Kanal

Penobatan Charles III Cerminan Kolonialisme Bersarang di Negerinya Sendiri

Penobatan Charles III yang glamor seperti ingin menunjukkan keunggulan Inggris yang dikagumi sebagai sebuah kekuatan kekaisaran dunia. Namun di balik kemegahan itu ada fenomena mayoritas warganya yang semakin tidak peduli serta kontras dengan situasi ekonomi dan kemiskinan penduduk.

Menurut jajak pendapat baru-baru ini, lebih dari 70 persen warga Inggris di bawah usia 50 tahun acuh tak acuh terhadap penobatan. Meski begitu, 250 juta pound (US$315 juta) uang pembayar pajak disulap dan dibelanjakan bahkan ketika ribuan perawat, dokter, guru, dan pekerja publik penting lainnya telah diberitahu selama berbulan-bulan bahwa tidak ada uang di pundi-pundi untuk menawarkan mereka kenaikan gaji yang berarti.

Mereka, seperti warga Inggris lainnya, terhuyung-huyung di bawah kenaikan biaya hidup yang luar biasa karena inflasi mencapai 11 persen, tingkat tertinggi dalam 40 tahun. Saat gelombang pemogokan berlanjut di seluruh negeri, para ekonom terkemuka, dengan arogansi yang mencengangkan, menginstruksikan warga Inggris untuk tidak meminta kenaikan upah dan hanya ‘menerima keadaan mereka yang lebih buruk’.

Penggunaan bank makanan amal oleh pekerja telah melonjak dalam setahun terakhir dengan lebih dari 750 ribu pengguna pertama kali dan 3 juta paket makanan darurat didistribusikan. Pada tahun 2021, diperkirakan 20 persen bangsa ini hidup dalam kemiskinan dan standar hidup semakin turun sejak saat itu.

Semua ini terjadi di negara yang tetap menjadi salah satu negara terkaya di dunia. Jumlah miliarder di negara itu naik seperlima sejak pandemi, kekayaan gabungan mereka diperkirakan lebih dari 653 miliar pound (US$823 miliar) pada tahun 2022.

Charles, yang kekayaan pribadinya diperkirakan hanya di bawah 2 miliar pound (US$2,5 miliar) sementara monarki sekitar 28 miliar pound (US$35 miliar) tidak akan menghabiskan uangnya sendiri untuk penobatan apa pun sama seperti dia merampas pundi-pundi publik dari pajak warisan atas kekayaan besar yang ditinggalkan oleh Ratu Elizabeth II.

Bagaimana keberadaan kekayaan yang luar biasa dibandingkan dengan kenyataan yang semakin suram yang dihadapi oleh masyarakat. Belum lama ini, seorang pensiunan meninggal karena hipotermia karena dia khawatir tentang tagihan energi, sama seperti yang dihadapi semua rumah tangga di negara itu. Sementara itu, perusahaan energi telah melihat keuntungan mereka meningkat beberapa miliar. Berbagai seruan untuk mengurangi ketimpangan dengan menaikkan pajak bagi orang yang sangat kaya belum diindahkan bahkan ketika beban pembayar pajak lainnya telah meningkat.

Priyamvada Gopal pengajar Fakultas Bahasa Inggris di Universitas Cambridge, dalam sebuah tulisannya di Aljazeera mengungkapan, Istana yang berkilauan sepanjang Sabtu (6/5/2023) itu akan mencoba mengingatkan dunia tentang kondisi Britannia dalam kontes inklusif yang mencolok dibandingkan dengan warga lainnya yang berkulit hitam membawa benda-benda seremonial serta pemimpin agama dari tradisi agama besar yang menawarkan berkah.

“Tapi setelah terompet memudar dan kereta antik terakhir berdenting di atas batu besar istana, siang hari berubah menjadi suram dan mengungkapkan Inggris dengan kondisi ekonomi yang terus menyusut. Ada 3 juta anak kelaparan, harapan hidup yang lebih rendah, dan para pensiunan memilih antara makan dan menjaga diri mereka tetap hangat,” kata Priyamvada.

Layanan Kesehatan Nasional di negara itu yang sempat dikagumi dunia, berubah menjadi kehancuran yang sengaja ditimbulkan dengan kekurangan dana. Lihat saja kekurangan staf yang kronis dan lebih dari 7 juta orang berada dalam daftar tunggu untuk perawatan klinis spesialis atau pembedahan.

Jauh dari anomali, pemborosan penobatan yang tidak perlu ini justru mewakili dan bahkan memuliakan tatanan sosial yang secara moral tidak dapat dipertahankan di mana menjadi kaya berarti memiliki hak untuk memerintah dan menjadi lebih kaya.

‘Subjek’ tidak hanya menjadi semakin miskin dari hari ke hari tetapi juga dituntut untuk memberikan penghormatan yang penuh sukacita kepada sistem yang membuat mereka demikian. Seperti yang dicatat oleh anggota parlemen dari Partai Buruh Clive Lewis, salah satu dari sedikit politisi yang mengambil risiko menyuarakan kritik terhadap penobatan, dalam sebuah video baru-baru ini, jauh dari perekat sosial yang disebut-sebut, monarki adalah ‘lapisan berlapis emas yang membuat ketidaksetaraan mengerikan’.

Masih menurut Priyamvada, dalam pengertian itu, monarki Inggris bukanlah anakronisme kecuali dalam gaya. Di balik gaun bertatahkan dan helm berbulu terletak serangkaian perbedaan modern yang sempurna yang dipimpin oleh seorang raja miliarder dan ‘firma’-nya.

Penobatan ini telah menghidupkan kembali diskusi tentang Kerajaan Inggris dan monarki, fokusnya adalah pada berlian Koh-i-Noor dan jarahan asing berkilau lainnya di tangan kerajaan sebagai buah dari kolonialisme. Untuk beberapa waktu Inggris mampu membangun negara kesejahteraan dan menikmati kemakmuran yang lebih luas sebagai konsekuensi dari kekayaan yang dibawa pulang oleh Kerajaan Inggris.

Namun kini kolonialisme, sebagai tatanan ekonomi dan politik dari ketidaksetaraan ekstrim kini telah bersarang di Inggris sendiri. “Inggris saat ini terlihat seperti salah satu koloninya dulu: populasi yang semakin miskin terhuyung-huyung dari penjarahan reguler oleh perusahaan multinasional dan diperintah oleh tangan besi keturunan kaya dari kelas penguasa kekaisaran yang, seperti leluhur mereka, takut akan perlawanan,” katanya.

Komentator kerajaan Christopher Wilson mengatakan kepada Al Jazeera bahwa penobatan ini adalah untuk keuntungan para monarki di negara ini. “Ada banyak orang yang tidak mendukung keluarga kerajaan. Tetapi saya akan mengatakan bahwa jika Anda melihatnya secara persentase, ada lebih banyak orang yang senang dengan apa yang terjadi hari ini daripada yang tidak senang,” katanya.

Secara global, penobatan ini bisa menjadi keuntungan bagi Inggris, bukan hanya karena telah melihat upacara yang luar biasa ini, tetapi Charles sekarang dipandang sebagai orang yang ingin membuat semua masyarakat Inggris merasa setara. Namun dia harus tampil lebih modern dan itu semua tentu menjadi tantangan berat bagi sang raja baru.

Back to top button