News

Menteri Nyapres Tak Perlu Mundur, Banyak Mudaratnya

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam UU Pemilu yang menegaskan menteri atau anggota kabinet harus mendapat persetujuan untuk maju menjadi calon presiden (capres) memantik kontroversi. Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai putusan MK dalam terkait uji materi Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu yang dimohonkan Partai Garuda dan diputus mahkamah pada Senin (31/10/2022), lebih banyak mudaratnya.

Khoirunnisa menilai putusan MK berimplikasi buruk pada pemerintahan nantinya, karena bisa memicu rivalitas antara menteri dengan presiden. Artinya ketentuan tersebut bisa menghambat kerja kabinet dan program prioritas kepala negara.

“Menteri diuntungkan karena mereka punya program-program yang mereka jadikan promosi atas dirinya sendiri. Di sisi yang lain, penunjukan menteri adalah hak prerogratif presiden sebagai pembantu presiden. Jika ada menteri yang maju sebagai capres maka akan mengganggu tugas dan kerja presiden juga. Bahkan akan ada persaingan dengan presiden,” kata Khoirunnisa, di Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Dia enggan berspekulasi ketika disinggung putusan tersebut tidak berkontribusi atas perbaikan mutu atau kualitas pemilu, khususnya pilpres nantinya. Khoirunnisa lebih menyoroti pada risiko pada pemerintahan.

“Kalau saya melihatnya pada tata kelola pemerintahannya. Bahwa ini bisa saja mengganggu program-program yang sedang dijalankan oleh pemerintah karena menterinya maju sebagai capres,” ujarnya.

Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu berbunyi: Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.

MK menyatakan frasa “pejabat negara” pada Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai pejabat negara yang dicalonkan oleh parpol peserta pemilu atau gabungan parpol sebagai capres untuk mundur dari jabatannya. Pasal tersebut menegaskan pejabat kecuali presiden dan wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, DPR, DPD, gubernur hingga bupati harus mendapat persetujuan atau izin cuti dari presiden untuk maju capres.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button