Friday, 28 June 2024

Penyandang Disabilitas Peserta UTBK Diminta Copot ABD, Jadi Perhatian Kemenkumham

Penyandang Disabilitas Peserta UTBK Diminta Copot ABD, Jadi Perhatian Kemenkumham


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyoroti kasus peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) penyandang disabilitas yang diminta mencopot alat bantu dengar (ABD). Kasus tersebut menjadi perhatian khusus.

“Apa yang menimpa Naufal ini tentu menjadi perhatian kami untuk selanjutnya akan kami komunikasikan bersama Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), sehingga kejadian serupa tidak perlu terulang kembali,” ujar Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menanggapi kasus yang menimpa Naufal Athallah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (23/6/2024).

Dhahana mengaku sangat menyayangkan adanya peristiwa yang menimpa Naufal saat mengikuti UTBK pada 14 Mei 2024. Menurut dia, penggunaan ABD bukan dimaksudkan untuk bertindak curang dalam ujian seleksi masuk perguruan tinggi.

“Dapat kami sampaikan, pencopotan ABD Naufal tidak senapas dengan komitmen dan semangat pemerintah untuk mendorong pemenuhan serta penghormatan HAM bagi para penyandang disabilitas di dunia pendidikan Tanah Air,” ujarnya.

Terlebih, lanjut dia, Indonesia merupakan negara yang turut serta dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang wajib mendorong terlaksananya sistem pendidikan yang inklusif.

“Pelarangan penggunaan ABD membatasi akses penyandang disabilitas tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan yang setara dan inklusif,” tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan beragam regulasi, pemerintah terus berupaya secara berkesinambungan meningkatkan pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas.

Walaupun demikian, ia mengakui masih terdapat sejumlah tantangan secara teknis dalam mendorong pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas. Pasalnya, kata dia, pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas di sektor publik, termasuk di dunia pendidikan, tentu berkaitan dengan anggaran dan tingkat pemahaman terkait hak penyandang disabilitas.

Oleh sebab itu, pihaknya menilai apa yang menimpa Naufal menunjukkan masih adanya kalangan masyarakat yang belum dengan baik memahami pentingnya penghormatan HAM bagi penyandang disabilitas. Dengan begitu ia meyakini pentingnya menggencarkan diseminasi HAM terkait penyandang disabilitas kepada berbagai lapisan masyarakat, tidak terkecuali di dunia pendidikan.

“Langkah ini penting dilakukan agar berbagai elemen di dunia pendidikan termasuk penyelenggara UTBK dapat memiliki kesadaran yang lebih baik tentang pendidikan yang inklusif dan penghormatan hak-hak para penyandang disabilitas,” ujarnya, menekankan.

Lebih jauh dia menuturkan saat ini pihaknya sedang membangun kolaborasi bersama sejumlah sekolah dan pelajar SMA sederajat di Jakarta yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Pelajar Pecinta HAM (Koppeta HAM) dalam menggencarkan pemahaman HAM termasuk hak para penyandang disabilitas di kalangan remaja.

“Harapannya dengan memupuk kesadaran HAM sedari dini kita dapat mewujudkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi semua,” jelasnya.