Monday, 01 July 2024

Nasib Pekerja, Ancaman PHK dan Kini Potongan Tapera

Nasib Pekerja, Ancaman PHK dan Kini Potongan Tapera


Peraturan baru ini membuat karyawan harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membayar iuran Tapera. Makin berat memang, karana pekerja selama ini sudah banyak mengalami potongan dari gaji tiap bulannya.

Jari telunjuknya terlihat mengusap-usap bibir gelas berisi kopi sasetan yang mulai mendingin. Tatapannya seperti bingung, kadang lelaki berseragam biru ini memperhatikan gelas kopi, kadang melirik temannya yang berada di sebelahnya. Sesekali ia seperti menerawang, tak memperhatikan yang ada di sekitarnya.

Lelaki itu bernama Maulana berusia 37 itu. Ia adalah karyawan sebuah perusahaan garment di kawasan industri di Pasar Kemis, Tangerang. “Biasa om pulang kerja, mumet,” ujarnya singkat, ketika ditemui usai pulang kerja di sebuah warung mie instan di kawasan Karawaci, Tangerang, kemarin.

Awalnya ia tak mau bercerita soal apa yang menjadi keresahannya. Namun lambat laun mulai terungkap biang ‘kemumetanya’ itu. “Baru gajian malah bingung, bingung banyak yang harus dibayar. Belum lagi sudah banyak potongan sana-sini, ditambah bayar utang cicilan. Ah mumet,” ujar ayah dari dua orang putri ini sambil meminta tidak ditulis nama perusahaan tempatnya bekerja.

Gajinya memang sudah sesuai UMR Kota Tangerang sekitar Rp4,7 juta, tapi itu belum mengalami banyak potongan termasuk cicilan motornya. Paling-paling ia menyisakan uang di ATM sekitar Rp3 jutaan untuk keperluan token listrik, cicilan motor, sewa kamar kontrakan, dan jajan anak sekolah sampai akhir bulan. Cukup? “Ya enggak lah mas, saya harus pinjam lagi, atau ngojek atau istri saya bantu jualan gorengan, kue-kue kalau ada pesanan,” tambahnya.

Ia juga tidak tahu lagi bagaimana nasibnya jika gaji setiap bulannya harus dipotong untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mulyana mengaku tidak begitu berminat mengambil perumahan atau ikut Tapera. Selain karena memberatkan dan ragu cicilannya bisa berwujud rumah, ia masih memiliki tanah milik orang tuanya di Serang yang bisa dibangun sebagai tempat tinggal untuk keluarganya kelak.

Hafis, 35 tahun, temannya yang duduk disebelahnya mengaku lebih beruntung, karena tidak perlu membayar biaya sewa kamar karena tinggal bersama mertuanya di perkampungan di belakang Perumahan Lippo Karawaci. Namun tetap saja biaya dapur, sekolah anak cukup menyedot pengeluarannya. Apalagi saat ini bahan kebutuhan pokok juga sudah sangat tinggi. “Berat mas, apalagi kalau dipotong lagi seperti tabungan perumahan (Tapera),” timpal Hafis.

tolak tapera
Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengikuti aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Aksi tersebut salah satunya menolak pogram Tapera. (ANTARA/Reno Esnir/nym)

Seperti diketahui, Pemerintah mewajibkan semua pekerja atau karyawan yang memiliki gaji minimal setara UMR jadi peserta Tapera seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024. Dengan menjadi peserta Tapera, pekerja mandiri akan dikenakan iuran wajib sebesar 3persen dari gajinya setiap bulan dan 2,5persen bagi pekerja swasta, ASN, TNI/Polri, BUMN. Adapun bagi pekerja yang gajinya di bawah upah minimum, tidak wajib.

Namun Mulyana dan Hafis masih beruntung, karena ternyata perusahaan tempatnya bekerja sudah mengurangi jumlah karyawannya. Sudah 20 persen karyawan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahaan katanya mengalami kesulitan keuangan. Rencananya masih akan ada pekerja yang akan di-PHK dalam beberapa bulan ke depan. Keduanya mengaku merasa terancam kehilangan pekerjaan.

