News

Pembahasan Lanjutan RKHUP, DPR Dorong Perubahan Pasal-Pasal Antidemokrasi

Kamis, 24 Nov 2022 – 12:04 WIB

Img 20220822 101202 - inilah.com

Suasana rapat Komisi III DPR dengan sejumlah lembaga terkait penanganan kasus pembunuhan Brigadir J di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/8/2022). (Foto: Inilah.com/Diana Risky).

Pembahasan soal Rancangan Kitab Undangan-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali digelar Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada Kamis (24/11/2022). Agenda rapat kali ini akan bahas lebih lanjut soal sejumlah pasal yang termaktub dalam RKUHP, dianggap mengancam demokrasi di Indonesia.

Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari mengungkapkan, beberapa pasal yang diduga akan mengancam demokrasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan persoalan makar, penyerangan martabat presiden, penghinaan lembaga negara, hingga kekuasaan umum.

“Selain pasal-pasal yang mengancam demokrasi tersebut, beberapa pasal lain juga akan dikritisi seperti soal pengaturan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana. Dan pasal lainnya yang perlu diperbaiki agar dapat memberikan kepastian hukum, jaminan perlindungan HAM, dan pemenuhan asas-asas hukum pidana,” terangnya, Kamis (24/11/2022).

Taufik menyatakan,sejauh ini sudah terdapat perkembangan yang baik, dan perubahan akan pasal-pasal tersebut juga memiliki dorongan yang kuat dari berbagai pihak. “Karena keputusan ada di dua pihak, DPR dan Pemerintah, tentu harapannya Pemerintah dapat menyetujui usulan ini demi mewujudkan RKUHP yang demokratis,” tegasnya.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, muatan-muatan pasal antidemokrasi masih dipaksakan merujuk pada kesimpulan rapat sebelumnya. Pandangannya, RKUHP yang akan disahkan dalam waktu dekat ini masih disusun berdasarkan paradigma hukum yang menindas serta diskriminatif.

Apabila masih dipaksa untuk disahkan, sambung dia, paradigma hukum tersebut akan memunculkan satu masalah besar, yakni ancaman over-kriminalisasi kepada rakyat. “Persoalan serius yang menjadi sorotan utama adalah RKUHP dapat menjadi instrumen yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil,” kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/11/2022).

Lebih lanjut dijelaskan, ada beberapa pasal dalam RKUHP yang dianggap ancaman yang dapat digunakan untuk membungkam suara-suara kritis rakyat terhadap penyelenggaraan negara. Contohnya, kata Isnur, sal terhadap penghinaan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220), pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351).

Selain itu, tutur dia, asal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256). “Pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan secara serampangan, mengingat rendahnya etika pejabat negara saat ini. Terutama, karena lebih sering memprioritaskan kepentingan oligarki, ketimbang kepentingan publik,” kata dia.

Bagi YLBHI dan 18 LBH kantor, pemaksaan pasal-pasal anti demokrasi tersebut bertentangan dengan tujuan politik-hukum pemidanaan yang ditetapkan. Pemerintah dan DPR dalam hal ini selalu beragumentasi bahwa RKUHP hadir untuk mendekolonialisasi KUHP yang merupakan warisan kolonial.

“Maka jauh panggang dari api, sah kita menyebut RKUHP sebagai produk hukum yang justru linear dengan politik-hukum pemerintahan kolonial di masa lampau. Alih-alih mendekolonialisasi, RKUHP justru merekolonialisasi politik hukum pemidanaan Indonesia,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button