Wednesday, 03 July 2024

Milisi Irak Ancam Targetkan Kepentingan AS jika Israel Serang Lebanon

Milisi Irak Ancam Targetkan Kepentingan AS jika Israel Serang Lebanon


Koalisi Koordinasi Perlawanan Irak, terdiri dari beberapa kelompok bersenjata yang bersekutu dengan Iran menyatakan gencatan senjata dengan Amerika Serikat (AS) yang telah berlangsung sejak Februari berakhir. Koalisi juga mengancam akan meningkatkan operasi militer terhadap kepentingan AS di Irak jika Israel memulai perang luas melawan Lebanon.

“Sebagai respons terhadap ancaman dari musuh Zionis-Amerika yang akan melancarkan perang terhadap Lebanon dan perlawanannya yang berani, jika ancaman ini benar-benar dilakukan, maka intensitas dan ruang lingkup operasi terhadap mereka akan meningkat. Sasaran yang sah akan mencakup kepentingan AS di Irak dan wilayah tersebut,” kata koalisi tersebut dalam rilisnya baru-baru ini, seperti dilaporkan The New Arab (TNA).

Faksi perlawanan Islam Irak telah mengintensifkan kampanye media mereka melawan AS menyusul adanya saling ancam antara Israel dan Hizbullah di Lebanon. Kurang dari dua minggu yang lalu, mereka mengadakan pertemuan luar biasa untuk membahas kehadiran AS di Irak, dan menegaskan kemampuan mereka untuk menghentikannya dengan cara apa pun yang diperlukan.

Sumber-sumber dalam Perlawanan Islam di Irak mengungkapkan kepada surat kabar Al-Akhbar Lebanon bahwa ratusan pejuang dari berbagai faksi bersenjata, khususnya Kata’ib Hezbollah, tengah menjalani pelatihan di kamp-kamp di dalam dan luar Irak di bawah pengawasan Iran. Latihan-latihan ini dipandang sebagai tindakan pencegahan untuk mengantisipasi potensi konflik skala penuh di wilayah tersebut, terutama setelah meningkatnya ketegangan yang melibatkan Hizbullah dan Israel.

Sumber tersebut mencatat fokus baru pada pelatihan pejuang faksi Irak karena kedatangan persenjataan canggih, rudal, dan drone berteknologi tinggi dari Iran dan Rusia, sehingga memerlukan pelatihan khusus. Mereka mengungkapkan keberadaan lebih dari sepuluh kamp pelatihan di berbagai kota di Irak, yang memiliki dua tujuan. Pertama, melatih pejuang reguler dan mempersiapkan individu di bawah bimbingan pakar militer Iran dengan standar yang sebanding dengan Korps Garda Revolusi Islam atau Hizbullah.

Kedua, sejumlah rekrutan yang saat ini menjalani pelatihan di Iran diharapkan lulus dan kembali ke Irak, termasuk anggota Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), yakni Kata’ib Hezbollah dan Asa’ib Ahl al-Haq. Penekanan pelatihan ini tidak hanya mencakup keterampilan militer, tetapi juga mencakup mobilisasi dan kesiapan ideologis.

Koalisi juga mengkritik proyek jaringan pipa minyak Basra-Aqaba, menganggapnya sebagai penguras ekonomi Irak tanpa manfaat dan menegaskan hal itu menandai dimulainya skema yang memfasilitasi normalisasi dengan Israel.

Sebelumnya Ada Gencatan Senjata AS dan Faksi-faksi di Irak

Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, menyatakan negaranya berada dalam keadaan perang di tengah bentrokan yang sedang berlangsung antara Israel dan Hizbullah, sehingga meningkatkan kekhawatiran tentang potensi invasi Israel.

Perkembangan ini menyusul gencatan senjata antara faksi-faksi perlawanan Irak dengan AS pada bulan Februari setelah pembunuhan pemimpin Kata’ib Hezbollah Abu Bakr al-Saadi. Sejak saat itu, tidak ada operasi yang dilakukan terhadap kepentingan AS di negara tersebut.

Pada bulan Mei, di tengah meningkatnya sentimen anti-AS di Irak yang dipicu oleh perang Israel di Gaza, perusahaan-perusahaan AS dan Inggris di Baghdad, termasuk Caterpillar dan Cambridge Institute, menghadapi serangkaian serangan. Pemerintah Irak mengaitkan insiden-insiden ini dengan upaya untuk mengacaukan negara dan menahan 12 orang yang terkait dengan serangan-serangan tersebut.

Sejak serangan 7 Oktober yang dipimpin oleh Hamas dan perang Israel berikutnya di Gaza, Perlawanan Islam di Irak – yang terdiri dari faksi-faksi yang dekat dengan Teheran seperti Kata’ib Hezbollah, Al-Nujaba, Sayyid al-Shuhada dan Imam Ali – telah melakukan ratusan serangan menargetkan aset Israel dan AS. Hal ini termasuk serangan pesawat tak berawak pada bulan Januari di pangkalan AS di dekat perbatasan Suriah di Yordania, yang mengakibatkan kematian tiga tentara AS.

PMF, yang secara resmi merupakan bagian dari pasukan keamanan Irak, juga berpihak pada faksi perlawanan dan sering menerima arahan dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.

Sebelumnya, PMF mengaitkan “tekanan sosial, politik, dan agama” sebagai alasan untuk mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai periode “tenang” dengan Washington. Mereka telah memberikan ultimatum kepada pemerintah Irak untuk memimpin upaya mencari resolusi hukum dan diplomatik untuk mengakhiri kehadiran koalisi internasional di Irak.