Market

Saham GOTO Amblas, Pakar Ungkit Investasi Telkom dan Tanggung Jawab OJK

Seakan tak putus dirundung malang, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) masih terus melanjutkan tren turun. Angkanya mencapai level terendah sejak penawaran saham perdana alias Initial Public Offering (IPO) pada 11 April 2022.

Pakar pun kembali mengungkit perihal investasi PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) melalui anak usahanya Telkomsel di perusahaan teknologi itu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pelindung, pengatur, dan pengawas industri jasa keuangan pun tak luput dari tuntutan pertanggungjawaban.

Pada sesi pertama perdagangan Senin (5/12/2022), saham GOTO berakhir melemah Rp9 (6,8%) ke posisi Rp123 per unit saham. Angka ini sekaligus menjadi posisi terendahnya sepanjang perdagangan sesi pertama awal pekan ini. Jumlah lot yang ditransaksikan mencapai 1,4 juta dengan nilai transaksi Rp17,6 miliar.

Sebelumnya, saham GoTo ditutup Rp141 per saham pada transaksi (1 Desember 2022) atau turun Rp10 dari rekor terendah pada transaksi sehari sebelumnya yang ditutup Rp151 per saham.

“Artinya, saham GoTo pada 1 Desember 2022 sudah turun lebih dari 58 persen dibandingkan harga IPO sebesar Rp338 per saham,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, baru-baru ini.

Dengan demikian, market cap (kapitalisasi pasar), atau nilai pasar, GoTo anjlok dari Rp400,3 triliun pada saat penawaran harga perdana menjadi tinggal Rp167 triliun saja. “Gelembung market cap GoTo sedang Meletus,” timpal dia. Perhitungan tersebut tentu belum mamfaktorkan penurunan saham GOTO hingga berita ini diturunkan.

Dia menilai, GoTo memang kelihatannya saja besar. Tetapi, isi sebenarnya hampa. Bisnisnya tergantung dari ‘bakar duit’.

GoTo tidak pernah mendapat untung selama berdiri 10-12 tahun yang lalu. Total akumulasi rugi GoTo per 30 September 2022 sudah mencapai Rp99,3 triliun. “Sekarang pasti sudah lebih dari Rp100 triliun,” ungkap Anthony.

Anehnya, sambung Anthony, Telkomsel yang merupakan bagian dari BUMN, kok mau membeli saham GoTo yang jelas-jelas sedang rugi, dan kemungkinan besar tidak akan bisa memperoleh untung. “Apakah ada yang paksa beli? Siapa? Perlu diusut!” tukas Anthony dengan nada heran.

Sebab, kata dia, membeli saham GoTo dengan kondisi perusahaan rugi terus seperti itu, Telkomsel dengan sadar, dan sengaja, melakukan spekulasi, tepatnya gambling, dengan tarohan sebesar nilai pembelian saham Rp6,4 triliun.

Dengan menggunakan harga Rp141 per saham, Telkomsel mengalami rugi Rp3,06 triliun dari investasi di saham GoTo ini. Memang rugi ini fluktuatif. Artinya, masih bisa membesar lagi. Karena harga saham GoTo masih sangat mungkin turun lagi.

“Maka itu, kerugian investasi Telkomsel ini akan menjadi kerugian negara, yang disengaja,” ungkap Anthohy.

Sebelumnya, Direktur Digital Bisnis Telkom Muhamad Fajrin Rasyid menegaskan posisi perseroan di GOTO sebagai investasi berorientasi jangka panjang. Investasi TLKM di GOTO tidak hanya sekadar dari nilai investasinya, tetapi dari sinergi antara Grup Telkom dan GOTO.

“Yang pasti kami melihat investasi di GOTO investasi jangka panjang dan kami melihat juga nilai sinergi yang ada Telkom Group dan GOTO,” papar dia usai acara Ngopi BUMN, Selasa (8/11/2022).

Asal tahu saja, emiten telekomunikasi dengan kode saham TLKM ini harus rela laba bersihnya tergerus akibat nilai kerugian yang belum terealisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo sebesar Rp3,06 triliun. Angka kerugian itu tercatat per 30 September 2022. Lagi-lagi, ini juga belum memfaktorkan anjloknya saham GOTO setelah berakhirnya masa penguncian pemegang saham lama alias lock-up per 30 November 2022.

Apalagi, kembali Anthony menegaskan, di dalam prospektus GoTo sudah dijelaskan bahwa emiten teknologi ini tidak bisa memperkirakan prospek bisnisnya di waktu-waktu mendatang. “GoTo sangat pesimistis dapat memperoleh laba, GoTo sangat pesimis dapat membagikan dividen,” tuturnya.

GoTo juga, kata dia, secara eksplisit menyatakan, tingkat pengembalian investasi di saham GoTo kemungkinan diperoleh dari kenaikan harga saham, yang mungkin tidak pernah terjadi.

Secara teori, sambung Anthony, harga saham perusahaan yang sedang rugi, dengan akumulasi rugi yang sangat besar, dengan prospek bisnis ke depan tidak pasti dan cenderung masih akan rugi, tidak mungkin akan bisa naik.

“Kenaikan harga saham pada kondisi seperti ini patut diduga karena spekulasi atau dimanipulasi,” ucapnya.

Anehnya juga, Anthony mempertanyakan kenapa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi izin IPO kepada GoTo yang prospek bisnisnya tidak jelas, suram, dan diperkirakan tidak bisa memperoleh keuntungan di masa depan. “Apa ada permainan? Atau Ada permainan apa?” tukas dia.

Di atas semua itu, menurut dia, OJK wajib bertanggung jawab atas (potensi) kerugian investor publik yang mencapai puluhan triliun rupiah. “Karena (OJK) lalai melindungi investor publik,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button