Friday, 04 July 2025

Momen Sri Mulyani Vs DPR Debat ‘Panas’ soal Ada Efisiensi Tapi Malah Tambah Utang

Momen Sri Mulyani Vs DPR Debat ‘Panas’ soal Ada Efisiensi Tapi Malah Tambah Utang


Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic mencecar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal adanya efisiensi yang justru membuat defisit APBN 2025 membengkak.

Dolfie menjelaskan, berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 APBN menghemat Rp306,69 triliun. Namun defisit APBN 2025 diperkirakan malah melebar menjadi Rp662 triliun (2,78 persen dari PDB). Padahal sebelumnya ditargetkan sebesar Rp616,2 triliun (2,53 persen dari PDB).

“Ini belum diceritakan kenapa tidak jadi dihemat, malah utangnya nambah,” ujar Dolfie saat Raker Banggar dengan Menkeu, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Dolfie juga geram lantaran bendahara negara itu meminta izin kepada DPR untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun anggaran 2024 sebesar Rp85,6 triliun, dari total SAL 2024 sebesar Rp457,5 triliun.

“Dulu cerita penghematan, terus enggak jadi menghemat, nambah utang, nah ini yang perlu kita dapatkan penjelasan,” kata dia.

Tak hanya itu, dia juga menyoroti soal keputusan sepihak pemerintah yang membuka blokir anggaran efisiensi sebesar Rp134,9 triliun tanpa meminta persetujuan dari DPR.

“Bahkan di Inpres tidak ada syarat dan ketentuan buka blokir. Jadi buka blokir ini dasarnya apa? Ketika minta penghematan pemerintah datang ke DPR, minta persetujuan bahwa anggaran akan dihemat. Tentu DPR dengan senang hati karena amanat UU, APBN itu harus efisien, setuju,” jelas dia.

“Tapi ketika buka blokir landasannya apa? Inpresnya jelas blokir anggaran, tidak disebutkan di inpresnya syarat dan ketentuan untuk buka blokir, ini harus dijelaskan dulu dasar dari pembukaan blokir, apakah membuka blokir ini pemerintah datang lagi ke DPR minta persetujuan?,” tambahnya.

Merespons hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan kondisi APBN tidak bisa dilihat dengan cara satu sisi. Menurutnya pembukaan blokir tersebut dilihat dari kondisi APBN 2025 yang terdampak dari sisi penerimaan negara, maupun kebutuhan besar belanja negara.

“Ini kan ceritanya panjang ada kondisi PPN yang enggak jadi, deviden enggak ada, jadi itu yang menyebabkan bahwa kita tidak mampu meng-collect Rp150 triliun sendiri ditambah adanya restitusi dan lain-lain dari penurunan harga komoditas terutama batu bara. Itu semuanya masuk dalam postur penerimaan yang lebih rendah,” jelas Sri Mulyani.

Dia melanjutkan, adanya program prioritas dari Presiden Prabowo dibutuhkan anggaran belanja negara. Dia memperkirakan belanja negara sampai akhir tahun sebesar Rp3.527,5 triliun, lebih rendah sedikit dibandingkan target dalam APBN 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun.

“Sebetulnya kalau kita enggak melakukan efisiensi, sementara presiden ada program-program prioritas yang beliau lihat lebih strategis, harusnya defisitnya naik lebih tinggi lagi pak,” beber dia.

Dia mengatakan, pembukaan blokir tersebut dilakukan berdasarkan arahan Presiden Prabowo dengan menyesuaikan program prioritas yang dibahas dalam rapat terbatas (ratas).

“Jadi dari sisi kekuatan hukum sama, yang satu Inpres tertulis karena seluruhnya, sedangkan yang belanja tergantung presiden putuskan, oh kita ratas misal koperasi, maka dialokasikan segini, untuk rumah maka ditambah segini, ditambah MBG dilakukan, itu dilakukan sesuai arahan presiden,” katanya.

“Pasti ada notulennya, kami tidak mungkin buka blokir karena saya pun sebagai menteri keuangan tidak memiliki kewenangan, makanya harus ada notulen dari presiden itu biasanya melalui rapat terbatas,” tegasnya.

 

Clara Anna Scholastica