News

Modus Pengkudusan, Pendeta di Bogor Cabuli Sejumlah Jemaat Perempuan

Seorang perempuan berinisial RV mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Tiberias Bogor, Jawa Barat berinisial YB.

Peristiwa ini diceritakan oleh Yoshua salah seorang teman korban yang juga jemaat gereja. Yoshua dan korban merupakan sama-sama kelompok doa di GPdI Tiberias Bogor saat masih duduk di bangku SMP pada 2009 lalu. Sementara YB adalah pembimbing rohani.

Mungkin anda suka

Namun kegiatan kerohanian itu justru menyimpang dari semestinya. Di mana ketika itu para jemaat perempuannya banyak menjadi korban kebejatan pelaku YB dengan modus pemberkatan kudus.

RV yang ketika itu masih siswi SMP kerap diajak pemberkatan kudus oleh pelaku YB. Bahkan kepada para siswi yang ikut pemberkatan, YB meminta dirinya dipanggil ‘papa’. Alasannya, para jemaat kebanyakan sangat jarang bertemu dengan orang tuanya.

Adapun ritual pemberkatan kudus kerap dilakukan pelaku terhadap para jemaat perempuan. Dalam ritual itu, korban diminta untuk berciuman sebagai salah satu proses ritual.

Melalui akun Twitter miliknya @JoLibertyFilio, Yoshua Liberty Filio menceritakan peristiwa yang dialami RV sahabatnya. Semua jemaat yang menjadi target YB dipanggil satu per satu untuk dieksekusi di salah satu ruangan yang telah disiapkan pelaku.

Modusnya adalah melakukan doa khusus untuk siswi perempuan setelah melewati masa remaja dengan cara dikuduskan, dengan alasan mendapat bisikan dari Tuhan. Proses pengkudusan itu dilakukan pelaku terhadap korban perempuan ketika siswa laki-laki sedang melakukan bersih-bersih dan merapihkan alat musik setelah digunakan.

“Ternyata proses pengkudusan ini agak aneh, harus sendiri-sendiri kata YB, dan ternyata proses yang dilakuin adalah ciuman kudus (bibir dan lidah saling ketemu) dan memegang-megang semua bagian sensitif kewanitaan, bahasa si YB biar kudus dulu,” tulis Yoshua.

Tak hanya RV, aksi bejat itu juga dilakukan terhadap jemaat perempuan lainnya. Semua korbannya dipaksa untuk menuruti keinginan pelaku dengan alasan harus menghormati proses pengkudusan.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, aksi ini terjadi sejak 2009 silam dan baru mencuat pada 2019 lalu. Bahkan pelaku telah dilaporkan ke pihak kepolisian atas dugaan pencabulan, namun kasusnya masih belum tuntas.

Pihak gereja pun mengaku telah memberhentikan pelaku sebagai pendeta sejak 9 Desember 2021 karena dianggap melanggar dan tidak menjalankan aturan gereja.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button