Market

Pakar: Gaduh Novotel Bukittinggi, Pemprov Sumbar Bisa Batalkan Kontrak

Terkait gaduhnya kerja sama bisnis berskema build over transfer (BOT) Hotel Novotel Bukittinggi antara Pemprov Sumatera Barat (Sumbar) dengan swasta, bisa saja dihentikan sebelum kontrak habis 2024. Namun, audit BPK perlu dikedepankan,

Pakar ekonomi dan investasi, Gede Sandra menilai, mendorong audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap investasi Pemda Sumbar berskema BOT dengan pihak swasta di Hotel Novotel Bukittinggi. Agar masalahnya menjadi terang benderang. “Setuju BPK turun tangan agar tidak selalu gaduh. Yang berdampak kepada iklim investasi di tanah air,” papar Gede, Jakarta, Rabu (9/2/2023).

Pandangan senada disampaikan Margarito Kamis, pakar hukum menyarankan langkah audit BPK untuk menelisik kerja sama Pemprov Sumbar dengan pihak swasta yang berskema BOT di Hotel Novotel Bukittinggi. “Pelibatan BPK malah jauh lebih bagus. Semuanya jadi terukur. Apapun hasilnya, semua pihak harus patuh atas hasil audit investigasi BPK,” kata Margarito.

Menurut dia, Pemprov Sumbar bisa saja tidak memperpanjang sisa kontrak dengan swasta yang mengelola aset daerah, dalam hal ini Hotel Novotel Bukittinggi. Syaratnya ada wanprestasi. Semisal, ada pembayaran yang tidak dipenuhi sesuai kesepakatan pengelola Novotel tersebut.

Asal tahu saja, kontrak pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi ini berakhir pada 2024. Diperpanjang pada Desember 2022. Seharusnya kontraknya habis pada 2020, diperpanjang 2 tahun akibat pandemi COVID-19. Sehingga total pengelolaannya menjadi 32 tahun.

“Begini, kalau pembayarannya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka secara hukum ada alasan untuk, bukan menyelidiki tetapi dapat dibatalkan oleh pihak Pemda,” jelas dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi 3 DPRD Sumatera Barat, Ali Tanjung mendorong agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas pengelolaan Hotel Novotel Bukittingi.

Dirinya mempertanyakan kerja sama BOT ini, lantaran selama 30 tahun merugi terus. Ketika DPRD memanggil pihak swasta, yakni Direktur PT Grahamas Citrawisata Dedi Sjahrir Panigoro, tidak mendapat respons yang positif.

Bahkan, dua panggilan resmi dari Komisi 3 DPRD Sumbar, Dedi Panigoro tidak pernah hadir memenuhi undangan DPRD Sumatera Barat.

“Dia sudah dua kali kita panggil. Dia ini kan sudah hampir 30 tahun kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membangun hotel menggunakan aset tanah Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Selama ini laporannya rugi terus, maka kita ingin dalami,” kata Ali.

Menurut dia, DPRD Sumatera Barat memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset Pemda Sumatera Barat. Karena, ada hal yang tidak masuk akal dalam kerja sama berskema BOT antara swasta dengan Pemprov Sumbar.

“Nilai aset yang dikelola itu besar, puluhan bahkan ratusan miliar. Sementara, selama ini, kontribusi kepada Pemda, menurut kita enggak masuk akal. Masa iya hanya Rp200 juta setahun. Sementara neraca kasih ke kita, omsetnya Rp30 miliar pada 2020. Jadi itu yang kita ingin dalami, apa masalahnya omset Rp30 miliar kok keuntungan hanya dapat segitu,” ujarnya.

Ali menyebutkan, DPRD Sumatera Barat mengalami kendala karena Dedi Panigoro tercatat dua kali mangkir. Herannya, Dedi hanya mengutus perwakilan untuk hadir dalam rapat dengan Komisi B DPRD Sumbar.

“(Panggilan) Pertama, dia tidak memberitahu tapi mengutus orang yaitu komisaris sama manajemen. Panggilan kedua kita sampaikan, tidak boleh diwakilkan karena manajemen lain tidak mempunyai kewenangan apa adanya. Berarti dia menutup-nutupi informasi namanya. Dia sebagai direktur harusnya mempunyai kewenangan segalanya memberikan informasi,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button