Ototekno

Mengenal Fenomena Solstis yang Terjadi di 21 Desember

Fenomena solstis menjadi perhatian publik baru-baru ini. Pasalnya fenomena alam tersebut dapat menyebabkan berbagai dampak di belahan bumi. Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang menyebutkan solstis merupakan murni fenomena astronomis.

“Solstis adalah fenomena astronomis biasa kemudian Soltis ini bisa diartikan sebagai saat matahari mencapai titik baliknya. Dan ini terjadi dua kali setahun yakni disekitar tanggal 21 Juni dan di sekitar tanggal 22 Desember,” katanya saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Sabtu (17/12/2022).

Fenomena solstis terjadi saat sumbu bumi miring 23,4° terhadap sumbu kutub utara dan selatan atau bidang tegap lurus ekliptika. Saat bumi berotasi terhadap sumbunya, bumi juga mengorbit atau mengelilingi matahari dalam kondisi sumbu rotasi yang miring. Sehingga salah satu belahan bumi akan condong ke matahari sementara belahan bumi lainnya akan menjauhi matahari.

“Pada saat salah satu belahan bumi condong ke matahari inilah yang menyebabkan solstis terjadi. Pada bulan Desember untuk belahan bumi utara panjang siang akan lebih pendek. Bahkan untuk di kota paling utara di bumi di distrik selatan Norwegia itu siangnya bahkan 0 jam atau sama sekali tidak terjadi siang. Malam harinya 24 jam penuh. Nah fenomena inilah yang disebut juga sebagai polar night atau malam dikutub,” tegas Andi.

Sementara itu pada belahan bumj bagian selatan siangnya akan lebih panjang seperti di kota paling selatan bumi yakni provinsi Tierra del Fuego kota Ushiaia, Argentina biasa mencapai 17 jam 20 menit dan malam hanya 6 jam 49 menit. Selain itu untuk titik paling selatan bumi yakni observatorium kutub selatan lintas 90° LS siang harinya 24 jam dan malam tidak terjadi atau 0 jam. Sehingga dikutub selatan memungkinkan terjadi fenomena midnight sun atau matahari tengah malam.

“Pada saat 21 Desember matahari akan ada paling selatan. Wilayah yang dilalui itu hanyaBrazil, Afrika Selatan dan Australia. Tiga wilayah ini akan mengalami matahari yang berada di atas kepala,” sambungnya.

Dampak musim tidak berkaian dengan solstis

Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang mengatakan dampak musim yang timbul nantinya bukan karena fenomena solstis. Misalnya adalah pada belahan selatan cenderung mengalami puncak musim panas. Sedangkan untuk belahan utara akan mengalami puncak musim dingin. Sehingga hujan salju akan turun dengan lebih lebat.

Sementara itu, pada wilayah rendah dan khatulistiwa termasuk Indonesia akan terjadi puncak musim hujan dengan intensitas yang masih wajar.

“Jadi memang sekalipun akan terjadi badai salju ataupun hujan yang cukup deras fenomena ini sama sekali tidak berkaitan dengan solstis. Karena solstis ini murni astronomis,” kata Andi.

Lebih lanjut ia menyebutkan tidak ada himbauan khusus akan fenomena ini yang aan terjadi pada 21 Desember nanti.

“Memang secara khusus tidak ada himbauan untuk tidak keluar rumah. Jadi mau berkegiatan di luar rumah tidak masalah. Tapi tetap lihat kondisi cuacanya seperti apa. Jangan sampai ada yang mengaitkan kondisi cuaca tertentu dengan solstis. Karena memang fenomena sosltis ini murni fenomena yang semata mata berkaitan langsung dengan ikalim maupun pergantian musim,” tutupnya.

Back to top button