Kanal

Indonesia Berada di Gigi Mundur Demokrasi


Jokowi telah berbuat banyak untuk negara yang akan ia serahkan ke tangan Prabowo, namun ia juga telah merusak banyak kemajuan demokrasi yang diperoleh dengan susah payah di era reformasi.

Mungkin anda suka

Pasangan Prabowo-Gibran telah diputuskan sebagai pemenang dalam rekapitulasi perhitungan akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para pemimpin dunia pun banyak yang mengucapkan selamat. Namun, sama seperti di Indonesia, analis asing masih meragukan pemilu kali ini berlangsung jujur dan adil bahkan menyebut demokrasi mengalami kemunduran.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken langsung mengucapkan selamat kepada Prabowo. “Selamat kepada Presiden terpilih @Prabowo Subianto atas kemenangannya dalam Pemilihan Presiden Indonesia. Kami berharap dapat bermitra erat dengan Presiden terpilih dan pemerintahannya ketika mereka mulai menjabat pada bulan Oktober,” kata Blinken di X, sebelumnya Twitter.

Kantor berita pemerintah Tiongkok, Xinhua, Kamis (21/3/2024) melaporkan Presiden Xi Jinping juga mengucapkan selamat kepada Prabowo. Ucapan yang sama juga diungkapkan banyak kepala negara di berbagai belahan dunia.

Mata dunia sejak menjelang pemilu tertuju kepada Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 setelah AS dan India. Banyak liputan media asing melaporkan kondisi politik di Tanah Air sepanjang proses pemilu termasuk dugaan kecurangan serta dampaknya bagi masa depan demokrasi. Ada yang mengkritisi secara halus, ada juga yang ‘tajam setajam silet’, seperti mulutnya orang Betawi mengutip pernyataan komedian Bintang Emon.

Tudingan kecurangan di Pemilu 2024 bahkan sempat mengemuka di Sidang Dewan HAM PBB dan International Covenant on Civil and Political Rights (CCPR), Selasa 12 Maret 2024 di Jenewa, Swiss. Ketika itu anggota Komite HAM PBB (CCPR), Bacre Waly Ndiaye, dalam sesi tanya jawab mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Ndiaye yang berasal dari Senegal itu menanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah batas usia capres-cawapres sehingga memperbolehkan, Gibran anak presiden ikut dalam pencalonan. “Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara termasuk presiden tidak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu? Apakah pemerintah sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut,” tanya Ndiaye.

post-cover
Bacre Waly Ndiaye, anggota Komite HAM PBB yang mempertanyakan netralitas Jokowi. (Foto: lessentiel).

Analis Asing Getol Menyoroti Pemilu

Sebelumnya sudah banyak analis asing yang mengungkapkan keheranannya dengan berbagai ‘keanehan’ dalam proses pemilu di Indonesia. Mulai dari dituding berusaha memperpanjang masa jabatannya, cawe-cawe, hingga menempatkan putranya sebagai calon wakil presiden. Begitu pula soal keberpihakannya kepada pasangan Prabowo-Gibran, yang selalu dibantah Jokowi.

Isu nepotisme paling menjadi sorotan. Natalie Sambhi, Nonresident Fellow – Foreign Policy, Center for East Asia Policy Studies, mengungkapkan Jokowi mengalihkan dukungannya terhadap calon dari partainya yakni mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada Prabowo. 

“Jokowi kemudian menawarkan putra sulungnya sebagai cawapres Prabowo setelah keputusan kontroversial MK yang dipimpin Anwar Usman yang juga ipar presiden, mengizinkan Gibran mencalonkan diri,” katanya. Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, juga diangkat menjadi ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya dua hari setelah menjadi anggota. PSI kemudian bergabung dengan koalisi Prabowo.

Presiden juga menyalurkan bantuan sosial selama pemilu untuk mendorong perolehan suara bagi penerus pilihannya, dan ‘menukar’ popularitasnya dengan pasangan Prabowo. Setelah Gibran ditunjuk sebagai cawapres Prabowo, Jokowi membagikan karung beras di lokasi tidak jauh dari poster pasangan favoritnya. Menjelang pemilu, pemerintahannya juga mengumumkan perpanjangan program-program membagikan uang tunai dan non-tunai. 

