Untuk menumbuhkan perekonomian nasional 8 persen sesuai target Presiden Prabowo Subianto, perlu ditopang investasi yang super jumbo. Sayangnya, ada kendala untuk menyedot masuknya investor yang nilainya jumbo.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani dengan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina, Handi Risza punya angka yang sama yakni di atas Rp13 triliun.
Menteri Rosan mengatakan, pemerintah butuh investasi riil sebesar Rp13.302 triliun pada 2025-2029 demi meraih pertumbuhan ekonomi 8 persen. Dia meyakini, realisasi investasi bakal meningkat dalam lima tahun ke depan.
Pada 2025, kata mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS) ini, target investasi yang sudah dicanangkan pemerintah mencapai Rp1.905 triliun. Pada 2024, realisasi investasi mencapai Rp1.650 triliun.
“Harapannya, investasi yang masuk Indonesia bisa menciptakan lapangan kerja yang berkualitas. Bisa menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, terutama mencapai 8 persen pada 2029,” kata Menteri Rosan, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Pada tahun kelima atau 2029, kata Menteri Rosan, pemerintah menargetkan realisasi investasi mencapai Rp3.414 triliun. Sebelumnya, realisasi investasi ditargetkan naik secara bertahap dari 2026 sebesar Rp2.280 triliun, naik ke Rp2.684 triliun pada 2027 dan Rp3.116 triliun pada 2028. Total jenderal nyaris Rp13.400 triliun.
“Sehingga pada 2029, investasi yang diharapkan nanti masuk itu, mencapai pertumbuhan 8 persen yakni sebesar Rp3.414 triliun,” ucap mantan Ketum Kadin Indonesia itu.
Sedangkan Handi menghitung, Indonesia membutuhkan investasi masuk sebesar Rp13.528 triliun dalam lima tahun demi merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Konsekuensinya, investasi tahunan harus naik 11-19 persen, jauh di atas rata-rata saat ini yang hanya 5-6 persen.
“Investasi ini merupakan salah satu instrumen penting yang harus didorong oleh pemerintah dalam rangka untuk mempercepat, melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi kita dalam jangka menengah dan jangka panjang satu periode lima tahun dengan cara meningkatkan kapasitas produksi kita,” kata Handi.
Berdasarkan data Kementerian Investasi, realisasi investasi di Indonesia pada kuartal III-2024 mencapai Rp1.261,43 triliun, atau 76,45 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp1.650 triliun.
Namun, Handi menyoroti Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang saat ini masih cenderung tinggi, yakni di atas 6. ICOR merupakan ukuran yang menunjukkan efisiensi suatu negara memanfaatkan modal dalam menghasilkan barang dan jasa, agar mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, ICOR perlu ditekan lagi hingga di level 3-4.
Saat ini, kata Handi, ICOR Indonesia masih kurang kompetitif dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya yang rata-rata berhasil menekan ICOR di level 3-4. “Vietnam, misalnya, itu sudah 4 ya, apalagi kita bandingkan dengan Malaysia, Thailand, bahkan Singapura ya, itu mungkin jauh lebih efisien lagi mereka. Angka ICOR bisa digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonominya,” ujarnya lagi.
Guna menurunkan ICOR, pemerintah harus menciptakan kebijakan yang ramah investasi, transparansi birokrasi, serta peningkatan kapasitas produksi nasional. Tanpa langkah nyata untuk memperbaiki iklim investasi, target pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya menjadi ‘omon-omon’ saja.
“Ini sudah mendekati 100 hari ya, Januari nanti tanggal 20 sudah 100 hari pemerintahan Pak Prabowo. Ini juga saya belum melihat belum ada langkah-langkah nyata,” pungkasnya.