News

Para Eksil di Dua Batalyon Muslim Penyokong Perjuangan Ukraina

Ada yang menarik dari sebuah video yang datang beredar dari medan perang Ukraina, akhir Maret lalu. Video yang diambil pasukan Ukraina  itu meliput pertempuran sengit yang terjadi—dikatakan—di sebelah barat ibu kota Kyiv. Rentetan peluru senapan mesin dan dentuman aneka bahan peledak dari kedua pihak, mewarnai video singkat tersebut.

Rob Lee, seorang ahli konflik dari King’s University yang memirsa video tersebut mengatakan, pasukan penyerang dalam video tersebut adalah orang-orang Chechnya. Namun lain dari para Chenchen pimpinan Ramzan Kadyrov yang sepenuhnya menjadi ‘Pak Turut’ bagi Rusia, para Muslim yang berjuang bahu membahu dengan para pejuang Ukraina di Kyiv itu justru melawan pasukan Beruang Merah. Mereka tergabung dalam Batalyon Syekh Mansur, sebuah unit perlawanan Muslim yang sebagian besar merupakan para sukarelawan.

“Atas nama Tuhan saya katakan, setidaknya 90 persen dari populasi Chechen berakar pada orang-orang Ukraina, yang kini menjadi sasaran genosida yang sama dengan apa yang orang-orang kami alami,”kata Muslim Cheberloevsky, komandan tentara dari batalyon Syekh Mansyur yang terjun ke medan perang Ukraina, awal Maret lalu. Mendukung perjuangan Ukraina, bagi orang-orang Chenchen sangat masuk akal. Makanya, begitu Rusia menyerang Ukraina, anggota pasukannya segera berkumpul dan masuk Ukraina.

“Orang-orang mana dalam sejarah umat manusia yang kehilangan hampir setengah dari populasi dalam perjuangan demi kebebasan dan kemerdekaan mereka?”kata dia, bertanya retoris. “Kami, orang-orang Chenchen yang dibinasakan Rusia.”

Rekan seperjuangan Muslim Cheberloevsky berbeda pasukan, Komandan Batalyon Dzhokar Dudayev, Adam Osmayev, yang datang ke Ukraina tiga hari setelah Rusia menginvasi, bicara lebih lantang. “Orang-orang Chechnya sejati, pasti membela Ukraina,”kata Adam.

Sebagaimana Muslim, Adam tinggal di luar Chechnya yang saat ini dikuasai keluarga Kadyrov, sang kolaborator. Dalam dua kali perang besar di akhir abad 20 dan awal abad 21, para pejuang Muslim Chechnya itu terusir keluar dari Republik Chechnya di Ichkeria oleh Rusia dengan bantuan keluarga Kadyrov yang berkhianat. Mereka menjadi eksil yang tinggal di negara-negara Eropa lain, menantikan pada suatu saat bisa kembali ke Tanah Air yang dicintai.

Sesegera tiba di Ukraina,  Adam dan pasukannya mengucap sumpah. “Kemenangan akan bersama kita, insya Allah. Kami akan merayakan kemenangan di Moskow, di Chechnya, di Krimea, dan di Sevastopol. Itu kehendak Allah,”kata dia.

Ini bukan kali pertama kedua batalyon itu berjuang bersama melawan Rusia. Terus melestarikan nama besar pejuang Muslim Chechnya, Batalyon Syekh Mansyur dan Batalyon Dzhokar Dudayev telah berperang melawan separatis dukungan Rusia dan pasukan reguler Rusia di Donbas sejak 2014.

Di Kyiv, mereka pula yang bersama pasukan Ukraina akhirnya bisa menghalau pasukan Rusia keluar dari kota-kota yang mereka duduki di awal perang. Rusia, sebagaimana diberitakan, selain di Mariupol kini memusatkan di dua wilayah yang dikuasai para separatis yang mereka dukung di wilayah timur Ukraina.

Bahkan sebuah media Eropa, OC Media, menyatakan bahwa relawan Kaukasia Utara tersebut tidak terbatas pada mereka yang berasal dari Chechnya. “Semua negara Kaukasus yang direbut Rusia, sekarang berperang di sini—baik itu Chechen, Ingush, Daghestanis, juga Ossetia,”tulis OC Media. “Tanah Air mereka diduduki, tetapi mereka belum meletakkan senjata dan terus melawan.”

Akhmed Gisaev, seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri Chechnya Ichkeria dalam pengasingan, mengatakan motivasi berjuang di Ukraina itu bagi orang-orang Chechnya sangatlah jelas.

“Kebebasan kami dilanggar Federasi Rusia dan kepemimpinan kriminal Rusia”, kata Gisaev. “Bagi orang-orang Chechen, perang ini melanjutkan perang melawan penjajah Rusia, dan kami hanya memiliki satu musuh—Rusia. Di Chechnya, di Ukraina, musuhnya sama, Rusia.”

***

Batalyon Syekh Mansyur, batalyon Dzhokar Dudayev. Kedua batalyon pejuang Muslim Cechnya tersebut memakai nama para pahlawan Muslim negaranya. Syekh Mansyur adalah pahlawan Chechnya di masa lampau, sementara Dzhokar Dudayev adalah pahlawan Chechnya era akhir abad 20, seangkatan dengan pemimpin Muslim Chechnya yang karismatis saat itu, Shamil Basayev.

Posisi Syekh Mansyur di Chechnya bisa disamakan dengan peran Tuanku Imam Bonjol di Indonesia. Dilahirkan di kota Aldi pada 2 Juni 1762, Mansyur muda menjalani pendidikan madrasah sebagai imam dan sufi tarekat aliran Naqsabandy. Pulang ke Aldi, ia menemukan banyak wilayah Chechnya sudah diduduki Rusia yang saat itu berada di bawah kepemimpinan Catherine yang Agung. Yang lebih membuatnya marah, perilaku orang-orang Rusia yang gemar mabuk-mabukan, telah hinggap pada orang-orang Chechnya yang Muslim.

Mulailah dirinya melancarkan pembaruan di masyarakat dengan cara memperbaiki akhlak. Merasa bahwa invasi Rusia juga membawa nilai-nilai yang merusak tatanan Islam, akhirnya Syekh Mansyur menyerukan jihad suci untuk memerangi mereka.

Dalam tahun-tahun awal, perjuangan Syekh Mansyur berjalan sukses. Berbagai pertempuran bisa ia menangkan.  Pada 1785 ia bahkan bisa menggerakkan para pejuang Muslim dari Dagestan melalui Kabardia, sejumlah sedikitnya 12 ribu orang. Namun, Syekh Mansur mengalami kekalahan ketika ia mencoba menyusup ke wilayah Rusia dan gagal merebut Benteng Kizlyar.

Setelah serangkaian perjuangan dan pengkhianatan, pada Juni 1791 Syekh Mansyur ditangkap tentara Rusia di benteng Ottoman, Anapa, di Laut Hitam. Ia sempat dibawa sebagai tawanan ke Saint Petersburg dan dipenjara seumur hidup. Pada April 1794, dalam usia 31 tahun, ia meninggal di Benteng Shlisselburg.

Tetapi kematian raga seorang pejuang memang tak pernah bisa membunuh semangatnya. Semangat Syekh Mansyur membela kebenaran, terus menyala di hati orang-orang Chechnya sejati.  Orang Chechnya yang mencintai dan senantiasa membela kebenaran, kalau kata Adam Osmayev. Itu yang membuat komandan Batalyon Dzhokar Dudayev itu bulat berjihad di Ukraina. [DSY/BBC/ OC Media]

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button