Kanal

Penyakit Lupa Berat ala Nunun Daradjatun

Jumat, 05 Agu 2022 – 07:50 WIB

Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo, dikawal petugas saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (4/8/2022). (Foto Inilah.com)

Mungkin anda suka

Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo, dikawal petugas saat memenuhi panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Kamis (4/8/2022). (Foto Inilah.com)

Tahun 2011, Nunun Nurbaeti, istri bekas Wakapolri Adang Daradjatun, mengaku sakit lupa berat saat akan diperiksa KPK.

***

Kasus kematian Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo masih menemui jalan buntu. Meskipun Bareskrim Polri sudah menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan, dan dikenai pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP, kasus ini masih jauh dari terang-benderang. Penyidik dari tim khusus yang dipimpin Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono masih mencoba mengungkap kasus yang menyedot atensi publik ini. “Semua pihak yang diduga terkait masih terus diperiksa,” ujar Irjen Dedi Prasetyo.

Sayangnya saksi kunci kasus pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi, hingga kini belum menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Istri Irjen Ferdy Sambo itu dikabarkan masih ‘trauma dan terguncang hebat’. Sudah satu bulan dari peristiwa pembunuhan Brigadir J, Putri masih belum bisa diperiksa. Padahal dia menjadi saksi utama. Polisi sempat menyebut Brigadir J ditembak karena menodongkan pistol dan melecehkan Putri. Keterangan Putri sungguh diperlukan untuk mengungkap kasus ini.

***

Tahun 2010. Nunun Nurbaeti kabur keluar negeri saat akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Istri bekas Wakapolri Komjen Adang Dradjatun itu berbulan-bulan menghilang. Penyidik KPK meminta bantuan interpol untuk mencokok Nunun, tersangka kasus suap cek pelawat senilai 24 miliar dalam pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia. Nunun memulai pelariannya tanggal 23 Februari 2010, dengan alasan berobat ke Singapura. Dia diberitakan menderita lupa ingatan. Kabar sakitnya Nunun pun terus digemakan suaminya, mantan Wakapolri Adang Daradjatun. Bahkan, menurut Adang, saking parahnya penyakit tersebut, Nunun tak lagi dapat berjalan.

Ironisnya, bukti Nunun sakitnya tak pernah dapat dirilis. Bahkan, Nunun terus mangkir dalam empat kali sidang. KPK akhirnya mencium indikiasi kaburnya Nunun. Lembaga antikorupsi itu segera mengajak imigrasi untuk mencekal Nunun pada 24 Maret 2010, guna mempersempit ruang geraknya. Tak cuma itu, KPK pun turut bekerja sama dengan Interpol. Alhasil, dalam sekejap, Nunun pun diburu di 188 negara.

Pemburuan Nunun terus dilakukan. Kabar menyebutkan bahwa pergerakan Nunun terpantau di Thailand. “Beberapa waktu lalu, kami ke Thailand bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk bisa membawa Nunun pulang,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, ketika itu. Tetapi berdasarkan yuridiksi Thailand, pemulangan Nunun harus melalui proses persidangan. KPK mengikuti proses persidangan ekstradisi Nunun dan menang. Namun, bukan Nunun namanya jika tak licin. Sesaat jelang kemenangan pengadilan tersebut, Nunun kembali lenyap. Hingga akhirnya Nunun dicokok otoritas keamanan Thailand pada 8 November 2011.

Tapi KPK tak mudah dalam memeriksa Nunun. Dokter keluarga Adang Daradjatun, Andreas Hari, yang memeriksa Nunun di KPK mengatakan aspek lupa Nunun masih tampak, ditambah aspek emosionalnya yang sedang tak stabil. Andreas juga mengatakan sejak pertengahan tahun 2010 Nunun menderita amnesia menuju ke dimensia, semacam sakit lupa ingatan berat. Penyakit ingatan yang diidap Nunun tersebut menurut Andreas bersifat permanen. Dampak dari penyakitnya itu, menurut Andreas, ada kalanya Nunun bisa mengingat sesuatu, tapi sangat mungkin kliennya itu tidak mampu mengingat hal lain. Begitu pula ketika diajak ngobrol. “Nyambung juga, tidak semua (ingatannya) hilang. Kalau semuanya hilang kan mati namanya,” kata dia.

Setelah melalui perjalanan berliku, Nunun masuk ruang pengadilan. Berkali-kali dia menyatakan lupa saat ditanya Majelis Hakim. Jaksa menuntut Nunun empat tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 9 Mei 2012 menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan penjara terhadap Nunun Nurbaeti, terdakwa kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 (DGSBI 2004).

Nunun terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap ke sejumlah anggota DPR 1999-2004 terkait pemenangan Miranda S Goeltom sebagai DGSBI 2004. Selain hukuman penjara, Nunun diharuskan membayar denda Rp 150 juta yang dapat diganti kurungan tiga bulan. Nunun yang duduk di kursi terdakwa itu tampak tenang dan menunduk.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button