Market

Rupiah Anjlok Terus, Ekonom Senior: Sri Mulyani Mulai Panik dan Ngawur


Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menilai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah panik dan ngawur. Karena nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS semakin jeblok.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (21/6/2024), rupiah spot pekan ini ditutup di level Rp16.450 per dolar AS. Ini level terburuk sejak Maret 2020. Dalam sepekan, rupiah spot melemah 0,23 persen dan melemah 0,12 persen secara harian.

Sedangkan pergerakan rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) sami maon. Terpantau melemah pada penutupan Jumat (21/6/2024), dolar AS dibanderol Rp16.458. Atau rupah melemah 0,51 persen secara mingguan dan 0,23 persen secara harian.

Pelemahan rupiah memicu panik termasuk Presiden Jokowi. Pada Kamis sore (20/6/2024), Jokowi memanggil Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terdiri Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo; Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar; Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.

Di tengah kepanikan ini, kata Anthony, bos BI dan menkeu berusaha tampil tegar. Mereka mengatakan fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik.

“Seperti biasa, yang disalahkan adalah faktor global. Menurut Sri Mulyani, merosotnya kurs rupiah karena ekonomi AS sedang kuat, sehingga Bank sentral AS, The Fed, sulit menurunkan suku bunga,” kata Anthony, Jakarta, Sabtu (22/6/2024).

Dia bilang, tidak ada dasar teori yang membenarkan pernyataan Sri Mulyani. Menunjukkan Sri Mulyani tidak mempunyai kompetensi atau pengetahuan memadai terkait moneter.

“Ini jelas bahaya. Pernyataan Sri Mulyani menunjukkan panik, sehingga mengeluarkan pernyataan blunder dan tidak masuk akal,” ungkap ekonom senior itu.

Kenapa the Fed harus menurunkan suku bunga acuan? Apa dampaknya terhadap rupiah? Pernyataan Sri Mulyani, seolah-olah kurs rupiah hanya ditentukan suku bunga acuan The Fed? Kalau suku bunga The Fed turun, maka rupiah menguat.

Intinya, lanjut Anthony, Sri Mulyani berharap, kalau suku bunga The Fed turun maka selisih suku bunga antara AS dan Indonesia melebar, sehingga dapat menarik investor asing untuk investasi di Indonesia, dan karena itu rupiah menguat.

Tetapi, untuk memperlebar selisih suku bunga antara AS dan Indonesia, kenapa harus tergantung dari the Fed? Bukankah Bank Indonesia bisa menaikkan suku bunga acuannya untuk memperlebar selisih suku bunga antara AS dan Indonesia?

“Ternyata, BI memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan. Terus, kenapa The Fed dan faktor global yang menjadi kambing hitam atas merosotnya kurs rupiah,” ungkapnya.

Pernyataan Sri Mulyani, menurut Anthony, menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia sangat buruk. Karena tergantung dari kebijakan moneter asing.

Selanjutnya, Anthony menyebut kebijakan moneter negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia. Suku bunga acuan di ketiga negara ASEAN itu, lebih rendah ketimbang suku bunga The Fed.

“Vietnam, Thailand, Malaysia menunjukkan fundamental ekonomi mereka sangat solid dan mandiri, tidak tergantung dari kebijakan moneter AS,” imbuhnya.

Ketiga negara tersebut, lanjutnya, berani mempertahankan suku bunga acuan rendah, karena fundamental ekonomi negara-negara tersebut tidak tergantung dari investor asing.

 

Back to top button