News

Perppu Cipta Kerja Tanpa Kegentingan Memaksa

Minggu, 01 Jan 2023 – 20:58 WIB

Img 5253 - inilah.com

Di Istana Negara Jakarta, Jumat (30/12/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat Indonesia untuk tetap memiliki kesadaran dalam mengantisipasi paparan COVID-19. (Foto: Antara)

Langkah Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada penghujung 2022 menuai kecaman. Pengumuman perppu dituding sengaja dilakukan jelang akhir tahun menghindari kegaduhan, dan celakanya lagi tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa.

Direktur LBH Jakarta Citra Referandum menyatakan perppu menjadi wewenang bersyarat dan tidak melekat kepada presiden selaku kepala negara maupun pemerintahan. Tidak adanya unsur kegentingan memaksa dalam menerbitkan perppu menggambarkan pemerintahan Jokowi mengabaikan putusan MK terkait UU Cipta Kerja sekaligus memaksakan produk perundang-undangan yang inkonstitusional.

“Penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 karena tidak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa dalam menjalankan kehidupan bernegara, serta merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja inkonstitusional,” kata Citra, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (1/1/2023).

Dia mengingatkan unsur kegentingan memaksa diatur dalam Pasal 22 UUD NRI 1945. Sedikitnya harus menunjukkan dua ciri umum, yaitu ada krisis yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak dan kemendesakan (emergency) lantaran terjadi situasi yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan atau pengaturan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu.

Dia menilai, pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, didampingi Menko Polhukam Mahfud MD dan Wamenkumham Eddy OS Hiariej ketika mengumumkan perppu lantaran mencermati situasi konflik Rusia-Ukraina, tidak tepat karena Indonesia jauh dari keadaan bahaya baik dalam aspek teritorial maupun sosial, ekonomi dan politik atas konflik kedua negara Eropa itu.

“Perppu ini sarat akan kepentingan pengusaha dan proses pembentukan undang-undang masih dapat dilaksanakan secara biasa atau normal sebagaimana syarat yang ditentukan ditentukan dalam Pasal 22 UUD NRI 1945 dan Putusan MK 138/PUU-VII/2009,” tuturnya.

Dia juga menyinggung bahwa MK memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional lantaran proses penyusunannya tidak melibatkan partisipasi publik. Adanya perppu ini sama saja dengan Jokowi melanggengkan praktik buruknya penyusunan legislasi. Apalagi hingga kini publik tidak diberi akses untuk melihat draf perppu.

“Presiden bertindak tidak menghiraukan isi putusan MK dan melanjutkan praktik buruk legislasi,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button