News

Mempertanyakan Hasil Survei SMRC

Elite politik dari ketiga partai, yaitu Partai NasDem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ramai-ramai menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), yang dilakukan pada 3-11 Desember 2022. Hasil survei tersebut menunjukkan ketiga parpol itu terdepak dari DPR karena gagal mengantongi dukungan di atas 4 persen ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

Beragam komentar terlontar dari para elite ketiga parpol tersebut, dari yang serius hingga terkesan cuek. PAN misalnya, menyikapi dengan sungguh-sungguh atas hasil survei terbaru SMRC yang dirilis pada Minggu (18/12/2022) itu.

Mungkin anda suka

Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno menilai hasil survei SMRC yang menggambarkan PAN hanya meraih suara 1,7 persen sulit dipercaya. Eddy berdalih selama ini PAN memiliki rekam jejak yang konsisten lolos ke Senayan.

Eddy juga menganggap metodologi yang digunakan lembaga survei keliru lantaran menunjukkan hasil survei yang beda dengan kenyataan. Buktinya, sebut Eddy, ada lembaga-lembaga survei tertentu, yang dari tahun 2004, 2009 dan seterusnya pemilu, selalu menempatkan PAN sebagai partai yang tidak lolos ke DPR. “Tetapi kami selalu membuktikan bahwa prediksi mereka, survei mereka, metodologi mereka salah,” ujar Eddy saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Karena berbedanya dengan kenyataan selama ini, membuat Eddy juga ingin mengetahui sampling yang digunakan oleh lembaga survei yang dulu hasilnya meleset itu. “Seperti apa? Kok ada yang konsisten selama beberapa pemilu selalu mempredikisi kita tidak lolos parliamentary threshold, tapi pada kenyataannya tidak demikian.”

Serupa dengan PAN, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali juga mempersoalkan tidak sesuai hasil survei dengan hasil Pemilu Legislatif.

“NasDem sejak berdiri 2013  dua kali pemilu dua kali itu pula diramalkan dan kita dianggap tidak lolos parliamentary threshold namun ternyata kita dapat kursi juga,” kata Ahmad Ali kepada Inilah.com di Jakarta, Senin (19/12/2022).

“Kalau SMRC semenjak kehadiran NasDem enggak pernah hasil surveinya itu bagus ke NasDem kan. Tahun 2019, 2,9 persen kita dikasih (hasil survei) sama dia (SMRC). Ternyata 10 persen,” sambung Ali menegaskan.

Adapun Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau yang akrab disapa Awiek mengaku tak mau ambil using denken hasil survei. “PPP itu tidak ikut survei, PPP itu mau ikut pemilu, biasa sajalah namanya lembaga survei memberi persepsi publik hari ini, ya silakan saja,” ujar Awiek kepada Inilah.com di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Lagi pula nyatanya, Awiek menambahkan, PPP yang selalu tak masuk dalam hitungan hasil survei, namun ketika pemilu partainya selalu tokcer dan lolos ke DPR.

Sebagaimana diketahui, hasil survei terbaru SMRC menunjukkan tiga parpol di parlemen Senayan gagal memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4 persen, yaitu Partai NasDem (3,2 persen), PPP (2,9 persen), dan PAN (1,7 persen). Ketiga parpol itu tergusur oleh Perindo yang merupakan parpol nonparlemen yang meruap dukungan publik sebesar 4,6 persen jika pemilu diadakan saat ini.

Layak dipercaya atau tidak

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengamati hasil survei SMRC itu tentu cukup mengejutkan karena selama ini elektabilitas Perindo hanya di bawah 3 persen. Kalau hasil survei SMRC itu  dapat dipertahankan, maka dipastikan Perindo pada 2024 bakal masuk Senayan.

“Dari kaca mata positif, naiknya elektabilitas Perindo bisa jadi hasil dari kerja-kerja politik. Mesin partai Perindo bekerja dengan baik sehingga mendapat apresiasi dari masyatakat,” kata Jamiluddin saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Selain itu, Perindo belakangan ini memang terlihat masif bersosialisasi. Perindo terlihat menggunakan semua media yang dimiliki ketua umumnya. Hal itu bisa saja berdampak pada peningkatan elektabilitas Perindo.

Namun demikian, Jamiluddin mencermati hasil survei SMRC itu memang layak dipertanyakan. Sebab, hasil survei dari beberapa lembaga survei yang kredibel, elektabilitas Perindo pada umumnya rendah. “Karena itu, hasil survei SMRC itu memang agak mengejutkan,” ujar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.

Bagi Jamiluddin, untuk melihat hasil survei  layak dipercaya atau tidak dapat dilihat dari dua hal. Pertama, instrumentasi atau alat ukur yang digunakan dalam survei. Kalau instrumennya valid dan reliabel, maka hasilnya layak dipercaya.

Terkait hal itu, lembaga survei tidak menjelaskan ke publik validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Karena itu, publik sulit untuk menilai keabsahan hasil penelitian yang dipublis.

Dua, sampel yang diteliti haruslah representatif dan presisi tinggi. Hal ini juga tidak dijelaskan dengan gamblang ke publik. Karena itu, sulit memastikan apakah hasil  survei yang dilakukan layak digeneralisasikan ke pemilih di Indonesia.

Hanya saja, pada umumnya survei di Indonesia menggunakan kisaran 1.200 sampel. Dengan sampel tersebut, hampir semua hasil survei digeneralisasikan. Namun kerap tidak dijelaskan generalisasi pada batas katakteristik apa saja.

Karena dua hal itu tidak dijelaskan dengan gamblang, maka sulit untuk menerima hasil survei begitu saja. Apalagi untuk menerima generalisasi hasil survei tersebut.

“Jadi, meningkatnya elektabilitas Perindo bisa jadi didasarkan pada survei yang valid. Namun tidak menutup kemungkinan hasil tersebut tak tepat karena instrumennya invalid serta sampelnya tidak representatif dan presisi tinggi,” terang Jamiluddin lebih lanjut.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button