Monday, 01 July 2024

Mobil Listrik Jadi Korban Perselisihan Dagang China dengan Eropa dan AS

Mobil Listrik Jadi Korban Perselisihan Dagang China dengan Eropa dan AS


Uni Eropa (UE) akan menaikkan tarif kendaraan listrik (EV) Tiongkok pada 4 Juli, kecuali jika Beijing menyetujui solusi subsidi yang menurut blok tersebut mendistorsi pasarnya. Sebelumnya Amerika Serikat (AS) juga mengenakan tarif sangat tinggi terhadap produk serupa. Mobil Listrik jadi korban perselisihan dagang China dengan AS dan Eropa.

Komisi Eropa mengatakan Rabu (12/6/2024), akan menaikkan tarif terhadap produsen mobil China menjadi 38 persen, naik dari tingkat saat ini sebesar 10 persen, pada tanggal 4 Juli, kecuali pembicaraan dapat menyelesaikan masalah subsidi. Perdebatan mengenai kendaraan listrik adalah yang terbaru dari serangkaian perselisihan dagang antara UE dan Beijing, terutama yang berfokus pada teknologi ramah lingkungan.

Dalam siaran persnya, eksekutif UE mengatakan pihaknya telah menghubungi otoritas berwenang China untuk membahas temuan penyelidikannya terhadap subsidi dan menjajaki kemungkinan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bea masuk baru akan berlaku mulai 4 Juli “jika diskusi dengan pihak berwenang Tiongkok tidak menghasilkan solusi yang efektif,” katanya.

Tindakan UE sudah diperkirakan secara luas di tengah penyelidikan terhadap dukungan negara China terhadap produsen mobil mereka, yang telah mengambil keuntungan dari tarif 10 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tarif negara-negara seperti AS atau India.

Komisi tersebut percaya bahwa kendaraan listrik buatan China 20 persen lebih murah dibandingkan kendaraan Eropa lainnya. Dengan harga lebih murah ini telah membantu impor – termasuk kendaraan merek Barat seperti Tesla dan BMW yang memiliki pabrik mobil di Tiongkok – ke UE meroket dalam beberapa tahun terakhir. Meningkat dari 57.000 unit pada 2020 menjadi lebih dari 437.000 pada tahun 2023, menurut badan statistik UE, Eurostat.

UE mengatakan merek-merek China, termasuk BYD dan SAIC, juga meningkatkan pangsa pasar karena subsidi besar-besaran yang diberikan Beijing membantu mereka melemahkan harga merek-merek Eropa.

Sebelumnya, AS telah memberlakukan kenaikan tarif yang mengejutkan terhadap kendaraan listrik China melipatgandakannya hingga 100 persen. AS juga memberlakukan tarif sebesar 25 hingga 50 persen pada sejumlah produk China lainnya, termasuk baterai litium-ion, sel surya, dan beberapa mineral penting.

AS jarang mengimpor kendaraan listrik Tiongkok, jadi tarif di sini sebagian besar bersifat pre-emptive. Namun, AS mengimpor banyak baterai lithium-ion Tiongkok. Sinyal itu penting. Amerika Serikat semakin gencar membangun industri energi ramah lingkungan dan menunjukkan kesediaannya untuk mengikat ratusan miliar subsidi dalam negeri dengan proteksionisme terbuka guna mewujudkan hal tersebut.

Jerman Khawatirkan Perang Dagang

Pengumuman dari UE tersebut menimbulkan kekhawatiran di beberapa pihak, termasuk Jerman, yang merupakan rumah bagi sektor otomotif terbesar di kawasan itu. Menteri Transportasi Jerman memperingatkan bahwa ancaman kenaikan tarif UE berisiko menimbulkan “perang dagang” dengan Beijing.

“Tarif hukuman Komisi Eropa memukul perusahaan-perusahaan Jerman dan produk-produk unggulan mereka. Mobil harus menjadi lebih murah melalui lebih banyak persaingan, pasar terbuka dan kondisi bisnis yang jauh lebih baik di UE, bukan melalui perang dagang dan isolasi pasar,” kata Volker Wissing pada X.

“Sebagai negara pengekspor, yang tidak kita butuhkan adalah meningkatnya hambatan perdagangan. Kita harus berupaya menghilangkan hambatan perdagangan dengan semangat Organisasi Perdagangan Dunia (WHO),” tambah Ola Kaellenius, CEO produsen mobil Jerman Mercedes Benz.

Asosiasi Industri Otomotif Jerman memperingatkan bahwa tarif tersebut bisa lebih merugikan dibandingkan menguntungkan bagi pabrikan Eropa. China merupakan pasar penting bagi pembuat mobil Jerman, sementara Hongaria, yang sebulan lalu menjadi tuan rumah kunjungan Presiden Tiongkok Xi Jinping, sedang membuka lahan untuk pabrik BYD yang akan dibangun tahun depan. Sementara Geely adalah perusahaan induk dari pabrikan mobil Volvo yang berbasis di Swedia.

China Membantah Soal Subsidi

Mengutip Global Times, Senin (10/6/2024), juru bicara pemerintah China Mao Ning menyampaikan bantahan bahwa mobil listrik asal negaranya bisa mendominasi bukan karena subsidi. Mao balik mengatakan bahwa kebijakan subsidi industri justru berasal dari AS dan Eropa, yang umumnya diadaptasi di seluruh dunia.

Mao mengatakan, AS sebenarnya telah memperkenalkan beberapa subsidi industri, seperti CHIPS dan Science Act serta US Inflation Reduction Act. AS telah melakukan intervensi langsung dalam alokasi sumber daya pasar melalui subsidi langsung dan tidak langsung senilai miliaran dolar AS.

Menurutnya, kendaraan yang diproduksi China memang memiliki kualitas dan teknologi lebih baik. “Subsidi tak bisa membantu memimpin persaingan di industri (otomotif), dan langkah penjegalan ini merupakan sebuah langkah mundur dan akan menyebabkan hilangnya masa depan,” kata Mao Ning.

Mao mendesak AS mematuhi prinsip-prinsip pasar dan peraturan perdagangan internasional, sambil menciptakan lingkungan yang saling menguntungkan dan persaingan sehat bagi perusahaan global. Mao menegaskan China siap mengambil tindakan tegas untuk melindungi hak dan kepentingannya.

Para pejabat dan pakar asal China telah berulang kali mengkritik tarif pajak yang diberlakukan AS. Pemerintah AS telah mengumumkan mereka akan mulai memberlakukan kenaikan tarif pada berbagai produk China, termasuk kendaraan listrik, baterai kendaraan listrik, semikonduktor, dan produk medis pada Agustus mendatang. 

Memancing Aksi Pembalasan

Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan keputusan UE berisiko “menciptakan dan meningkatkan gesekan perdagangan”. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian memperingatkan: “China akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk secara tegas menjaga hak dan kepentingan sahnya.”

Media China meningkatkan ancaman bahwa Beijing dapat menargetkan ekspor UE, termasuk daging babi dan produk susu, dalam beberapa minggu sebelum keputusan komisi tersebut. China adalah tujuan ekspor pertanian pangan UE terbesar ketiga setelah Inggris dan Amerika Serikat.

Pada bulan Januari, Tiongkok meluncurkan penyelidikan anti-dumping terhadap brendi yang diimpor dari UE, dalam sebuah tindakan yang dianggap menargetkan Perancis, sehingga mendorong dilakukannya penyelidikan oleh komisi tersebut. Sebuah kelompok yang mewakili produsen cognac Perancis mengatakan mereka “sangat prihatin” tentang kemungkinan pembalasan oleh Beijing.