Market

Proyek Panas Bumi Petamina-PLN di Jateng dan Jabar Terkatung-katung

Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) milik PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) melalui anak usahanya Geo Dipa Energi di Patuha Jawa Barat dan Dieng Jawa Tengah terkatung-katung.

Hal ini sejatinya tidak terjadi lantaran Bumigas dan Geo Dipa telah menyelesaikan sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke-1. Penyelesaian tersebut memiliki kekuatan hukum tetap dengan putusan menghidupkan kembali kontrak kerja sama.

Namun, kontrak belum dapat dilanjutkan lantaran Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/6004/ LIT. 04/ 10-15/ 09/2017 tertanggal 19 September 2017.

“Surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan PT Bumigas Energi dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI ke-2 (dua) kalinya,” kata Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi di Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Proyek Panas Bumi Petamina-PLN di Jateng dan Jabar Terkatung-katung - inilah.com
Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi (kedua kanan) saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/1/2023). (Foto: Humas Bumigas)

Menurut dia, surat itu melanggar Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

“Perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, yang diduga kuat diperintahkan mantan Pimpinan KPK Periode 2015-2019, dalam menerbitkan surat itu,” timpalnya.

Geo Dipa Energi mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Patuha, Jawa Barat dan Dieng, Jawa Tengah. Geo Dipa melibatkan Bumigas sebagai kontraktor untuk membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3 dan PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3.

Dalam perjalanannya, Bumigas tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil, Geodipa mengajukan gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak.

Sementara itu, Bumigas melaporkan mantan Direktur Utama Geo Dipa Samsudin Warsa atas kasus penipuan karena diduga tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Kerja Panas Bumi. Ini membuat Bumigas merasa tidak bisa membangun PLTP karena melanggar Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi.

Menurut Khresna, melalui Surat KPK tersebut, Pahala Nainggolan menyatakan, seakan-akan Bumigas Energi tidak pernah membuka rekening di tahun 2005 di HSBC Hong Kong. Ini sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya Bumigas Energi dikalahkan oleh Majelis Arbitrase BANI ke-2 dengan pertimbangan itu.

“Baik Pahala maupun Pimpinan KPK Periode 2015-2019, potensial melanggar UU KPK,” ujarnya.

Perbuatan Pahala menerbitkan surat untuk Geo Dipa tersebut seakan terdapat permintaan informasi perbankan kepada HSBC Indonesia dari Penyidik KPK. “Ini yang selanjutnya wajib diungkap serta merta oleh lembaga perbankan sehubungan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang telah menetapkan tersangka,” ucapnya.

Padahal, kata Khresna, dalam hal ini tidak pernah sedikitpun PT Bumigas Energi diperiksa oleh Penyidik KPK apalagi sampai ditetapkan sebagai tersangka. “Oleh karena itu, klaim sepihak Deputi Pencegahan KPK mengenai adanya permintaan informasi kepada HSBC Indonesia, menjadi patut dipertanyakan dan dipersoalkan,” tuturnya.

Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU KPK berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas penyidikan, KPK berwenang meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.”

Jadi, penyidik KPK memang dapat meminta informasi perbankan dengan catatan proses Penyidikan dan yang diminta adalah sehubungan informasi perbankan tersangka. Namun, faktanya tidak pernah ada penyidikan ataupun tersangka dari pihak PT Bumigas Energi.

KPK juga berhak meminta informasi perbankan dalam situasi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pemberi laporan memberikan surat kuasa kepada KPK melalui Direktorat LHKPN untuk dapat membuka rekeningnya sewaktu dibutuhkan.

“Dengan demikian, jika bukan penyidikan ataupun penyelidikan dibutuhkan konsen persetujuan dari terperiksa,” ujarnya.

Selain itu, sambung dia, jika Pahala berdalih permintaan informasi perbankan dilakukan dalam rangka penyelidikan haruslah dilakukan dengan bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal tersebut harus dilakukan dalam rangka fungsi intelijen dan informasinya masih bersifat rahasia, sehingga tidak sepatutnya diberikan begitu saja kepada PT Geo Dipa Energi.

“Karena tidak pro justitia. Sifatnya tidak matang dan tidak pasti. Dan hanya dilakukan untuk kepentingan internal penyelidik. Di luar itu, tidak ada alternatif yang diberikan oleh Undang-undang,” ungkap Khresna.

