Ototekno

Kolaborasi di Ruang Digital untuk Berantas Hoaks dan Ujaran Kebencian

Selasa, 22 Nov 2022 – 03:31 WIB

Ruang digital

Mungkin anda suka

Istockphoto

Kecakapan digital adalah modal untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan masyarakat madani menuju persatuan Indonesia. Kolaborasi bisa dilakukan lewat beragam platform digital dan ragam perangkatnya. Dengan kolaborasi, ujaran kebencian dan hoaks bisa ditangkal sehingga kerukunan dan persatuan tetap terjaga.

Demikian kesimpulan dalam webinar yang bertema “Menghidupi Persatuan Indonesia: Jangan Mudah Terprovokasi di Era Luapan Informasi!”, barui baru ini di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Narasumber dalam webinar ini adalah Social Media & Design Kumpulan Emak Blogger Suciarti Wahyuningtyas; dosen Universitas Negeri Padang Siska Sasmita; dan Ahmadi selaku Founder Komunitas Pandai Komunikasi.

Di tengah banjirnya informasi, terkadang sulit dibedakan antara kabar bohong dengan fakta sesungguhnya. Untuk mengantisipasi publik terpapar kabar bohong, kolaborasi dilakukan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Aliansi Jurnalis Independen yang didukung oleh Google. Kolaborasi ini melahirkan situs cekfakta.com.

“Ini adalah fenomena kolaborasi yang positif untuk menangkal menyebarnya kabar bohong di masyarakat. Kolaborasi ini pertama kali diluncurkan pada Mei 2018 lalu,” kata Siska Sasmita.

Fenomena lain yang terbentuk dari kolaborasi di ruang digital adalah komunitas edukasi yang diinisiasi Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital), sebuah komunitas yang diikuti dosen, peneliti, dan pegiat literasi digital di Indonesia. Tak hanya itu, lanjut Siska, di tingkat warga di permukiman, kerap dibentuk kolaborasi antarwarga sebuah RT atau RW. Komunitas tersebut sangat berarti di kala salah satu warga membutuhkan warga lainnya sehingga bisa direspons dalam waktu cepat.

“Secara praktik, kecakapan digital dapat dikuasai tatkala mampu memperoleh informasi yang valid, menyampaikan informasi tersebut saat berkomunikasi dengan pihak lain, serta bertransaksi dengan aman dan nyaman,” pungkas Siska mengakhir pemaparannya.

Senada dengan Siska, Suciarti Wahyuningtyas menyampaikan bahwa di tengah banjir informasi, tantangan budaya yang dihadapi Indonesia saat ini adalah melemahnya wawasan kebangsaan. Selain itu, serbuan budaya asing menggerus budaya lokal Indonesia. Penetrasi internet yang memberi banyak ruang berekspresi kerap membuat orang kebablasan dalam menyampaikan ekspresinya.

“Sebab, di era kemajuan teknologi informasi saat ini, masyarakat memiliki kemudahan dalam mengakses berbagai informasi dari internet di mana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, dibutuhkan literasi digital untuk mencegah dampak buruk penggunaan internet yang berlebihan,” ucap Suciarti.

Ahmadi menambahkan, di tengah banjir informasi dan penetrasi internet yang begitu tinggi, kecakapan digital lainnya yang dibutuhkan adalah mengenai keamanan digital. Keamanan digital yang lemah berpotensi merugikan seseorang, misal dalam hal kebocoran data pribadi maupun menjadi korban penipuan siber yang menyasar uang tabungan korbannya.

“Selain itu, pemahaman jejak digital juga menjadi bagian penting dari kecakapan digital. Jejak digital bisa menjadi pintu masuk pelaku kejahatan,” kata Ahmadi.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button