News

Rekrutmen PPPK, Pemerintah Perlu Pertimbangkan Masa Pengabdian Honorer

Kamis, 26 Jan 2023 – 23:29 WIB

Whatsapp Image 2022 12 08 At 15.34.04 - inilah.com

Anggota DPR sekaligus politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka saat memberikan kuliah umum di Gedung Auditorium Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis (8/12/2022). (Foto: ANTARA/HO-Humas Unej)

Pemerintah diminta mempertimbangkan masa pengabdian honorer dalam proses rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pertimbangan ini dibutuhkan demi rekrutmen berkeadilan.

“Ini bukan tuntutan yang berlebihan,” kata politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka dalam keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).

Dia menjelaskan, apabila hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan CPNS maksimal 35 tahun. Sementara jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangat banyak. Bahkan sebagian memiliki masa kerja selama bertahun-tahun.

“Guru, tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, tenaga infrastruktur, penyuluh, mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang pada usia di atas 35 tahun dengan menghitung masa pengabdian. Jadi, bukan sesuatu yang tidak mungkin, melainkan sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa,” ujar dia.

Selain mempertimbangkan masa pengabdian, Rieke pun meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.

Terkait dua hal itu, Rieke sudah menyampaikan surat resmi kepada para menteri terkait.

“Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan kematian. Tapi, saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah,” ucap Rieke.

Rieke yakin Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, tetapi juga dengan hati.

“Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak,” ucapnya.

Sebelumnya, Rieke telah menemui Menpan RB Abdullah Azwar Anas demi membicarakan nasib para honorer dan PPPK. Perjuangan Rieke itu mendapatkan sambutan positif. Ia mengungkapkan alasannya memperjuangkan nasib honorer dan PPPK didasarkan pada keluhan para honorer dan PPPK yang dia dengar dalam kunjungan kerja sebagai anggota DPR RI.

Beberapa waktu lalu, Rieke pun bertemu dengan guru honorer di SD Inpres Burean 2 Durean, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, bernama Nuryati. Nuryati menjadi guru honorer sejak tahun 2005. Namun karena usianya sudah di atas 35 tahun, Nuryati tidak bisa mengikuti proses rekrutmen CPNS.

“Tolong kami, guru-guru, terutama guru-guru di pedalaman. Mohon sekali, kasihanilah kami. Bukan hanya saya, melainkan juga semua guru yang ada di Indonesia. Guru bisa mencerdaskan anak bangsa kalau dia bisa merasa sejahtera,” kata Nuryati.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button