News

Harus Berapa Kali Lagi “Insiden Haji” Terjadi?

Insiden “tercecernya” ribuan jemaah haji Indonesia di jalanan Muzdalifah sampai terpingsan-pingsan membuat publik mempertanyakan profesionalisme pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji.  Belum akan ada penambahan personel pendamping meski jemaah lanjut usia kian mewarnai jemaah haji kita

Abdul Wachid mengaku seumur hidup tak akan bisa melupakan apa yang terjadi pada Rabu siang, 28 Juni lalu itu. Memang ia hanya dilaporkan, meski laporan langsung dari menit ke menit kejadian. Ia tak bisa membayangkan bagaimana hancur hatinya bila melihat sendiri. Saat itu ratusan, mungkin bahkan berbilang ribu manusia bergeletakan di pinggir jalanan Muzdalifah, terbakar teriknya matahari Arab.

Hampir semua perut mereka–sebagian di antaranya para lanjut usia–kosong. Mereka kelaparan, sejak pagi belum ditengok pakan sarapan. Beberapa bahkan tak sempat makan dari malam sebelumnya. Sementara air minum pun pas-pasan. Bus yang telah sekian jam ditunggu untuk membawa mereka ke Mina, hingga siang itu tak juga tampak mendekat.

“Kondisi mereka memprihatinkan, belum sarapan pagi, tidak ada air. Para jemaah minum air mineral sisa,”kata anggota Tim Pengawas Haji DPR RI itu dalam keterangan resmi yang ia berikan beberapa waktu lalu. Saat itu, kata Wachid, kondisi yang ada membuatnya tergetar. “Saya dilapori, beberapa jemaah pingsan kekurangan air. Bus belum juga datang. Kasihan…”

Orang-orang itu bukan pengungsi Rohingya di kamp-kamp alakadarnya. Mereka jemaah haji Indonesia, yang di antaranya ada yang membayar ratusan juta bila kata “plus” tertempel pada jenis ONH mereka. Mereka keleleran di pinggiran jalan Muzdalifah, daerah padang terbuka antara Mekkah dan Mina, menanti kendaraan pengangkut yang tak kunjung tiba. Bukan sejam-dua, tapi nyaris seharian. Diperkirakan suhu di tempat yang juga disebut Masy’aril Haram itu tengah panas-panasnya.

“Mohon doanya, ribuan jemaah tertunda di Muzdalifah sejak malam sampai menjelang dzuhur. Mereka kehausan dan kelaparan,”kata anggota Tim Pengawas Ibadah Haji DPR RI, Maman Imanulhaq, dalam pesan tertulis yang ia sebar kepada para wartawan, saat itu. Dengan kemudahan teknologi, segera berseliweran di grup-grup WA foto-foto kondisi jemaah haji yang terlantar. Tak sedikit yang sampai tergeletak lemas akibat sengatan terik matahari dan kurangnya makanan dan air minum. “Suhunya 42 derajat celsius, membuat mereka tergeletak lemas,” kata Maman.

Jemaah Haji Di Mina Menunggu Kiriman Makanan Foto Antara - inilah.com
Kondisi jemaah haji di Mina, saat sedang menunggu kiriman makanan (Foto: Antara).

Muzdalifah adalah area padang terbuka,  tempat jemaah haji diperintahkan untuk singgah dan bermalam setelah bertolak dari Arafah. Muzdalifah terletak di antara Ma’zamain–dua jalan yang memisahkan dua gunung yang saling berhadapan–Arafah dan Lembah Muhassir. Luasnya sekitar 12,5 km persegi, dengan rambu-rambu pembatas yang menentukan batas awal dan akhir lokasi tersebut.

Dalam rangkaian ibadah haji, setelah melaksanakan wukuf di Arafah, jemaah haji bergerak menuju Muzdalifah sesaat setelah terbenamnya matahari. Di Muzdalifah itulah jemaah haji melaksanakan salat Maghrib dan Isya secara jama-qashar (digabung plus disingkat). Beberapa ada yang bermalam di sana hingga waktu fajar. Beberapa lainnya meyakini bahwa melintas pun sudah memenuhi ketentuan. Di Muzdalifah ini pula jemaah haji mengumpulkan batu kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah.

Bermalam atau melintas di Muzdalifah hukumnya wajib dalam haji, dengan sanksi membayar dam (denda) bila ditinggalkan. Sunnah Nabi Muhammad menegaskan untuk bermalam hingga memasuki waktu salat Subuh, kemudian berhenti sampai fajar menguning. Umumnya, usai salat Subuh para jemaah haji meninggalkan Muzdalifah, berangkat menuju ke Mina. Sejak subuh itulah para jemaah haji Indonesia yang keleleran itu menunggu bus.

