News

Kuasa Jokowi di Depan MK: Perubahan Sistem Pemilu Munculkan Gejolak Sosial Politik

Mohon izin kami ulangi Yang Mulia, perubahan yang bersifat mendasar seperti sistem pemilihan umum di tengah tahapan proses pemilihan umum yang tengah berjalan, berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun di tingkat masyarakat.

Desas desus seputar informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengubah sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup seperti yang dilansir Denny Indrayana, tak urung membuat gaduh ruang publik. Lalu bagaimana sikap resmi pemerintah soal sistem pemilu?

Inilah.com merangkum keterangan Menkum HAM dan Mendagri yang bertindak atas nama Presiden Jokowi di hadapan sidang MK. Sikap pemerintah ini dibacakan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Dr Bahtiar, 26 Januari 2023 lalu.

Sistem proporsional terbuka dipandang para pemohon mengakibatkan kerumitan dalam pelaksanaan pemilu, pemborosan anggaran negara, terjadinya politik uang atau money politic dan mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Termasuk di dalamnya pelemahan pelembagaan partai politik dan menyebabkan masalah masalah multidimensi.

Mereka mengacu pada pasal 22 E ayat 3 UUD 1945 yang menyebut partai politik sebagai penentu dalam pemilihan anggota DPR dan DPRD, sehingga  UUD 1945 menghendaki sistem proporsional tertutup karena mewakili ideologi Pancasila yang menginginkan adanya sistem kolektif dalam pemilihan di Indonesia.

“Terkait dengan kedudukan para pemohon, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia hakim Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan memutuskan,” ujar Bahtiar

Dalam pandangan pemerintah, Undang-Undang No 7 Tahun 2017 yang mengatur sistem pemilu telah mendapatkan persetujuan DPR. Tujuannya, agar anggota, calon anggota DPR DPRD Provinsi dan DPRD kota dapat memaksimalkan diri dalam mendekati  dan penyampaian visi misi kepada pemilihnya, serta mendorong partai politik mengajukan kader-kader terbaik, teruji, dan berkualitas.

“Indonesia adalah negara hukum yang di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. Dengan demikian Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 adalah salah satu cara untuk mewujudkan kelautan rakyat,” papar Bahtiar.

Bukan hanya itu, pengaturan sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 merupakan pelaksanaan putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, yang dianggap sebagai sistem terbaik dalam penyelenggaraan pemilu dengan one man one vote one value.

Dengan sistem proporsional terbuka rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih. Maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak.

Hak rakyat memilih secara langsung dan menentukan pilihannya, disamping memberikan kemudahan pada pemilih dalam menentukan pilihannya, juga lebih adil tidak hanya bagi calon anggota DPR/DPRD tapi juga untuk masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Kemenangan seseorang calon untuk terpilih tidak lagi digantungkan kepada partai politik, tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan suara rakyat yang diberikan kepada calon tersebut.

Kurang Tepat

Soal argumentasi dan pandangan para pemohon yang menyatakan sistem proporsional terbuka dianggap telah mengkerdilkan partai politik dalam menentukan seleksi caleg, juga ditepis pemerintah.

“Mohon izin, karena anggapan para pemohon tersebut kuranglah tepat, karena dalam sistem proporsional tertutup maupun terbuka tetaplah partai politik yang menentukan seluruh daftar caleg di setiap daerah pemilihan. Bedanya,  dalam sistem tertutup caleg tidak dicantumkan dalam surat suara, sedangkan sistem terbuka hanya memuat tanda gambar partai politik dan nama-nama caleg,” papar Bahtiar.

Namun demikian, dalam hal siapa yang akan terpilih menjadi anggota legislatif tentu diserahkan pada pemilih mengingat baik dalam sistem tertutup maupun terbuka karena merupakan pemilihan langsung one man one vote one value.  “Yang menentukan calon legislatif terpilih adalah para pemilih pada setiap daerah pemilihan, hal tersebut sesuai dengan asas pemilihan umum yang bersifat langsung umum, bebas rahasia, jujur, dan adil”.

Pilihan atas sistem proporsional terbuka dalam undang-undang Pemilu merupakan hasil musyawarah pembentuk undang-undang dengan memperhatikan kondisi objektif proses transisi demokrasi Indonesia yang masih memerlukan penguatan sub-sub sistem politik dalam berbagai aspek. Antara lain, penguatan sistem kepartaian, budaya politik, perilaku pemilih, hak kebebasan berepresi dan berpendapat, kemajemukan ideologi, kepentingan dan aspirasi politik masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.

Selain itu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu tahun 2024 saat ini telah berjalan, sehingga perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat.

“Mohon izin kami ulangi yang mulia, perubahan yang bersifat mendasar seperti sistem pemilihan umum di tengah tahapan proses pemilihan umum yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun di tingkat masyarakat,” tukas Bahtiar.

Untuk mendapatkan sistem pemilihan legislatif yang ideal di masa datang, maka yang perlu dilakukan adalah memperbaiki sistem pemilihan dengan mencari alternatif yang dapat mengurangi kelemahan dalam sistem tertutup dan juga sistem terbuka pada pemilu pemilu sebelumnya.

Akhirnya, pemerintah memohon kepada Ketua dan Anggota Majelis Hakim MK untuk berkenan memberikan putusan sebagai berikut: Pertama, menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan. Kedua, menyatakan pasal 168 ayat 2 pasal 342 ayat 2 pasal 353 ayat 1 huruf b pasal 386 ayat 2 huruf b pasal 420 huruf c dan huruf d pasal 422 dan pasal 426 ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Namun apabila yang mulia ketua dan majelis hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya,” tutup Bahtiar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button