Tujuh Fakta Surat KPK

Ia mengungkapkan, sedikitnya terdapat 7 (tujuh) fakta yang dapat menunjukkan bahwa Pahala Nainggolan diduga kuat salah dalam menerbitkan surat tersebut.

Pertama, bukan tugas pokok dan fungsi dari Deputi Pencegahan KPK. Surat KPK kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/ 6004/ LIT.04/10-15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017 dibuat di luar kewenangan Pahala Nainggolan.

“Tidak ada dasar bagi KPK meminta informasi perbankan secara serta merta dari HSBC Indonesia ataupun HSBC Hong Kong. Fungsi permintaan informasi perbankan bersifat pro justitia yang merupakan kewenangan Penyidik KPK di bawah naungan Deputi Penindakan,” papar Khresna.

Selain itu, proses penyelidikan yang tidak matang atau tidak tuntas, sifatnya masih rahasia dan tidak seharusnya diberikan kepada PT Geo Dipa Energi. Bahkan, tidak untuk dibagi kepada siapapun.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan ada kepentingan apa, Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan yang tidak memiliki kewenangan, berani membuka informasi semacam itu, sehingga patut dipertanyakan dalam rangka apa membuatkan surat untuk Geo Dipa.

“Apalagi informasi yang disampaikan ternyata keliru,” tegasnya

Kedua, klaim informasi berasal dari HSBC Indonesia adalah tidak benar. Sebab, pada tahun 2019, PT Bumigas Energi telah audiensi dan berkirim surat kepada HSBC Indonesia hingga diperoleh keterangan bahwa HSBC Indonesia tidak pernah memberikan informasi apapun kepada KPK tentang PT Bumigas Energi.

Apalagi, HSBC Indonesia menyebutkan bahwa HSBC Hong Kong tidak memiliki hubungan dengan HSBC Indonesia. Selain itu, Bumigas Energi juga diketahui bukanlah nasabah di HSBC Indonesia sebagaimana Surat Keterangan dari PT HSBC Indonesia tanggal 23 Januari 2020, No: LGA-HBID200123-01.

Jadi tidak ada informasi yang bisa dikonfirmasi dari PT HSBC Indonesia sehubungan dengan tuduhan nihilnya dana PT Bumigas Energi di HSBC Hong Kong pada tahun 2005.

Ketiga, klaim informasi berasal dari Kejaksaan Agung yang terbang ke Hong Kong masih simpang siur.

“Pahala Nainggolan di media massa menyebutkan konten surat tersebut ditulis berdasarkan informasi dari pihak Kejaksaan Agung yang ikut terbang bersama dengan jajaran manajemen Geo Dipa ke Hong Kong di tahun 2017 guna mengonfirmasi keberadaan pembukaan rekening PT Bumigas Energi di Hong Kong pada tahun 2005,” ungkap Khresna.

Keempat, klaim adanya surat Kejaksaan Agung sebagai sumber informasi adalah tidak benar.

“Pahala di media massa mengatakan surat Kejaksaan Agung lebih parah dari suratnya KPK. Pernyataan ini semakin tidak logis, karena jika memang ada surat dari Kejaksaan RI, seharusnya surat tersebut digunakan oleh Geo Dipa dalam sidang di BANI. Faktanya tidak pernah ada bukti dari Kejaksaan RI yang diajukan Geo Dipa,” kata Khresna.

Atas hal tersebut, PT Bumigas Energi mendesak agar Kejaksaaan Agung segera memberikan penjelasan yang benar dan menyeluruh mengenai tuduhan tersembunyi (insinuasi) dari Pahala Nainggolan tersebut.

“Berarti yang bersangkutan sudah mengakui perbuatan melawan hukum, sedangkan surat Kejaksaan ternyata itu hoaks, karena tidak pernah ada di sidang BANI,” tegas Khresna.

Kelima, seluruh klaim dan dalih Pahala Nainggolan bertentangan dengan keterangan HSBC Hong Kong. Sebab, PT Bumigas Energi berani menyandingkan surat jawaban dari HSBC Hong Kong kepada PT Bumigas Energi dengan jawaban HSBC Hong Kong kepada Jaksa dari Kejaksaan Agung yang digunakan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.

Menurut Khresna, hal itu adalah persoalan yang mudah dan sederhana, seperti tikus ngumpet, buntutnya akan terlihat terus. Semakin terungkap siapa yang berbohong dan siapa yang jujur.

