KultumRamadan

Kisah Akhlak Para Wali: Shalat Sunah 40 Ribu Rakaat

Pada suatu hari di kota Baghdad, Sumnun menyaksikan seseorang yang mendermakan 40 ribu dirhamnya kepada kaum fakir. Sumnun pun berkata kepada Abu Ahmad:

“Hai Abu Ahmad, perhatikanlah, berapa banyak uang yang telah ia dermakan, betapa banyak amal saleh yang telah ia kerjakan? Sedangkan kita tidak punya apa-apa untuk didermakan. Mari kita pergi ke suatu tempat untuk melakukan shalat sunah sejumlah dirham yang telah ia dermakan.” Kata Sumnun.

Keduanya lantas melakukan perjalanan ke berbagai kota dan selama perjalanan mereka terus memperbanyak shalat sunah, di setiap kota yang mereka kunjungi hingga mereka mampu melakukan shalat sunah empat puluh ribu rakaat.

Hikmah Di Balik Kisah

Kaum sholihin terdahulu haus akan akhirat. Mereka senantiasa berlomba-lomba untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh. Mereka tidak mau kalah. Karena itulah, dalam kisah di atas kita melihat bagaimana Syeikh Sumnun berjuang untuk melakukan shalat sunah sebanyak itu hanya karena tidak mau kalah dengan seseorang yang mendermakan empat puluh ribu dirhamnya.

Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda:

خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيْهِ كَتَبَهُ اللهُ شَاكِراً صَابِراً، وَمَنْ لَمْ تَكُوْنَا فِيهِ لَمْ يَكتُبْهُ اللهُ شَاكِراً وَلاَ صَابِراً: مَنْ نَظَرَ فِيْ دِيْنِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ، وَمَنْ نَظَرَ فِيْ دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ، كَتَبَهُ الله شَاكِراً وَصَابِراً، وَمَنْ نَظَرَ فِيْ دِيْنِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُوْنَهُ وَنَظَرَ فِيْ دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ، لمْ يَكْتُبْهُ اللهُ شَاكِراً وَلاَ صَابِراً

“Ada dua hal, barang siapa memiliki keduanya, maka Allah mencatatnya sebagai seorang yang bersyukur dan bersabar, dan barang siapa tidak memiliki kedua hal tersebut, maka Allah tidak akan mencatatnya sebagai seorang yang bersyukur dan tidak pula bersabar. Barang siapa dalam urusan Agamanya memandang kepada yang lebih tinggi (mulia, hebat) darinya dan kemudian meneladaninya, dan dalam urusan dunianya ia memandang kepada orang yang lebih rendah (susah) darinya, dan kemudian memuji Allah yang telah memberinya keutamaan di atas orang tersebut, maka Allah mencatatnya sebagai seorang yang bersyukur dan bersabar. Adapun seseorang yang dalam urusan Agamanya melihat kepada orang yang lebih rendah (buruk) darinya, dan dalam urusan dunianya melihat kepada yang lebih tinggi (kaya,sukses) darinya, kemudian ia menyesal tidak mendapatkan apa yang didapatkan orang tersebut, maka Allah tidak akan mencatatnya sebagai seorang yang bersyukur dan bersabar.” (HR Tirmidzi).

(Dikutip dari kitab Ar-Risalatul Qusyairiyyah, karya ‘Abdul Karîm bin Hawâzin Al-Qusairiy, Dârul Khair, hal.407.)

[Kalam Habib Novel Bin Muhammad Alaydrus]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button