News

Penerbitan PKPU 10/2023 Dipertanyakan, Eks Komisioner KPU: Apa Ada Pesanan?

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2004-2007 Ramlan Surbakti mengkritik langkah KPU yang urung merivisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023). Ia menilai lembaga yang kini dipimpin oleh Hasyim Asy’ari itu sudah tidak profesional dalam menjalankan tugas.

Secara khusus ia mengkritisi soal keterwakilan perempuan dalam pemilu, yang termaktub dalam Pasal 8 PKPU 10/2023. Yang mana jika dalam pengitungan 30 persen jumlah bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan maka apabila ada dua angka desimal di belakang koma bernilai di atas 50 dibulatkan ke atas, sedangkan angka bernilai di bawa 50 dibulatkan ke bawah.

“Kalau KPU lembaga yang profesional, mengubah suatu kebijakan itu harus ada dasar kuat karena suatu kebijakan sudah diberlakukan, sementara undang-undangnya tidak diubah, peraturan pelaksanaannya kok diubah,” kata Ramlan dalam konferensi pers secara daring, diakses dari Jakarta, Minggu (21/5/2023).

Ramlan mempertanyakan apa landasan KPU melahirkan PKPU 10/2023. Menurutnya, perubahan yang dilakukan oleh KPU haruslah atas dasar evaluasi. Ia menjelaskan bahwa dalam perencanaan program pemilu, KPU memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan siklus dan pendekatan fokus.

Dalam pendekatan siklus, dilakukan selama perencanaan sebelum pemilu, pada saat pemilu dan setelah pemilu. Selain itu, dalam pendekatan siklus terdapat bagian akhir yang dinilainya sama seperti pascapemilu.

Lantas, Ramlan mempertanyakan apakah perubahan yang dilakukan KPU pada PKPU itu merupakan hasil evaluasi dari pemilu di tahun sebelumnya, yaitu pemilu 2019. “Nah atas dasar apa perubahan itu atau atas pesanan, ini harus dikemukakan oleh KPU,” ujarnya meragukan.

KPU seharusnya mengungkapkan apapun yang akan dilakukan lembaganya, baik itu perubahan ataupun hasil evaluasi penyelenggaraan pemilu, kepada seluruh masyarakat Indonesia.

“Nah hasil evaluasi berbunyi apa, kelebihan dan kekurangannya berbunyi apa, terus terus terang saja meskipun saya tidak tahu jawabannya saya tahu kalau kerja KPU,” ungkapnya.

Diketahui, keberadaan Pasal 8 PKPU 10/2023 sempat jadi polemik karena dianggap merugikan keterwakilan kaum perempuan. Derasnya protes, akhirnya membuat KPU bersama lembaga penyelenggara pemilu lainnya bersepakat untuk merevisi.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan KPU, Bawaslu dan DKPP sepakat melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, khususnya Pasal 8 ayat (2) setelah menggelar forum tiga pihak di Kantor DKPP RI, Jakarta, Selasa (9/5/2023) malam.

“Saat ini, Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur bahwa jika dalam penghitungan 30 persen bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan dengan dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah,” katanya di Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Ketiga lembaga penyelenggara pemilu itu sepakat untuk merevisi ketentuan tersebut menjadi pembulatan ke atas jika dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon anggota legislatif perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan.

Akan tetapi, Komisi II DPR memutuskan agar KPU tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu sebagaimana yang diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Dengan demikian, artinya usulan revisi PKPU 10/2023 ditolak.

Hal tersebut disampaikan, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR yang diikuti oleh KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).

“Komisi II DPR RI meminta KPU RI untuk tetap konsisten melaksanakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Tadi sudah sama-sama kita dengarkan, suaranya sama bahwa Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 itu tidak perlu ada perubahan, jadi kita tetap konsisten,” kata Doli.

Lebih lanjut Doli menegaskan, PKPU 10/2023 sejalan dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan menurutnya, keterwakilan perempuan minimal 30 persen sudah dipenuhi seluruh partai politik (parpol) yang mendaftarkan bakal calon legislatif (bacaleg).

Dia menjelaskan, berdasarkan data yang diterima Komisi II DPR, total keterwakilan perempuan capai 37,6 persen. “Data dari teman-teman komisioner saya total jumlah bakal calon legislatif mewakili perempuan jumlahnya 37,6 persen jadi sudah jauh di atas 30 persen,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button