Market

Proyek GOLD-ISMIA Gerus 23 Ton Penggunaan Merkuri dan Hasilkan 3,3 Ton Emas

Melalui proyek GOLD-ISMIA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menurunkan penggunaan merkuri sebanyak 23 ton dan menghasilkan 3,3 ton emas bebas merkuri. Jumlah tersebut berasal dari enam kabupaten yang menjadi lokasi proyek.

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, terdapat enam kabupaten yang menjadi pilot project penambangan tanpa merkuri dan sudah berjalan dengan baik. Keenam kabupaten itu adalah Kuantan Singingi, Gorontalo Utara, Kulon Progo, Lombok Barat, Halmahera Selatan, dan Minahasa Utara. Capaian tersebut, kata dia, dilakukan melalui upaya peningkatan kapasitas pemerintah dan penambang kategori Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) kepada 2.935 orang.

“Selain itu, hasil produk GOLD-ISMIA untuk aspek penguatan regulasi telah dilakukan melalui dukungan proses legalisasi penambang kepada 54 kelompok di enam lokasi proyek dan dihasilkan beberapa dokumen acuan,” kata Rosa Vivien Ratnawati dalam Lokakarya dan Pameran Hasil Proyek GOLD-ISMIA di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Kegiatan ini merupakan buah kerja sama KLHK bersama Badan Riset dan Inovasi (BRIN) yang didukung oleh United Nations Development Programs (UNDP) dan didanai oleh Global Environment Facility.

GOLD-ISMIA merupakan proyek dengan akronim Global Opportunities for Long-Term Development of Artisanal Small-Scale Gold Mining sector–Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining. Proyek ini telah terlaksana selama 4,5 tahun di 6 lokasi.

“Kegiatan ini dilakukan untuk menyebarluaskan informasi terkait berbagai produk tersebut dan menyerahkan secara resmi hasil proyek kepada penerima manfaat,” ujarnya.

Adapun beberapa dokumen acuan yang telah dihasilkan antara lain Dokumen Pedoman Praktik Pertambangan yang baik untuk sektor pertambangan emas primer skala kecil. Begitu juga dengan dokumen Pedoman Pengarusutamaan Gender (PUG) untuk sektor PESK, Modul Pelatihan dan Materi Kampanye Bahaya Merkuri dan Mobile Application Jari Emas.

Selain itu, GOLD-ISMIA bersama Badan Standardisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengolahan Emas Tanpa Merkuri, 9035:2021. “Harapannya agar produk-produk tersebut dapat menjadi acuan dan bermanfaat untuk semua pemangku kepentingan baik bagi pemerintah, komunitas penambang skala kecil dan masyarakat umum,” papar dia.

Itu juga diharapkan dapat digunakan oleh kementerian terkait dalam hal peningkatan kapasitas dan pendampingan untuk mendukung pencapaian zero mercury di sektor PESK.

Proyek GOLD-ISMIA merupakan salah satu bentuk dukungan untuk  implementasi Konvensi Minamata tentang Merkuri di Indonesia dalam mencapai target Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM), yaitu sektor Pertambangan Emas Skala Kecil yang bebas merkuri pada 2025.

Pengurangan penggunaan merkuri pada enam situs PESK di Indonesia dilakukan dengan memberikan bantuan teknis, transfer teknologi, pembentukan kemitraan antara swasta-publik dan akses terhadap pendanaan untuk  pembelian peralatan pengolahan emas tanpa merkuri untuk komunitas penambang.

“PESK menjadi penyebab terbesar dari pelepasan merkuri ke alam. Merkuri dapat mengalir sampai jarak jauh, berkontribusi terhadap polusi merkuri global dan mencemari ekosistem dan perikanan dunia,” papar Dirjen.

Paparan merkuri, sambung dia, dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, dan merupakan ancaman khusus bagi perkembangan anak dalam rahim di awal kehidupan. “Penghapusan merkuri secara bertahap dari sektor PESK merupakan hal yang paling penting,” jelasnya.

Sementara itu, lanjut dia, sektor PESK merupakan sumber pekerjaan dan mata pencaharian yang sangat penting. “Terhitung sekitar 17-20% dari produksi emas tahunan dunia dengan 15 juta orang berpartisipasi langsung dalam kegiatan PESK dan 100 juta lainnya bergantung pada PESK untuk mata pencaharian mereka,” ungkap Rosa Vivien.

Sesuai target proyek untuk menyebarluaskan praktek terbaik dan pembelajaran tentang penghapusan merkuri di sektor PESK, penting bagi proyek untuk menyebarluaskan hasil proyek, praktek terbaik, dan pembelajaran kepada pemangku kepentingan dari pusat dan daerah.

“Hasil di tingkat nasional setelah pelaksanaan proyek 5 tahun di 6 lokasi,” ucapnya tandas.

Di atas semua itu, pemerintah berkomitmen menjadikan merkuri sebagai bagian dari sejarah. Ke depannya penggunaan senyawa merkuri akan dikurangi. Sebab, itu terbukti banyak merugikan lingkungan, termasuk membahayakan kesehatan masyarakat.

Komitmen ini menunjukan,  upaya Indonesia ke dunia internasional dalam hal penyelamatan lingkungan. Tak heran, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah sidang ‘The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4)’ Konvensi Minamata.

“Saat ini KLHK sudah membantu pelaku penambang emas di sembilan lokasi di Indonesia, untuk tidak lagi menggunakan merkuri,” imbuh Dirjen Rosa.

Merkuri ditetapkan sebagai salah satu bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2001 sebagai B3 yang dibatasi penggunaannya.

Bahaya merkuri tentu sudah kita kenal luas. Salah satu dampak pajanan merkuri yang tentu masih kita ingat sampai sekarang yaitu kasus pencemaran merkuri di Teluk Minamata, Jepang pada tahun 1958 yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, bahkan bayi-bayi kemudian dilahirkan cacat.

Berdasarkan data dari UNDP, setiap tahun sektor PESK di seluruh dunia melepaskan 195 ton merkuri ke lingkungan dimana 60% akan terlepas ke udara, 20% terlepas ke air dan 20% terlepas ke tanah. Pencemaran merkuri ini bersifat persisten alias menetap karena merkuri tidak dapat terurai, dapat berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lain serta dapat terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup.

Penghapusan penggunaan merkuri pada sektor PESK menjadi tantangan besar besar bagi pemerintah Indonesia, di mana sektor ini menjadi sumber penghasilan bagi 300 ribu hingga 500 ribu orang.

Indonesia pun telah menandatangani Konvensi Minamata tentang Merkuri pada Oktober 2013 dan meratifiksinya pada tanggal 22 September 2017 melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convension of Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button