Komentar pedas muncul dari pengamat asing Allan Nairn, yang pernah meliput di Indonesia bahkan sempat mewawancarai Prabowo ketika masih menjadi anggota TNI. Mengutip tulisannya di The Intercept, Allan mengatakan, alat-alat negara berperan penting dalam kampanye Prabowo. Para pejabat setempat diancam akan dituntut jika tidak mendukung sang jenderal.

“Di seantero negeri, tentara dan polisi menginstruksikan masyarakat memilih Prabowo, sebuah arahan yang memiliki daya tekan bagi masyarakat miskin yang nasibnya bergantung pada institusi-institusi ini,” ujar Allan. 

Banyak survei menunjukkan kampanye partisan yang digerakkan negara ini mendatangkan perolehan suara nyaris 50 persen untuk Prabowo. “Sejumlah pejabat di pemerintahan Jokowi mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak mau berjudi dengan menyerahkan proses ini begitu saja kepada mekanisme yang berlaku,” tambah Allan yang menyebut Prabowo sebagai anak kesayangan Amerika.

Media asing Channel News Asia (CNA) dalam sebuah laporannya menyebut Presiden Jokowi melakukan permainan kekuasaan untuk memperkuat koalisi Prabowo. Aktivitasnya selama ini menunjukkan rencananya untuk mempertahankan pengaruh setelah meninggalkan jabatannya.

Analis Asing Mereka-reka Pemerintahan Baru

Tak hanya menyoroti keanehan dan dugaan kecurangan, analis asing juga mulai mereka-reka gaya pemerintahan Prabowo-Gibran nanti, termasuk kemungkinan pecah kongsi. Salil Tripathi, pengamat yang tinggal New York mengungkapkan di Foreign Policy, tentang kemungkinan jalan berliku yang akan dihadapi pasangan ini. Ia mempertanyakan sampai kapan aliansi keduanya bertahan. 

post-cover
Allan Nairn. (Foto:RMOL)

Gibran yang tak lama lagi menjadi wakil Prabowo, memiliki pengalaman politik yang terbatas sebagai Wali Kota Surakarta. “Kemungkinan besar ia bercita-cita menjadi presiden suatu hari nanti. Jika Prabowo melihat Gibran sebagai ancaman, aliansi mereka mungkin akan terpecah,” kata Salil.

Apa yang dialami Filipina bisa menjadi pelajaran. Keretakan terjadi semakin mendalam antara Presiden Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Jr dan Wapres Sara Duterte. Marcos Jr sendiri membantah adanya perselisihan dengan putri mantan presiden Rodrigo Duterte, yang bersamanya berhasil menang telak pada pemilu 2022.

Hal senada juga diungkapkan Julia Lau, peneliti senior dan koordinator Program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute. Ia tidak yakin apakah Prabowo akan menepati janjinya melanjutkan kebijakan Jokowi. “Tidak dapat diprediksi. Saya pikir awalnya, dia pasti akan mengikuti apa yang telah dilakukan Jokowi,” katanya kepada CNA Asia First.

Secara teori, Jokowi meninggalkan lingkungan politik lebih permisif bagi penggantinya untuk terus melanjutkan agendanya. Ia juga meninggalkan warisan kemunduran demokrasi. “Akankah Prabowo memenuhi janji-janji Jokowi atau membawa negara ini ke arah yang berbeda? Hanya waktu yang akan memberitahu,” tambah Natalie Sambhi, mengutip Brookings.edu.

Ada yang menarik dari pernyataan analis Brooking Institute ini bahwa Jokowi telah berbuat banyak untuk negara yang akan ia serahkan ke tangan Prabowo, namun ia juga telah merusak banyak kemajuan demokrasi yang diperoleh dengan susah payah di era reformasi. Artinya, Pemilu 2024 ini seperti membawa Indonesia ke posisi gigi mundur demokrasi. Entah sampai kapan.

 

Back to top button