News

PPP Menatap Masa Depan

Di usia yang memasuki setengah abad ini, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dihadapkan dengan berbagai persoalan sekaligus tantangan berat. Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tb. Massa Djafar memandang masa depan PPP sangat tergantung pada faktor internal dan eksternal PPP.

“Yaitu apakah masih ada kelompok elite tandingan yang menjadi kekuatan perubahan ‘mengambil alih kekuasaan’ dari elite status quo?,” ujar Tb. Massa Djafar kepada Inilah.com di Jakarta, Kamis (5/1/2023).

Mungkin anda suka

Menurut dia, pilihan tersebut tidak mudah, meskipun terjadi perubahan elite politik, namun tetap saja elite politik yang muncul harus mendapat restu atau dukungan dari penguasa.

Ketua Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Politik Unas ini menyebutkan tiga kali pergantian kepemimpinan PPP di era pemerintahan Jokowi, mengkonfirmasi bahwa elite PPP bagian dari oligarki penguasa. “Realitas politik ini tidak akan ada perubahan signifikan, meskipun di bawah kepemimpinan PPP yang baru,” ungkap Tb. Massa Djafar.

Ia menekankan, jika tidak perubahan, maka eksistensi PPP hanya tinggal menunggu waktu, apakah PPP masih ada di pentas politik nasional pasca Pemilu 2024. “Bisa jadi,  kemerosotan PPP lebih gawat dari hasil Pemilu 2019,” tutur Tb. Massa Djafar.

Dia juga menilai di usia PPP ke-55 tahun ini, menunjukkan kemerosotan yang sangat tajam. “Khususnya di Era Reformasi, pemilu pertama pasca-Reformasi, PPP meraih 11,31 juta (10,72%) suara, mendapat 58 kursi DPR RI (12,55%). Namun, capaian tersebut cenderung menurun di beberapa pemilu berikutnya,” ungkapnya.

Tb. Massa Djafar mengamati puncak kemerosotan paling telak terjadi pada Pemilu 2019, yaitu PPP hanya mampu meraih 6,32 juta (4,52%) suara dan 19 kursi DPR RI (3,3%). “Capaian ini merupakan yang terendah dalam lima kali pemilu terakhir,” ucapnya.

Back to top button