News

Ketua PBNU Akan Hilangkan Politik Identitas di Pemilu 2024

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf pihaknya akan terus memantau adanya politik identitas yang berpeluang terjadi di 2024. Sebab politik identitas yang berkaitan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pernah terjadi dalam kontestasi politik di Indonesia.

“Menuju pemilu tahun 2024 nanti, NU sendiri menempatkan concern tentang politik identitas ini sebagai perhatian utama. Ini bukan sesuatu yang mudah diatasi, karena beberapa aktor itu bahwa pertama, tradisi politik masyarakat kita memang pada awalnya dibangun atas dasar kurang lebih politik identitas,” terang Yahya secara virtual dalam Webinar Kemendagri bertajuk ‘Partisipasi Organisasi Kemasyarakatan dalam Pendidikan Pemilih Cerdas Untuk Mewujudkan Pemilu Berkualitas Tahun 2024’ pada Rabu (25/1/2023).

Mungkin anda suka

Menurutnya, model politik identitas ini memang sudah terjadi di Indonesia sejak lama. Bahkan model tersebut terus berulang atau sebuah warisan dan terjadi dalam setiap kontestasi besar.

“Kita tahu bahwa sebagaimana diungkap oleh sejumlah peneliti, bahwa peta politik Indonesia ini pada umumnya, berdasarkan pada politik aliran. Nah hal ini menjadi semacam warisan, sulit untuk dihapus begitu saja,” tegasnya.

Gus Yahya mengatakan, pada era orde baru politik identias ini sempat ditekan dan hilang. Karena saat itu pemerintah gencar menghentikan gerakan-gerakan yang mengarah terhadap politik identitas tersebut.

“Sehingga walaupun memang pada akhirnya ada pelunakan di dalam politik identitas itu, tapi begitu terjadi reformasi politik dan represi pemerintah berhasil dihilangkan, kecenderungan politik identitas dan politik aliran itu meruyah kembali seperti sesuatu yang tadinya lama tersimpan kemudian terbuka,” jelas Yahya.

Lebih lanjut, Gus Yahya mengakui jika politik identitas tersebut masih terjadi di internal NU. Salah satu contohnya yang terjadi pada saat perekrutan anggota baru yang biasanya sering menggunakan hal ini. Sehingga hal ini menjadi tantangan besar baginya dalam memimpin NU ke depannya.

“Karena semangat atau istilah yang lebih dikatakan syahwat politik NU yang sangat besar. Sehingga bahkan sampai pada pemilu yang terakhir kita lakukan pada 2019 lalu, kita melihat bahwa ada mobilisasi dukungan dengan menjadikan identitas NU ini sebagai senjata,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button