Market

Keuangan Pertamina Jebol Rp199 Triliun, ke Mana Aja Komut Ahok

Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang tekornya keuangan PT Pertamina (Persero) hingga Rp191 triliun, berbuntut panjang.

Ekonom senior, Rizal Ramli menyoroti kerugian jumbo yang mendera industri migas pelat merah itu. Dikutip dari akun twitter @RamliRizal, Jumat (3/6/2022), mantan Menko Kemaritiman itu, heran dengan jebloknya keuangan Pertamina hingga Rp191 triliun.

Dia membandingkan dengan Petronas, Pertamina-nya Malaysia, berhasil mereguk keuntungan hingga Rp853,6 triliun sepanjang 2021. Padahal, harga BBM di Malaysia lebih murah ketimbang Indonesia.

“Kok bisa Pertamina rugi Rp191 trillun, tapi Petronas untung Rp853 trilliun 2021 ? Padahal harga BBM di Malaysia lebih murah dari di Indonesia?” cuitnya.

Selain itu, mantan Menko Ekuin di era Presiden Abdurrahman Wahid ini, mempertanyakan kinerja Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebagai komisaris utama (komut) Pertamina.

Menurut Bang RR, sapaan akrab Rizal Ramli menilai Ahok hanya pintar berstatemen tanpa ada bukti. Alhasil, Pertamina hanya bisa bermimpi bisa melampaui kinerja Petronas. Sepanjang 2021, Petronas mengoleksi keuntungan hingga Rp853,6 triliun. “Ahok memang bacot gede? Bieke piye?” tulis Rizal.

Seperti diketahui, Sri Mulyani menyebutkan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) mengalami kerugian dalam jumlah cukup besar.

Hal itu tak terlepas dari lonjakan harga komoditas energi, yakni batu bara dan minyak mentah yang jadi bahan baku produksi kedua BUMN tersebut.

“Untuk Pertamina tadi kita lihat arus kas defisitnya estimasinya mencapai 12,98 miliar dolar AS (Rp191,2 triliun),” kata Bendaraha Negara itu dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Banggar DPR pada Kamis, 19 Mei 2022.

Estimasi yang disampaikan Sri Mulyani tersebut diperoleh melalui defisit arus kas Pertamina sebesar 2,44 miliar dolar AS atau Rp35,86 triliun per Maret 2022.

Defisit terjadi karena Pertamina tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) ketika harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan.

Harga keekonomian saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang ditetapkan di pasar. Hal tersebut membuat Pertamina menanggung selisih lebar antara kedua harga tersebut. [ikh]

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button