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah dalam membayar utang dan bunga utang,” ujar Agung.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button