Market

Petani Sawit Minta Kejagung Ungkap ‘Penguasa’ Subsidi Minyak Goreng di BPDP-KS

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, mendukung langkah Kejagung mengungkap mafia minyak goreng (migor). Ungkap juga penyelewengan subsidi migor yang dikelola Badan Pengelola BPDP-KS.

Dia bilang, petani sawit yang mengelola 6,7 juta hektar kebun kelapa sawit, sangat dirugikan dengan tingginya harga migor saat ini. Artinya, para cukong alias konglomerat sawitlah yang menikmati hasilnya saat ini. “Selain itu, mafia minyak goreng ini telah mencoreng promosi perdagangan minyak sawit Indonesia dalam aspek sustainability sebab ketiga perusahaan tersebut adalah anggota dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah lembaga sertifikasi minyak sawit berkelanjutan dunia,” kata Darto, Jakarta, Kamis (21/4/2022).

“Dengan segala harapan besar kami agar kejaksaan bisa menelusuri lebih dalam lagi keterlibatan aktor lainnya. Apalagi perihal minyak goreng ini, saling terhubung dari hulu hingga hilir,” imbuhnya.

Darto melanjutkan, perusahaan-perusahaan besar seperti Wilmar, Musim Mas dan Permata Hijau yang terseret kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), adalah perusahaan yang menguasai hulu hingga hilir. Sayangnya, negara tidak memiliki industri pengolahan minyak goreng dan negara sangat tergantung pada mereka.

Alhasil, ketiganya punya kekuatan serta mampu menciptakan instabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Kartelisasi yang terbangun, menurut Darto, semestinya bisa dievaluasi secara menyeluruh oleh pemerintah. Khususnya program biodiesel (B30) yang pada kenyatannya dimonopoli perusahaan-perusahaan sawit yang kelasnya hampir sama. “Karena itu, penanganannya harus komprehensif dan dapat memberikan solusi alternatif agar mereka tidak lagi berbuat suka-suka dikemudian hari,” jelasnya.

Selama ini, pemerintah cenderung membiarkan perusahaan pengolahan (refinery) memproduksi minyak goreng dengan mengacu pada harga internasional. Akibatnya harga minyak goreng sangat tinggi, dan perusahaan kerap menerapkan harga yang tidak wajar di pasar. “Ketika pemerintah menerapkan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO), perusahaan Indonesia mestinya mendukung upaya ini, sebagai langkah perbaikan tata niaga. Sayangnya, kebijakan ini tidak dijalankan secara maksimal,” ungkap Darto.

Selama kebijakan pengendalian pasar tersebut berlaku justru terjadi kelangkaan minyak goreng di tingkat pengecer. Baik di pasar ritel moderen maupun tradisional. Padahal kebijakan ini didukung dengan pemberian subsidi kepada produsen minyak goreng melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Menyerah dengan kebijakan tersebut, pemerintah menyerahkan ke pelaku usaha untuk menetapkan harga berdasarkan nilai keekonomian. “Akibatnya sampai hari ini, kita merasakan harga minyak goreng yang sangat tinggi,” tambah Darto.

Saat ini, Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan empat tersangka terkait dugaan korupsi dalam perizinan ekspor CPO serta turunannya sepanjang Januari 2021 hingga Maret 2022.

Penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), diumumkan pada 19 April 2022, yakni mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, MP Tumanggor; GM bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau, Stanley MA.

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button