Tuesday, 02 July 2024

Polri Semakin ‘Tua’ Makin (jadi) Punya Kuasa

Polri Semakin ‘Tua’ Makin (jadi) Punya Kuasa


“Polisi begitu menghargai status mereka sebagai penjaga perdamaian dan pelindung masyarakat sehingga kadang-kadang mereka diketahui memukuli sampai mati warga atau kelompok yang mempertanyakan status itu,” – David Mamet (Penulis Drama asal Amerika)

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini menjadi salah satu lembaga hukum yang memiliki status istimewa usai pisah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) atau TNI. Bagaimana tidak, pasca-reformasi, Polri langsung diambil alih pengawasannya oleh presiden.

Sehingga presiden menjadi atasan atau komandan dari institusi berseragam cokelat ini. Berbeda dengan seperti kakak tertuanya yakni TNI yang masih berada di bawah tanggung jawab atau pengawasan dari menteri pertahanan (menhan).

Meski pengawasan dan tanggungjawabnya berada di bawah presiden, kinerja Polri sering mendapatkan sorotan karena tugas dan fungsinya. Contohnya dalam bidang penegakan hukum yang sering bermasalah hingga tudingan menjadi ‘backing’ kelompok tertentu.

Belum selesainya permasalahan tersebut, kini Polri akan mendapatkan ‘hadiah baru’ dari DPR berupa penambahan kewenangan. Hal itu tertuang dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Polri yang saat ini sedang dibahas oleh wakil rakyat di parlemen.

Setidaknya ada empat poin klausul dalam RUU Polri yang mendapatkan sorotan publik, yakni penambahan kewenangan pengawasan ruang siber (medsos), kewenangan penyadapan, pembentukan pengamanan swakarsa (Pam Swakarsa), dan penambahan batas usia pensiun menjadi 60 hingga 65 tahun dari sebelumnya 58 tahun.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya mengatakan, selama ini Polri masih bermasalah dalam mengimplementasikan kewenangannya di UU Polri sebelumnya.

Banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri di lapangan dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum dan pelayanan masyarakat.

“RUU Kepolisian memuat sejumlah pasal yang memperluas kewenangan Kepolisian serta membuka ruang bagi perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri,” kata Dimas kepada Inilah.com.

Punya Kewenangan Mengawasi, Membina, dan Memblokir Medsos

Menurutnya, DPR dan pemerintah dalam menyusun draf RUU Polri dinilai tidak melibatkan partisipasi dari ahli dan kelompok masyarakat. Sehingga substansi yang ada dalam draf RUU tersebut tidak akan menyelesaikan permasalahan di institusi kepolisian.

Dalam sejumlah penambahan kewenangan Polri dalam RUU terbaru sangat rentan terjadinya pelanggaran dan penyalahgunaan kewenangan. Seperti soal kewenangan melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber sangat rawan diselewengkan oleh pihak tertentu.

Dimas mengakui saat ini risiko tindak pidana dan bentuk ancaman keamanan sering muncul dan marak terjadi pada ruang siber (medsos). Namun bukan berarti Polri sebagai lembaga penegak hukum bisa memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, pembinaan hingga pemblokiran terhadap akun-akun tertentu.

Selain itu kewenangan ini juga bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi yang secara tegas memberikan perlindungan pada segala bentuk data pribadi warga negara.

“Pemblokiran, pemutusan dan perlambatan akses juga dapat bertentangan dengan hak warga negara untuk memperoleh dan mengakses informasi secara bebas,” imbuhnya.

Polri Jadi Punya Kewenangan Penyadapan

Dalam RUU Polri yang dibahas di DPR ini, Polri diberikan kewenangan baru untuk melakukan penyadapan dan perluasan dalam bidang intelijen dan keamanan (intelkam). Dengan kewenangan ini berarti Polri bisa melakukan penggalangan intelijen dalam menjalankan tugas atau misi tertentu.

Sama seperti pengawasan ruang siber, kewenangan penyadapan dan intelijen ini sangat rentan disalahgunakan oleh kelompok-kelompok tertentu. Apalagi Polri saat ini posisinya berada langsung di bawah tanggungjawab dan pengawasan presiden.

