Market

Namanya ‘Nyangkut’ di TPPU Rp189 Triliun, Heru Pambudi Jelaskan Begini

Bisa jadi, Heru Pambudi, eks Dirjen Bea Cukai yang sekarang menjabat Sekjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi tak enak makan, apalagi tidur. Lantaran namanya dikaitkan dugaan TPPU Rp189 triliun, hasil analisis PPATK.

Atas pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebutnya sabagai salah satu pihak yang menerima laporan PPATK pada 2017, Heru menyatakan begini.

Mungkin anda suka

Temuan PPATK tentang dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kemenkeu senilai Rp189 triliun itu, sudah ditindaklanjuti. Perkara itu ada kaitannya dengan impor emas yang menjadi ranah Bea Cukai. “Sudah ditindaklanjuti,” ujar Heru di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Sebelum 2017, menurut pria kelahiran Bondowoso, Jawa Timur itu, digelarlah rapat koordinasi berbentuk gelar perkara, membahas pengawasan komoditi emas. Kala itu, Heru menjabat Direktur Jenderal Bea Cukai.

Dia hadir dan mengisi absen, bersama Inspektur Jenderal Kemenkeu yang dijabat Sumiyati, bersama dua orang lainnya. “Di situ kita membahas mengenai apa penguatan yang perlu kita lakukan dalam bentuk gelar perkara, teknis sekali, untuk bisa menguatkan pengawasan kepada pemilik emas ini, baik impor maupun ekspor,” tutur Heru.

Hasil rapatnya, menurut Heru, dibentuklah tim teknis yang bertugas melakukan pendalaman pengawasan dan administrasi kepabeanan, pajak, serta adanya dugaan TPPU. “Jadi tidak ada, apa namanya. Sebenarnya, sama semua informasinya,” kata dia.

Mengingatkan saja, saat rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023), Menko Mahfud menduga adanya anak buah Sri Mulyani yang berupaya untuk memutus akses informasi. dugaan TPPU di Kemenkeu.

Pada 13 Maret 2023, Sri Mulyani menerima laporan dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana yang sebelumnya sudah memberikan data transaksi mencuriagan terkait impor mas pada 2017 senilai Rp189 triliun.

Diduga Mahfud, anak buah Sri Mulyani itu tidak memberikan laporan yang utuh terkait transaksi janggal serta dugaan TPPU. “Oh enggak ada bu, enggak pernah ada,” kata Mahfud.

Namun, ketika hal itu ditanyakan kepada Kepala PPATK, kata Mahfud, ternyata ada surat yang dimaksud. Kemudian baru dicari surat yang isinya menyebutkan dugaan TPPU. Di dalam surat tersebut ada yang sudah masuk pada 10 Juni 2009 sampai yang terakhir 11 Januari 2023, totalnya ada 300-an surat.

Ketika akhirnya sampai ke Sri Mulyani, menurut Mahfud, isi suratnya berbeda dengan yang dilaporkan PPATK. Nilai transaksi dugaan TPPU cukai dengan 15 entitas sebesar Rp 189 triliun, tapi pelaporannya menjadi pajak. Sehingga ketika diteliti, yang di dalam laporan disebut ada banyak perusahaan dan pajaknya kurang. Padahal itu merupakan pelaporan cukai.

“Apa itu? emas ya. Impor emas, batangan yang mahal-mahal itu tapi di dalam suratnya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah,” kata Mahfud.

Kemudian, Mahfud melanjutkan, pihak Bea Cukai mengatakan bahwa itu merupakan emas mentah yang dicetak di Surabaya. Kemudian dicari pabrik cetak emas itu di Surabaya, ternyata tidak ada. “Itu menyangkut uang miliaran, enggak diperiksa (oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu),” tutur dia.

Padahal laporan itu diberikan tahun 2017 oleh PPATK. Bahkan diberikannya tidak menggunakan surat, tapi data langsung oleh Kepala PPATK dan diterima oleh Kemenkeu yang diwakili Direktur Jenderal Bea Cukai, Inpektur Jenderal, dan dua orang lainnya.

“Nih serahkan, kenapa tidak pakai surat? Karena ini sensitif masalah besar. Dua tahun enggak muncul, tahun 2020 dikirim lagi, enggak sampai ke Bu Sri Mulyani. Sehingga bertanya ketika kami kasih itu. Dan dijelaskan tadi yang salah,” ucap Mahfud.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button