Hangout

Polusi Udara di Jakarta Tinggi, Pakar Ingatkan Masyarakat Berhenti Merokok

Tingginya tingkat polusi udara menurut Indeks Kualitas Udara (AQI) yang mencapai 161 dengan kategori tidak sehat di Jakarta pada Selasa (30/5/2023),  membuat mantan Direktur Penyakit Menular WHO di Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan masyarakat perlu melakukan beberapa hal yang penting.

Pertama, Tjandra menjelaskan masyarakat diharapkan dapat menghindari kegiatan di luar ruangan dan memperbanyak aktivitas di dalam ruangan. Tingginya polusi udara menyebabkan dapat diminimalisir dengan meningkatkan kegiatan di dalam ruangan.

“Kalau memang ada polusi udara sedang tinggi, ya kalau memang mungkin untuk dihindari, hindari tapi itu kan tidak terlalu mungkin jadi mau tidak mau kita harus hidup dengan situasi yang ada saat ini. Jadi kalau bisa aktivitas di dalam ruangan akan lebih bagus dibandingkan aktivitas di luar ruangan,” kata Prof. Tjandra saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Kedua, masyarakat yang memiliki penyakit kronis atau bawaan harus lebih berhati-hati dalam menghadapi tingginya polusi udara. Menurut Tjandra Yoga, pengidap penyakit kronis seperti asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang mudah bangkit lagi perlu lebih waspada dan sering berkonsultasi dengan dokternya.

“Yang kedua kalau mereka yang punya penyakit kronis seperti asma atau PPOK, mereka akan mudah kambuh. Oleh karena itu, pada mereka mesti hati-hati dan biasanya mereka sudah dapat obat kronik dari dokternya, artinya obat terus menerus dari dokternya mungkin obat itu perlu dikonsumsi atau dia berkomunikasi dengan petugas kesehatan,” ungkap Tjandra.

Terakhir, Tjandra menyarankan kepada masyarakat untuk jangan menambah kegiatan yang meningkatkan pencemaran polusi udara seperti merokok. Tjandra juga mengingatkan masyarakat untuk berkontribusi dengan berhenti merokok dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei.

“Kebetulan kan besok itu 31 Mei adalah hari tanpa tembakau sedunia. Jadi marilah kita gunakan momentum ini untuk bisa berhenti merokok maupun karena polusi udara sedang tinggi saat ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Tjandra juga menegaskan masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh terkait isu yang beredar mengenai polusi udara meningkatkan batuk dan sebagainya. Menurutnya jika maksudnya untuk mengingatkan masyarakat soal bahaya polusi udara boleh saja, asal harus ada data yang lengkap.

“Jadi sebaiknya jangan katanya di masyarakat lagi banyak batuk dan sebagainya. Itu statement umum tapi harusnya didukung dengan data berapa persen angka batuk sehingga kita bisa tahu persis ada kenaikan atau tidak ada kenaikan,” terang Tjandra.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button