Market

Panggil Menteri Bahlil, DPR Siap ‘Kuliti’ Perizinan Proyek Meikarta Lippo Group

Jeritan konsumen Meikarta yang tak kunjung mendapatkan unit apartemen kendati sudah membayar lunas, menggugah DPR. Ada rencana mengusut soal perizinan proyek ikonik Lippo Group ini.

Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade terlihat geregetan dengan perilaku PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), selaku pengembang apartemen Meikarta.

Bukannya merespons keluhan konsumen Meikarta dengan mempercepat penyelesaian apartemen. Namun malah menggugat perdata Rp56 miliar kepada 18 konsumen Meikarta.

“Kami ingin menelusuri apakah perizinan Meikarta ini, lengkap atau sudah kedaluwarsa? Karena kami tahu kasus Meikarta ini adalah kasus sogok-menyogok perizinan, waktu itu kan dan sudah diproses KPK,” kata Andre di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Untuk membedah perizinan proyek Meikarta, Andre mendesak agar Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dipanggil. Pasalnya, perizinan Meikarta sempat tersandung perkra suap pada 2018.

“Kami akan menanyakan seluruh izin PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang apartemen Meikarta, kepada menteri Investasi/Kepala BKPM (Bahlil Lahadalia). Tentunya, Pak Menteri tahu persis seluruh izin yang ada,” kata politkus Gerindra ini.

Wajarlah bila Nadre curiga atas perizinan proyek Meikarta yang nilai investasinya sekitar Rp287 triliun itu. Pada 2018, KPK membongkar adanya praktik suap yang menyeret Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Jamaludin; Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Najor.

Kemudian, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.

Dari pihak swasta, KPK menangkap Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro yang dikenal sebagai orang kepercayaan pendiri Lippo group Mochtar Riady.

Bahkan, James Tjahaja Riady, CEO Lippo Group yang juga putra Mochtar Riady diperiksa KPK pada 30 Oktober 2018. Pasca kasus ini, proyek Meikarta mulai redup. Alhasil, konsumen mulai mengeluh karena apartemen tak kunjung rampung. Tower-tower apartemen yang terlanjur dibangun, sepi bak kota mati dipenuhi belukar.

Anggota Komisi VI DPR Daeng Muhammad mempertanyakan beban pajak (PPN) 10 persen yang ditanggung konsumen. Padahal, mereka belum menerima unit apartemen.

“Jangan ada kelompok oligarki atau konglomerat yang bisa sewenang-wenang terhadap masyarakat. Karena mungkin punya uang atau dekat dengan kekuasaan. Tugas DPR untuk menuntaskan masalah ini (Meikarta),” Daeng.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button