Tuesday, 02 July 2024

MK Ungkap Alasan Tolak Gugatan PKB di Dapil Kabupaten Kepulauan Yapen II.

MK Ungkap Alasan Tolak Gugatan PKB di Dapil Kabupaten Kepulauan Yapen II.


Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) perihal perolehan suaranya di daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Kepulauan Yapen II.

“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang dismissal sengketa Pileg di MK, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan PKB mendalilkan penambahan suara di Distrik Anotaure yang terjadi pada hampir semua partai politik.

“Pemohon yang mendalikan penambahan suara semua parpol di Distrik Anotaure, kecuali suara PKB, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Ummat yang justru berkurang,” ujar Arsul.

Arsul menambahkan, PKB tidak menjelaskan bagaimana penambahan dan pengurangan suara yang didalilkan itu terjadi, dilakukan oleh siapa, dan kapan terjadinya pengurangan dan penambahan suara.

“Jika benar memang terjadi pengurangan dan penambahan suara parpol-parpol, maka banyak kemungkinan yang dapat menjadi namun dengan tidak dijelaskan oleh pemohon dalam positanya, maka dalil pemohon hanya akan menjadi asumsi belaka,” kata Arsul.

Terlebih, PKB juga disebut tidak menjelaskan selisih suara antara formulir C hasil dengan D hasil. PKB juga tidak memerinci tempat pemungutan suara (TPS) mana yang diduga terjadi penambahan dan pengurangan suara.

“Dengan demikian menurut Mahkamah maka uraian permohonan dalam posita pemohon menjadi kabur dan sulit untuk dipahami,” ujar Arsul.

Selain itu, Arsul juga mengatakan ada ketidaksesuaian antara posita dan petitum yang diajukan PKB dalam permohonannya. “Dalam bagian posita permohonan, pemohon meminta untuk dilakukan penghitungan suara ulang sedangkan dalam petitum pemohon meminta agar Mahkamah menetapkan perolehan suara yang benar menurut Pemohon,” katanya.

Untuk itu, Mahkamah menilai permohonan PKB tidak memenuhi syarat formil penyusunan permohonan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) PMK 2/2023 sehingga menyebabkan permohonan a quo tidak jelas atau kabur.