Ototekno

Pengamat: Masifkan Penggunaan Bus Listrik Lebih Tepat Dibanding Subsidi

Rabu, 28 Des 2022 – 12:27 WIB

Bus Listrik G20 Bali

Bus listrik saat gelaran KTT G20 di Bali, Indonesia. Dokumentasi: Djoko Setijowarno.

Rencana pemerintah memberikan insentif atau subsidi kendaraan listrik menjadi sorotan. Sebab, subsidi ini dikhawatirkan menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan.

“Ada baiknya pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut yang menyesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia,” kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno kepada Inilah.com melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (27/12/2022).

Lebih lanjut Djoko menyampaikan, yang sungguh mengherankan dari kebijakan itu ialah subsidi tersebut rencananya juga akan menyasar usaha ojek daring. Padahal, menurut Djoko, sepeda motor listrik yang angkutan online gunakan tak memiliki pijakan dalam ekosistem transportasi di Indonesia.

“Terlebih lagi jika mengaitkannya dengan isu konversi energi akibat tingginya konsumsi BBM dan subsidi yang berpotensi terus membengkak,” tuturnya.

Djoko berpendapat, angkutan online terutama sepeda motor yang akan menjadi sasaran subsidi jika beralih ke kendaraan listrik, sesungguhnya tidak lebih membutuhkan subsidi ketimbang angkutan umum perkotaan yang berbasis bus atau rel. “Apalagi sepeda motor tidak menjadi bagian dari angkutan umum. Tetapi lebih tepat sebagai angkutan lingkungan,” terangnya.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat ini lebih yakin jika pemerintah mengalokasikan subsidi tersebut untuk pembelian bus listrik alias angkutan umum. Bagi Djoko, hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan.

“Dominasi kendaraan pribadi dapat berkurang jika memberi subsidi ke kendaraan umum. Macet, polusi dan kecelakaan pun akan teratasi sekaligus,” jelasnya.

Pendapatnya merujuk pada data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) yang Korlantas Polri rilis pada tahun 2020. Di mana, 80 persen kecelakaan didominasi oleh sepeda motor. Sedangkan sisanya, yakni 8 persen angkutan barang, 6 persen bus, 2 persen mobil pribadi, dan 4 persen lain-lain.

Alternatif Jika Tak Beli Bus Listrik

Kalaupun pemerintah ingin tetap memberi subsidi bagi pembelian kendaraan listrik secara pribadi, Djoko mengingatkan agar pemerintah mengalokasikan subsidi kendaraan listrik itu untuk daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) dan kepulauan. Sebab, daerah-daerah tersebut sulit mendapatkan bahan bakar minyak (BBM).

“Daripada menambah BBM dengan ongkos angkut yang mahal. Memberikan insentif untuk mendapatkan kendaraan listrik dirasa lebih menghemat anggaran negara, terutama di daerah-daerah tadi,” bebernya.

“Dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di daerah 3 T, nantinya bisa berfokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia. Sembari menyuplai bahan bakar untuk pembangkit listrik di daerah tersebut secukupnya. Infrastruktur listrik juga perlu perbaikan, sehingga ekosistem akan terbangun dan ketergantungan BBM bisa dikurangi,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan pemerintah masih menyusun formula pemberian insentif atau subsidi untuk kendaraan listrik. Sebab, nantinya pemerintah akan memberikan insentif ini bukan hanya mobil dan sepeda motor saja, tetapi juga untuk bus listrik serta kendaraan hybrid.

“Yang pasti kebijakan pemberian insentif bagi pembelian mobil, dan atau motor, dan atau bus listrik itu kita ambil untuk mendorong pengembangan industri berbasis listrik di Indonesia,” kata Agus di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button