Tentu saja insiden itu menggegerkan Tanah Air. Maman, anggota Komisi VIII sekaligus Tim Pengawas Ibadah Haji DPR RI, mempertayakan profesionalisme pemerintah yang justru terlihat panik menghadapi insiden tersebut. Maman lebih lanjut menuntut Kementerian Agama memiliki semacam simulasi strategi kedaruratan untuk menghadapi berbagai situasi dalam pelaksanaan ibadah haji 2023. “Sebab, kemungkinan terjadi sesuatu hal di luar yang sudah direncanakan. Pasalnya, pada insiden di Muzdalifah kemarin, terlihat Kemenag panik terhadap kondisi tersebut,” kata Maman, pada sebuah konferensi pers di Mekkah, Arab Saudi, beberapa hari setelah insiden tersebut.

Ia menunjuk, walau perencanaan telah dibuat sedemikian detil dengan pengalaman puluhan hingga ratusan tahun, insiden bisa saja terjadi. “Kita tidak tahu kan, pernah ada tragedi terjadi di Mina atau pun di Kakbah ketika peristiwa jatuhnya crane. Sekarang tahun ini justru di Muzdalifah,”kata Maman.

Img 20220623 Wa0077 - inilah.com
Jemaah Haji Indonesia ketika menunggu antrean di Bandara Jeddah, Arab Saudi. (Foto:Kemenag)

Maman benar. Bukan sekali dua insiden yang bahkan membawa korban terjadi saat pelaksanaan haji. Mulai dari tragedi di Mina, 1 Februari 2004, yang menewaskan 251 orang, 54 orang di antaranya berasal dari Indonesia; kebakaran hebat 12 Desember 1975 di Mina yang menghanguskan ratusan ribu tenda dan menewaskan 188 orang, dua orang WNI; kebakaran 25 Desember 1977 di dekat Masjidil Haram yang menewaskan 12 jemaah Indonesia; insiden pendudukan masjidil Haram, 21 November 1979 yang menewaskan di antaranya tiga orang Indonesia; kerusuhan di Mekkah 1 Agustus 1987 antara polisi Arab Saudi dengan jemaah Iran yang menewaskan 402 orang; musibah terowongan Terowongan Al Mualisin, Haratul Lisan, Mina, 2 Juli 1990 yang menewaskan 1.426 orang, termasuk 643 orang Indonesia; tragedi 23 Mei 1994, saat 270 jemaah tewas saat melempar jumrah; musibah 5 Maret 2001 di Mina yang menyebabkan 35 orang, empat di antaranya jemaah Indonesia tewas; musibah 1 Februari 2004 yang menewaskan 54 jemaah haji Indonesia dari 251 orang lainnya, dan sekian banyak lagi insiden lainnya.

Pada insiden 1 Februari 2004 itu, Ahmad Syafii Maarif (saat ini telah meninggal), ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah kala itu, menilai kematian massal jemaah haji yang sering terjadi itu merupakan  imbas dari komersialisasi ibadah yang dilakukan pengelola ibadah haji di Arab Saudi maupun di Indonesia. Syafii saat itu menilai hal itu lebih disebabkan keteledoran pengelola haji. Ia menilai pihak yang berwenang tidak memiliki manajemen yang baik dan justru sering mencari kambing hitam.

Itu pula yang dilihat Maman saat ini. Menurut Maman, ada hal yang justru tidak pernah terpikirkan oleh Kementerian Agama, sehingga ketika hal itu terjadi, yang muncul adalah kepanikan. “Betul-betul kelihatan panik,” kata Maman. Yang alpa itu menurutnya adalah strategi kedaruratan.

Menurut Maman, tidak terlihat adanya sistem yang dibangun oleh Kemenag untuk menghadapi kedaruratan seperti insiden di Muzdalifah pada musim haji tahun ini. Dengan demikian, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai Kemenag juga tidak punya strategi khusus untuk menghadapi masalah-masalah yang kemungkinan terjadi di sana. “Kondisi seperti ini tidak pernah terjadi di Muzdalifah. Biasanya paling macet itu cuma harus kita tunggu satu-dua jam, masih wajar saja. Tetapi kondisi kemarin itu kan lebih dari 10 jam,” kata dia.

Ia meminta Kemenag memikirkan strategi kedaruratan tersebut, dari satu lokasi ke lokasi lain, untuk menghindari penumpukan jemaah seperti di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. “Itu harus betul-betul menjadi pemikiran yang lebih sistematis dan bisa dilakukan cepat. Ini menyangkut nyawa manusia,” kata Maman, tegas.

Sejatinya, DPR RI sendiri pada 2018 lalu sudah memberikan evaluasi terkait pelaksanaan ibadah haji. Melalui Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI (saat itu), Ace Hasan Syadzily, DPR mengatakan ada empat bahan evaluasi DPR terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun 2018  yang dilaksanakan Kemenag. Saat itu Ace mengatakan, kendati penyelenggaraan haji tahun itu mendapat penilaian memuaskan dari Badan Pusat Statistik (BPS), Komisi VIII menilai ada beberapa hal yang patut dievaluasi. Empat hal tersebut mencakup aspek akomodasi, dengan masih ditemukannya hunian jemaah yang masih berada di bawah standar.