Bila disandingkan dengan semua sumber informasi yang menjadi klaim dan dalih Pahala Nainggolan isinya berbeda dengan keterangan resmi yang dibuat oleh HSBC Hong Kong bahwa penelusuran informasi tidak bisa dilakukan, karena di luar periode penyimpanan data perbankan di Hong Kong selama 7 (tujuh) tahun.

Jawaban tersebut diperoleh dari keterangan resmi HSBC Hong Kong kepada kuasa hukum PT Bumigas Energi di Hong Kong. “Oleh sebab itu, diduga kuat Pahala Nainggola membuat rekayasa surat dan manipulatif,” timpal dia.

Keenam, Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan keterangan tidak pernah ada izin permintaan informasi perbankan PT Bumigas Energi dari KPK. Hal ini terungkap dari Surat Nomor: SR-2/ EP.1/ 2022 tanggal 03 Desember 2022.

Surat ini menjawab pertanyaan dari PT Bumigas Energi mengenai ada atau tidaknya permintaan informasi perbankan dari KPK mengenai rekening PT Bumigas Energi di HSBC Hong Kong di tahun 2005 melalui PT HSBC Indonesia.

OJK menjawab tidak pernah ada permintaan dimaksud dari KPK. Berdasarkan UU Perbankan, permintaan informasi perbankan oleh Penyidik harus diajukan oleh pimpinan lembaga penyidikan kepada Ketua OJK terlebih dahulu selaku pengawas perbankan.

Jika Deputi Pencegahan berdalih KPK berwenang melakukan permintaan dimaksud langsung kepada lembaga perbankan, maka dalam hal tersebut harus dilakukan dalam tahap penyidikan dan harus mengenai rekening tersangka.

Bila dilakukan dalam tahap penyelidikan, maka yang melakukan haruslah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bila mengacu pada fakta HSBC Hong Kong menyebut tahun 2005 berada di luar periode penelusuran, maka PPATK sekalipun tidak bisa menyimpulkan tidak ada rekening Bumigas Energi tahun 2005 di HSBC Hong Kong.

Ketujuh, PT Bumigas Energi telah audiensi dengan KPK dan perbuatan Pahala Nainggolan menerbitkan surat tersebut dipertanyakan internal KPK. Pada 12 Desember 2022 silam PT Bumigas Energi diundang oleh KPK untuk memberikan penjelasan sehubungan dengan proyek Panas Bumi di Dieng dan Patuha berikut perjalanan sengketa perdata dengan PT Geo Dipa Energi.

PT Bumigas Energi juga menceritakan terbitnya Surat KPK yang dibuat oleh Pahala Nainggolan guna mempengaruhi Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke-2. Berdasarkan audiensi tersebut, internal KPK sendiri bingung dalam rangka apa dan berdasarkan kewenangan apa Pahala Nainggolan membuat dan menerbitkan surat tersebut.

Nota Dinas Persetujuan Pimpinan KPK

Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, PT Bumigas Energi mempertanyakan nota dinas persetujuan seluruh Pimpinan KPK yang diperlukan guna memenuhi asas kolektif kolegial di KPK. Bila dalih Pahala Nainggolan dalam menerbitkan surat tersebut adalah atas perintah pimpinan, maka harus ada persetujuan seluruh Pimpinan KPK Periode 2015-2019.

Pahala pernah menyebutkan bahwa surat tersebut, kontennya sudah dipersiapkan mantan Ketua KPK Periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Pahala hanya menandatanganinya. Pernyataan Pahala ini seakan mau melepaskan tanggung jawab dari jeratan turut serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP lama.

Pahala Nainggolan dan siapapun yang memerintahkannya diduga melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik, sebagaimana dimaksud Pasal 266 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP lama, dengan ancaman tujuh tahun penjara, dan lain-lain.

Lebih lanjut, yang turut menggunakan surat Pahala tersebut dapat ikut dijerat dengan acaman penjara yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 266 Ayat (2) KUHP lama. Pihak yang menggunakan dan menikmati dan diuntungkan dalam surat tersebut adalah PT Geo Dipa Energi, yang saat itu diwakili oleh Riki Firmanda Ibrahim sebagai Direktur Utama.

Laporan ke Polisi

Surat tersebut digunakan Geo Dipa dalam persidangan di BANI ke-2. Perkara pemalsuan surat bukanlah delik aduan.

“Seharusnya, aparatur penegak hukum pidana umum, dalam hal ini Kepolisian RI dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bumigas Energi akan membuat laporan polisi dan menyerahkan bukti-bukti yang diperlukan,” ucap Khresna.