Beberapa temannya yang bekerja di PT Panarub Industry, produsen sepatu untuk merek-merek terkenal seperti Adidas yang berlokasi di Tangerang termasuk di antara 1.400 karyawan yang telah mengalami PHK. Memang sektor persepatuan dan garment banyak mengalami kesulitan di tengah kondisi pasar dunia yang tidak pasti.

Sederet Potongan Gaji Buruh

Peraturan baru ini membuat karyawan harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membayar iuran Tapera. Makin berat memang, karana pekerja selama ini sudah banyak mengalami potongan dari gaji tiap bulannya. 

Misalnya potongan BPJS Kesehatan. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran untuk peserta pekerja penerima upah (PPU) di BUMN, BUMD, dan Swasta sebesar 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Pemotongan tersebut dilakukan dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.

Ada juga potongan Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua. Besaran iuran yang harus dibayar yakni 5,7 persen dengan pembagian 3,7 persen perusahaan dan 2persen pekerja dari upah per bulan. Selanjutnya, ada potongan iuran BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiunan. Besarannya yakni 3persen, sebanyak 1persen karyawan yang menanggung sementara 2persen-nya akan dibayar oleh pemberi kerja.

Masih ada lagi potongan berikutnya yakni iuran BPJS Ketenagakerjaan JKK dan Jaminan Kematian. Besaran iurannya disesuaikan dengan tingkat risiko dan diambil dari upah perbulan. Besarnya bervariasi  dari yang berisiko sangat rendah 0,24persen hingga risiko sangat tinggi 1,74persen. Sementara untuk besaran iuran Jaminan Kematian adalah 0,3persen dari upah perbulan.

Demonstrasi buruh menolak kebijakan Tapera
Demonstrasi buruh menolak kebijakan Tapera. (Foto:Buruh.co)

Potongan lain adalah Pajak Penghasilan (PPh 21) kepada subjek pajak berupa orang pribadi, badan, bentuk usaha tetap, dan warisan yang belum terbagi atas penghasilan yang diperoleh atau didapatkan. Tidak semua pekerja harus membayar pajak penghasilan ini. Sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dipertegas dalam PP Nomor 55 Tahun 2022, hanya pekerja yang memiliki penghasilan di atas batas Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu Rp 60 juta/tahun atau Rp 5 juta/bulan yang wajib membayar PPh.

Ada pula potongan yang diberlakukan apabila perusahaan mempunyai kontrak kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta. Jenis asuransi bisa macam-macam, misalnya asuransi kesehatan, jaminan pensiun, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan asuransi kecelakaan kerja. Besaran iuran juga tergantung pada kebijakan pemberi kerja atau perusahaan asuransinya.

Perusahaan juga mengeluarkan aturan potongan sesuai kebijakannya masing-masing. Misalnya potongan kehadiran yakni gaji dipotong apabila karyawan tidak masuk kerja tanpa keterangan. Biasanya juga karena telat hadir atau cepat pulang. Belum lagi potongan untuk iuran serikat pekerja yang bervariasi di setiap unitnya.

Selain itu terdapat juga potongan koperasi jika karyawan yang mengambil pinjaman. Karyawan biasanya juga harus membayar cicilan handphone, motor, rumah atau barang-barang lainnya. Nah, tak lama lagi berarti akan ada tambahan potongan gaji baru yakni Tapera. 

Tambah mumet pikiran buruh seperti Mulyana, Hafis dan lain-lainnya mendengar aturan baru ini. “Gak tahu lagi saya harus bagaimana? Untuk mencari pekerjaan sampingan juga sulit, ikut ojek online, badan sudah capek banget, lagian sekarang tidak begitu banyak orderan,” katanya.

Segelas kopi di hadapan Mulyana kini sudah tinggal ampasnya. Ia pun kembali merenung sambil bergumam lembut, “Duh nasib-nasib. Mudahan Allah memberi jalan untuk keluar dari kesulitan ini,” katanya sambil mengusap wajahnya dan pamit karena mendapat pesan dari istrinya untuk segera pulang.