Yang kedua adalah aspek transportasi. Saat itu Ace mengatakan,  DPR masih menemukan bis shalawat dari Kemenag, yang seharusnya diprioritaskan untuk jemaah dari Indonesia, ternyata banyak digunakan jemaah negara lain. “Yang ketiga, dari segi konsumsi, tiga hari sebelum pelaksanaan haji, justru tak ada makanan. Padahal itu penting untuk stamina,” kata Ace. Sementara yang keempat, DPR meminta Kemenag untuk meningkatkan kualitas tenaga haji. Menurut Ace, petugas haji dari sejumlah daerah banyak didominasi orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kepala daerah. “Jadi bukan karena mereka betul-betul memiliki kompetensi kemampuan untuk melakukan bimbingan pada jemaah,” kata dia.

Kondisi Jemaah Haji Khusus Terlantar Tidur Depan Toilet Foto Twitter @syaltout - inilah.com
Kondisi jemaah haji khusus yang terlantar, terpaksa tidur di depan toilet (Foto: Twitter @syaltout).

Adapun tentang “insiden Muzdalifah” yang baru-baru ini terjadi, pihak Kemenag punya jawaban sendiri. Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Subhan Cholid, menjelaskan tak adanya pasokan makanan dan minuman di Muzdalifah itu karena prosesi itu hanya “melintas satu setengah malam”.

“Kami bekali jemaah itu konsumsi ketika masih di Arafah. Jadi membawa bekalnya itu dari Arafah. Sehingga jemaah itu sudah membawa bekal masing-masing dari Arafah menuju ke Muzdalifah. Nah hari ini memang ada keterlambatan angkutan di Muzdalifah, yang mestinya pagi-pagi jemaah itu sudah berada di Mina dan langsung diberikan sarapan di Mina,” kata Subhan,  panjang.

Sementara soal keterlambatan penjemputan yang membuat jemaah terlantar, di hari kejadian pun Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, menjelaskan langsung di Muzdalifah. Menurut Hilman, penyebab jemaah lambat terangkut bus Taraddudi menuju Mina itu adalah kemacetan. “Jalur Taraddudi sejak pagi dipadati bus yang mengantar-jemput jemaah. Di tambah banyak jemaah yang memilih berjalan kaki, kondisi ini menghambat pergerakan bus,” kata Hilman, yang juga ketua PPIH itu.

Ia menunjuk masalah lainnya, yakni jumlah jemaah haji Indonesia yang (ter)besar. Dengan jumlah jemaah lebih dari 209 ribu orang, pengangkutan pun jauh lebih lama dibanding negara lain. Tetapi saat itu Hilman memastikan masalah tersebut sudah tertangani per pukul 13.30 Waktu Arab Saudi (WAS). “Kita sekarang menyiapkan mitigasi potensi penanganan masalah di Mina. Sehingga persoalan di Muzdalifah diharapkan tidak berdampak lebih jauh di Mina,”kata dia saat itu.

Belakangan, kepada Inilah.com, Direktur Bina Haji Kemenag, Arsyad Hidayat, menyatakan urusan “insiden Muzdalifah” itu telah membuat Kemenag melakukan semacam evaluasi. “Sekaligus kami juga sampaikan beberapa keberatan kepada pihak Masyariq, pihak di mana yang diberikan otoritas oleh Kementerian Haji (Saudi) untuk melakukan layanan jemaah di Masyair,”kata Arsyad. Bahkan, kata Arsyad, Kemenag juga sudah menyampaikan protes terbuka kepada Kementerian Haji, sehubungan dengan kejadian yang terjadi baik di Muzdalifah maupun di Mina.

Untuk itu, kata Arsyad, Kementerian Haji Saudi berjanji akan melakukan investigasi kepada pihak-pihak yang terlibat di sana, khususnya Masyariq. “Kita (akan) mendapatkan hasil dari investigasi tersebut. Ketika pertemuan dengan Wakil Menteri Haji, memang diberikan tenggang waktu sekitar dua mingguan dari yang mereka sampaikan,”kata Arsyad.

Saat ditanya ada tidaknya strategi baru untuk mencegah atau setidaknya meminimalisasi potensi persoalan haji, terutama dalam penambahan personel pendamping, Arsyad mengatakan hal tersebut belum menjadi prioritas. Menurut dia, hal itu berkaitan dengan  keinginan untuk memberikan keadilan buat jemaah-jemaah yang antre menunggu. “Saya kira kita belajar di tahun 2023 ini. Jelas untuk kuota pendamping tahun depan, saya kira masih tidak ada,”kata dia. Penambahan kuota pendamping, kata dia, dikhawatirkan justru menimbulkan maraknya kecemburuan di antara jemaah waiting list.

Semoga saja pelaksanaan ibadah haji di tahun-tahun ke depan tak lagi harus diwatnai insiden dan jatuhnya korban. [dsy/diana rizky/vonita]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button