Perbuatan Pahala Nainggolan dan Pimpinan KPK Periode 2015-2019 dalam menerbitkan Surat KPK kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tertanggal 19 September 2017 merusak citra lembaga antirasuah.

Tidak sepatutnya lembaga KPK, kata dia, memiliki oknum-oknum tersebut. “Kami meyakini seluruh masyarakat Indonesia akan mendukung upaya bersih-bersih KPK dari oknum-oknum yang merusak dan membelenggu KPK dari perbuatan jahat. Karena bila dipertahankan akan bertentangan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo,” beber Khresna.

Khresna meminta Ketua dan Pimpinan KPK saat ini berani untuk mengungkap kejahatan oknum Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan dan Pimpinan KPK periode sebelumnya (2015-2019) dengan cara melakukan tindakan tegas terhadap Pejabat atau Mantan Pejabat yang terlibat, serta merevisi surat dan merehabilitasi nama baik PT Bumigas Energi.

Perjanjian Geo Dipa dan Bumigas

Patut diketahui, Pasal 55.1 Perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development No. KTR 001/GDE/II/2005 antara PT GDE dengan PT BGE pada tanggal 1 Februari 2005 (Perjanjian KTR 001/2005), PT BGE diminta melakukan penyediaan dana berupa first drawdown.

Oleh sebab itu, PT. BGE berdasarkan Surat PT BGE No. 089/2005 pada tanggal 29 April 2005 telah memberikan atau menyerahkan kepada PT Geo Dipa Energi selaku Pemberi Proyek berupa bukti drawdown, yang merupakan bukti pencairan dana ke rekening milik PT BGE selaku investor, kontraktor dan developer dalam Perjanjian KTR.001 di Bank HSBC (Hong Kong).

First drawdown memiliki jumlah HKD 40 juta dolar Hong Kong yang pada saat itu setara dengan 5,1 juta dolar AS.

Adapun PT Geo Dipa Energi sudah mengakui keberadaan ketersediaan dana first drawdown dari PT BGE tersebut berdasarkan Letter Number: 058/PRESDIR-GDE/V/2005 dated Bandung, 9 May 2005, subject: “First drawdown Dieng 2,3 & Patuha 1, 2, 3 Geothermal Power Project”, from PT Geo Dipa Energi signed by ET. Samsudin Warsa as President Director, to PT Bumigas Energi.

Namun demikian, PT Geo Dipa Energi, saat ini tidak mengakui dan mengesampingkan keberadaan first drawdown ke rekening PT BGE di Bank HSBC (Hong Kong) tersebut.

Lebih lanjut terdapat fakta adanya tindak lanjut atas penyediaan dana first drawdown, yakni penyediaan dana berikutnya (additional drawdown atau 2nd drawdown) di tahun 2006 pada Bank Panin Indonesia dari PT Bumigas Energi yang telah diperlihatkan kepada PT Geo Dipa Energi senilai Rp95 miliar Rupiah. Angka ini setara dengan 10,43 juta dolar AS.

Surat No: 351/JAS/EXT/19 tanggal 29 Mei 2019 dari Panin Bank yang menyebutkan terdapat setoran ke rekening Bumigas senilai Rp95 miliar di tahun 2006.

Dengan demikian, sambung Khresna, Deputi Pencegahan KPK selaku penyelenggara negara tidak seksama memeriksa keadaan rekening perbankan PT Bumigas Energi di HSBC Hong Kong pada tahun 2005 dan tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh keadaan perbankan PT Bumigas Energi di Bank Panin KCU Senayan pada 29 Agustus 2006.

“Mengapa Pahala tidak memeriksa rekening Bumigas Energi di Bank Panin. Jelas Surat KPK tidak cermat, rekayasa dan manipulatif,” tukas Khresna.

Dia menegaskan, persoalan yang mendasar bagi PT Geo Dipa Energi sejak awal adalah tidak memiliki Izin Usaha Panas Bumi dan Wilayah Kuasa Panas Bumi sebagaimana dimaksud UU No.21/2014 atau UU No.27/2003 tentang Panas Bumi.

Hal tersebut telah dikuatkan oleh Amar Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 925/V/KIP-PS-A-M-A/2019 tangal 13 Agustus 2020. “Putusan KIP menyebut Kementerian ESDM tidak pernah menerbitkan IUP dan WKP untuk PT Geo Dipa Energi,” imbuh Khresna.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button