News

Masa Jabatan Ketum Parpol Tak Perlu Dibatasi Guna Pertahankan Figur Kuat

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi menyebut bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memang sudah semestinya menolak gugatan perihal masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol).

“Karena Pasal 23 ayat (1) UU parpol (menyebutkan bahwa parpol) bersifat open legal policy. Di samping itu, soal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketum parpol tidak bertentangan dengan UUD NKRI 1945,” terang Viva dalam keterangan yang diterima inilah.com di Jakarta, Rabu (28/6/2023).

Ia pun membeberkan setidaknya tiga alasan utama terkait penolakan ini. “Pertama, posisi hukumnya berbeda, karena parpol berbeda dengan lembaga negara,” ujar Viva.

Parpol adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sipil secara sukarela atas dasar kesamaan ideologi, cita-cita, dan kehendak bersama untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Tak hanya itu, parpol juga merupakan organisasi berbadan hukum yang dikeluarkan oleh Menkumham atas nama negara.

“Kedua, partai politik sebagai organisasi masyarakat sipil harus diberi ruang kebebasan oleh negara, untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara demokratis,” katanya.

Sehingga, lanjut dia, negara, tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik. Lalu alasan ketiga, sambung Viva, karena figur yang kuat sangat dibutuhkan dalam parpol. “Di samping karena parpol itu bukan lembaga negara, setiap parpol tentu bercita-cita harus selalu menang pemilu,” tambah Viva.

Oleh karena itu, dia menegaskan, parpol harus dipimpin oleh figur yang kuat dan berintegritas, berwawasan futuristis dan demokratis, pejuang yang rela berkorban dan bertanggungjawab untuk kebesaran partai, serta dicintai oleh pengurus dan anggota partainya.

Selain itu, menurut Viva, jabatan ketum parpol dengan dalil Lord Acton terkait korupsi tidak berkorelasi secara signifikan atau tidak berbanding secara setara.

“Mengapa demikian? Pertama Dalil Lord Acton yang menyatakan ‘kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut itu korup seratus persen’. Ini berkaitan dan ditujukan kepada lembaga negara, bukan ke parpol,” terangnya.

“Kedua, parpol membiayai hidupnya sendiri. Ada subsidi negara kepada partai politik yang lolos parliamentary threshold 4 persen di DPR RI, yakni diberi subsidi Rp1.000/1 suara sah,” lanjut Viva.

Dari penelitian Perludem, subsidi tersebut dapat membantu partai hanya sebesar 0,03% dari kebutuhan biaya kehidupan partai politik per tahun. Kekurangan biaya adalah menjadi urusan dan beban yang harus dipikul oleh parpol sendiri.

“Justru karena kecilnya subsidi negara atas kebutuhan biaya parpol menyebabkan anggota parpol, yang berada di lembaga eksekutif dan legislatif acap kali terjerat kasus hukum, karena korupsi dengan dalih untuk membantu biaya partai politik,” jelas Viva.

“Oleh karena itu, jika subsidi negara masih sangat kecil, maka masa jabatan ketum parpol tidak usah dibatasi,” tambah dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button