Kapolri dan Panglima TNI
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (kiri) dan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kanan) berangkulan saat ditanya awak media perihal bentrok anggota TNI AL dan Brimob Polda Papua Barat di Sorong. Keduanya juga bersalaman saat ditemui di Kantor Jasa Marga KM 70 Tol Cikampek Utama, Jawa Barat, Senin (15/4/2024). (Foto:Antara/Fath Putra Mulya)

Selain itu cantolan kewenangan penyadapan Polri juga menjadi ‘abu-abu’ karena hingga saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur soal penyadapan di Indonesia. Padahal kewenangan ini tetap harus dijalankan sesuai dengan perundang-undangan yang ada.

“Kewenangan penggalangan intelijen juga berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan serupa yang dimiliki oleh Badan Intelijen Negara (BIN),” katanya.

Penambahan kewenangan penyadapan ini juga nantinya akan diikuti adanya penambahan anggaran untuk pengadaan alat sadap. Namun sebelum adanya kewenangan ini, Polri diketahui memang sudah memiliki alat penyadapan canggih buatan Israel bernama Pegasus.

Menurut laporan dari ICW berdasarkan temuan Konsorsium Indonesia Leaks di bulan Juli 2023, alat sadap Pegasus dengan metode zero click ini diajukan pengadaannya pada 2017 dan 2018 oleh Polda Metro Jaya.

Pegasus ini merupakan alat sadap yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal Israel, NSO Group. Pegasus disebut memiliki kemampuan handal untuk memata-matai pengguna perangkat elektronik dan mencuri data-data miliknya.

Pegasus bisa masuk ke dalam perangkat digital mulai dari ponsel hingga laptop untuk melihat hingga mengakses data tanpa diketahui pemilik perangkat tersebut.

Alat sadap Pegasus juga disebut bisa menyalakan mikrofon dan video dalam keadaan perangkat tidak digunakan, sehingga bisa merekam semuanya tanpa diketahui pemilik asli.

Menaikkan Batas Usia Pensiun Anggota Polri jadi 65 Tahun

Keistimewaan RUU Polri lainnya juga memuat soal kenaikan batas usia pensiun anggota Polri menjadi 60-62 tahun untuk anggota biasa dan 65 tahun untuk pejabat fungsional Polri seperti Kapolri. Penambahan batas usia pensiun Polri ini sebenarnya sama seperti TNI lewat RUU terbarunya.

KontraS sendiri menilai penambahan masa pensiun anggota Polri ini justru akan menjadi masalah di internal kepolisian. Pasalnya dengan aturan ini membuat masa dinas pejabat tinggi atau jenderal Polri semakin lama.

“Ini akan berpengaruh pada proses regenerasi dalam internal Kepolisian dan tidak menyelesaikan masalah penumpukan jumlah perwira tinggi dan menengah dalam internal Polri,” kata Wakil Koordinator KontraS, Andi Muhammad Rezaldy kepada Inilah.com.

Polri
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis (kiri) bersama Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit (kanan). (Foto: tribunnews)

Lebih lanjut, Andi juga menyoroti soal adanya kewenangan Polri untuk membentuk Pasukan Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa dalam RUU Polri ini. Sebenarnya wacana pembentukan atau menghidupkan kembali Pam Swakarsa ini sudah muncul saat Kapolri masih dijabat oleh Jenderal Pol. Idham Azis.

Saat itu Jenderal Idham Azis ingin agar masyarakat terlibat dalam pengamanan di wilayah masing-masing. Namun saat itu tidak ada aturan yang mendasari pembentukan tersebut hingga akhirnya muncul Peraturan Polri No. 4 Tahun 2020 soal Pam Swakarsa. Aturan tersebut saat ini diperkuat lagi lewat RUU Polri yang baru.

“Kami menilai bahwa tetap diaturnya perihal Pam Swakarsa dalam RUU Kepolisian sesungguhnya minim urgensi dan justru memunculkan potensi timbulnya pelanggaran HAM,” imbuh Dimas.

Kekhawatiran KontraS ini memang cukup beralasan, karena Indonesia punya pengalaman buruk terhadap isu Pam Swakarsa yang mulai marak saat 1998.

Saat itu Pam Swakarsa memang sengaja dibentuk oleh pemerintah Orde Baru untuk tujuan tertentu, salah satunya mengamankan Sidang Istimewa MPR dan menghalau kelompok-kelompok masyarakat dan mahasiswa yang ingin menuju gedung parlemen saat itu. [Ajat/ Reyhaanah Asya]