Sunday, 30 June 2024

Kim Jong Un Ketakutan, Ancaman Dibunuh, Kudeta hingga Serangan Nuklir

Kim Jong Un Ketakutan, Ancaman Dibunuh, Kudeta hingga Serangan Nuklir


Konflik makin memanas akhir-akhir ini antara Korea Selatan dan Korea Utara dipicu pengiriman balon udara berisi sampah dan dibalas propanda menyiapkan pengeras suara. Kondisi ini membuat Korea Selatan termasuk Amerika Serikat (AS) dan sekutunya semakin menganggap dinasti pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan militernya sebagai ancaman nyata. 

Sempat muncul rumor ada strategi untuk memikat para pembantu dekat Kim Jong Un dan pihak militernya dengan menawarkan setidaknya satu miliar dolar untuk melakukan kudeta sehingga membunuh pemimpin Korea Utara bersama anggota keluarganya. Cara ini mungkin akan berhasil, yang dapat mengakhiri dekade pemerintahan otoriter di Korea Utara yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Tak heran Kim Jong Un juga menjadi semakin takut terhadap segala bentuk kudeta, serangan pencegahan terhadap kemampuan nuklir Korea Utara, yang bertujuan untuk meruntuhkan rezimnya.

Spesialis kontraterorisme Salah Uddin Shoaib Choudhury mengungkapkan, para peneliti yang telah memantau secara dekat isu-isu Korea Utara mengatakan ada beberapa tanda yang membuktikan bahwa Kim Jong Un semakin khawatir akan pembunuhan terhadapnya, sehingga membuatnya tetap terjaga di malam hari. 

“Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa ketakutan utama pemimpin Korea Utara, yang menurut mereka dapat dimanfaatkan oleh aliansi AS-Korsel dan mencapai targetnya untuk mengakhiri Dinasti Kim,” kata Salah Uddin, dalam tulisannya di Eurasian Times, kemarin.

Beberapa Ketakutan Jim Jong Un

Ketakutan itu yakni dibunuh atau digulingkan melalui kudeta, ketakutan akan serangan pendahuluan terhadap kemampuan nuklirnya, serta ketakutan akan masuknya informasi dari luar yang mengungkap rahasianya. Realitas Korea Selatan yang sangat maju dan kehidupan sehari-hari masyarakatnya yang bebas dan sejahtera membuat Kim takut orang-orang Korea Utara mengetahui kesalahannya sendiri dan kesalahan keluarganya.

“Misalnya informasi tentang ibunya Ko Young-hee, yang merupakan etnis Korea yang lahir di Jepang dan keberadaan empat istri ayahnya Kim Jong-il. Juga ketakutan akan reformasi dan keterbukaan dan ketakutan akan runtuhnya rezimnya secara tiba-tiba yang akan mengakibatkan ketidakmampuan Partai Pekerja Korea (KPA) untuk tetap berkuasa,” kata Salah Uddin Shoaib.

Kim Jong Un juga menderita ketakutan akan kemarahan yang tersembunyi di dalam negerinya, serta di dalam lembaga militer dan intelijen. Karena ketakutan tersebut, Kim Jong Un terus melakukan eksekusi dan pembersihan pejabat dan perwira, termasuk perwira tinggi militer serta tokoh penting di badan intelijen negara.

Pejabat tinggi Partai Pekerja Korea berada di bawah kendali ketat melalui pemantauan setiap jam setiap hari, yang dilakukan oleh Departemen Organisasi dan Bimbingan, yang dikenal sebagai menara kendali pelanggaran hak asasi manusia.

Undang-undang yang Kejam

Kim Jong Un selama ini memberlakukan undang-undang yang kejam berjudul ‘Undang-Undang Penolakan Pemikiran dan Budaya Reaksioner’ pada tahun 2020, yang diubah pada tahun 2022 untuk sepenuhnya memblokir informasi luar dari negara tetangga Korea Selatan, AS, atau pers bebas mana pun di negara tersebut sehingga masyarakat Korea Utara tidak dapat mengakses informasi apa pun.

Berdasarkan undang-undang ini, saluran televisi dan stasiun radio Korea Selatan dan asing dilarang keras di Korea Utara. Siapapun warga yang ketahuan menonton atau mendengarkan saluran televisi atau stasiun radio ini atau menyimpan film, publikasi, lagu, atau foto Korea Selatan atau Amerika akan dimasukkan ke penjara untuk jangka waktu tidak terbatas atau dieksekusi.

Sementara itu, kekhawatiran serius Kim Jong Un lainnya adalah kemungkinan kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan pada Januari tahun depan. Dia khawatir Trump akan menawarinya perdamaian atau tindakan keras, yang menurut Kim pada akhirnya akan mengakibatkan runtuhnya pemerintahannya.

Pada saat yang sama, ia memahami bahwa prospek mendapatkan bantuan tanpa batas dari Trump atau Biden atau pemerintahan AS lainnya sangat kecil – bahkan mustahil. Di sisi lain, Kim juga takut dengan tindakan lebih keras yang diambil Donald Trump, seperti serangan rudal atau drone di wilayah Korea Utara. 

Yang paling penting, Kim Jong Un mungkin tidak mendapatkan dukungan dari Rusia, China, atau Iran begitu ia menghadapi tekanan dari pemerintahan Trump atau serangan rudal di wilayah Korea Utara.

Dengan semua alasan kekhawatiran dan ketakutan yang serius ini, di sisi lain Kim Jong Un telah mengungkap krisis ekonomi akut di Korea Utara. Ia terpaksa menutup sejumlah besar misi diplomatik di seluruh dunia. Entitas bisnis Korea Utara, termasuk ‘Restoran Pyongyang’ secara bertahap menutup operasi di berbagai negara karena tidak dapat menghasilkan keuntungan.

Selain itu, selama beberapa dekade terakhir, sejumlah besar warga Korea Utara yang ditempatkan di gerai komersial tersebut telah membelot, padahal banyak dari mereka adalah agen rahasia Pyongyang. Gambaran yang sangat suram ini membuktikan, bagi Kim Jong Un atau anggota keluarga Kim – untuk tetap berkuasa secara bertahap menjadi sulit. 

Sementara informasi terbaru tentang strategi yang diadopsi Amerika guna memikat pembantu dekat atau pihak militer dengan menawarkan setidaknya satu miliar dolar untuk melakukan serangan kudeta dan membunuh pemimpin Korea Utara telah menimbulkan ketakutan besar bagi Kim. Apalagi saat ini sebagian besar warga Korea Utara termasuk para pemimpinnya mengalami kesulitan ekonomi bahkan memaksa mereka untuk bertahan hidup, hanya dengan sekali makan sehari.