Arena

Pelajaran Suri Teladan dari The Daddies di Kejuaraan Dunia BWF 2022

Pasangan Ganda Putra Indonesia Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan tak dapat menambah tiga gelar juara dunia karena kalah di final pada tahun ini. Meski demikian, ‘The Daddies” julukan yang tersemat pada keduanya sangat cocok memperlihatkan teladan yang bisa ditiru para penerus mereka di Tanah Air.

Dalam persaingan dengan pemain-pemain yang lebih muda, pemain berusia 38 dan 35 tahun itu masih bisa menembus laga puncak. Tahun ini, mereka pun tampil pada final ajang prestisius lain, All England.

Dalam final di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Jepang, Minggu (28/8/2022), Hendra/Ahsan kalah dari Aaron Chia/Soh Wooi Yik, 19-21, 14-21. Ini menjadi gelar juara dunia yang pertama bagi Malaysia sejak Kejuaraan Dunia digelar pada 1977.

Di antara 15 wakil Indonesia dalam Kejuaraan Dunia ke-27, Hendra/Ahsan mendapat hasil terbaik. Mereka menjadi satu-satunya pemain “Merah Putih” yang tampil dalam laga puncak. Ganda peringkat ketiga dunia itu, bahkan, unggul atas “adik” mereka, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, pada semifinal.

The Daddies pun tetap memiliki statistik menakjubkan pada Kejuaraan Dunia. Sebelum kalah dari Chia/Soh, mereka tak terkalahkan setiap kali berpartisipasi.

Saling mendukung

Sebanyak 15 kemenangan sebelum tampil di Tokyo menghasilkan tiga gelar juara, pada 2013, 2015, dan 2019. Hendra/Ahsan hanya tertinggal satu gelar dari mantan pebulu tangkis China, Fu Hai Feng/Cai Yun, sebagai ganda putra dengan gelar juara dunia terbanyak.

Hendra, bahkan, empat kali menjadi juara dunia dan menjadi pebulu tangkis Indonesia dengan titel juara dunia terbanyak, sama seperti yang Liliyana Natsir capai. Gelar pertama Hendra dari Kejuaraan Dunia 2007 di Kuala Lumpur, Malaysia, bersama Markis Kido. Rentang 15 tahun antara final di Kuala Lumpur dan Tokyo ini bahkan mengesankan oleh para komentator dari BWF, Gillian Clark dan Steen Pedersen.

Ketika para wartawan bertanya tentang kunci yang membuat masih bisa bersaing pada level top dunia dalam usia 38 tahun, Hendra menjawab, “Kan ada Ahsan. Dia membantu saya”.

Hendra mungkin bergurau ketika menjawab pertanyaan itu, karena dia mengatakannya sambil tertawa. Akan tetapi, apa yang Ahsan katakan itu menjadi faktor kunci ketika bermain pada nomor ganda. Pemain ganda harus saling mendukung dalam berbagai kondisi.

Mereka menunjukkan sikap itu berkali-kali ketika menghadapi situasi sulit. Saat menjuarai All England 2019, Ahsan bekerja keras menutup area lapangan yang ditinggalkan Hendra karena partnernya itu mengalami cedera betis kanan sejak semifinal. Dia, bahkan, berjalan pincang akibat kesakitan.

Kondisi berkebalikan terjadi pada All England 2022, Ahsan bermain dengan cedera pada kedua betis. Namun, semangat Ahsan serta dukungan Hendra membuat mereka bisa mengalahkan kendala itu.

The Daddies, bahkan, menjadi penentu terjadinya final ganda putra sesama Indonesia, setelah mengalahkan He Ji Ting/Tan Qiang pada semifinal. Mereka mati-matian menjadikan Indonesia juara karena tiket semifinal lain Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri dan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Bagas/Maulana mengalahkan ganda putra nomor satu dunia itu, lalu menjadi juara dengan kemenangan atas Hendra/Ahsan.

Dedikasi, cinta dan kerja keras

Cinta pada bidang yang keduanya jalani, dedikasi, dan kerja keras menjadi kunci panjangnya perjalanan Hendra/Ahsan dalam persaingan papan atas ganda putra. Kecintaan pada apa yang ia lakukan itu menjadi motivasi ayah dengan, masing-masing, tiga anak itu untuk tetap berkompetisi.

Dedikasi dan kerja keras ditunjukkan dengan latihan keras, sesuai usia dan kebutuhan mereka, setiap hari. Para istri mereka dan pelatih ganda putra pelatnas Herry Iman Pierngadi mengatakan, Hendra/Ahsan tetap berlatih setiap hari bersama rekan-rekan muda mereka di pelatnas Cipayung.

“Status mereka memang pemain sparring di pelatnas, tetapi tetap latihan setiap hari. Mereka sangat disiplin, bertanggung jawab, dan pekerja keras. Benar-benar menjadi contoh bagi pemain muda,” tutur Herry.

Sikap sportif terhadap lawan, juga, menjadi karakter lain. Hendra/Ahsan menghampiri ke lapangan lawan untuk mengucapkan selamat dan memeluk Chia/Soh. Rasa bangga, juga, Bagas/Fikri sampaikan saat menjuarai All England meski dengan cara mengalahkan mereka.

Setelah Kejuaraan Dunia, Hendra/Ahsan bersama skuad Indonesia lain akan bertanding kembali dalam turnamen Jepang Terbuka, 30 Agustus-4 September, di Osaka. Mereka akan segera melupakan kekalahan pada Kejuaraan Dunia untuk bersaing pada turnamen level BWF World Tour Super 750 itu.

Mereka sangat disiplin, bertanggung jawab, dan pekerja keras. Benar-benar menjadi contoh bagi pemain muda.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button