Kebakaran hutan dahsyat di wilayah Los Angeles dan sekitarnya diprediksi bisa menjadi salah satu bencana yang paling merugikan dalam sejarah AS. Meski demikian, pemerintahan Presiden Joe Biden tetap berkomitmen membantu militer Israel dalam upayanya melakukan genosida di Jalur Gaza.
AccuWeather memperkirakan kerugian akibat kebakaran Los Angeles bisa mencapai US$52 miliar-US$57 miliar atau sekitar Rp842 triliun-Rp923 triliun.
Lima kebakaran hutan besar, yang dipicu oleh kondisi kering dan angin kencang, telah merusak 29.000 hektare lahan sejak Selasa (7/1/2025), menyebabkan lebih dari 150 ribu orang berada di bawah perintah evakuasi.
Kebakaran terbesar, di kawasan Pacific Palisades, telah menghanguskan lahan lebih dari 17.000 hektare dan menghancurkan lebih dari 1.000 bangunan, di mana harga rumah di kawasan itu rata-rata melebihi US$3 juta atau hampir Rp50 miliar. Meski ada berbagai upaya, kebakaran tetap tidak terkendali, dengan kerugian yang diperkirakan akan terus meningkat.
Sementara kebakaran ini mendatangkan malapetaka di dalam negeri, pemerintah AS masih memprioritaskan bantuan keuangan dan militer yang signifikan kepada Israel. Sejak 7 Oktober 2023, AS telah mengalokasikan US$17,9 miliar atau sekitar Rp290 triliun dalam bentuk bantuan militer untuk Israel, sebagaimana dirinci dalam laporan oleh Watson Institute for International and Public Affairs di Brown University.
Bantuan ini mencakup US$6,8 miliar dalam bentuk Pembiayaan Militer Asing, US$5,7 miliar untuk sistem pertahanan rudal seperti Iron Beam, US$1 miliar untuk persenjataan berat, dan US$4,4 miliar untuk mengisi kembali persediaan senjata AS yang ditransfer ke Israel. Khususnya, Israel diizinkan untuk mengalokasikan 25 persen dari bantuan ini untuk industri persenjataan dalam negerinya, sebuah hak istimewa yang tidak diberikan kepada sekutu AS lainnya.
Memprioritaskan bantuan ke luar negeri atas masalah dalam negeri yang mendesak ini menyoroti kesenjangan yang meresahkan. Tanggapan pemerintah AS terhadap kebakaran hutan tampak tidak memadai, dengan upaya evakuasi dan sumber daya pemadam kebakaran yang berjuang untuk memenuhi skala bencana.
Di saat yang sama, AS terus memperkuat kehadiran militernya di Timur Tengah, menambah jumlah pasukan dari 34.000 menjadi 50.000 dan mengalokasikan dana sebesar US$4,86 miliar untuk operasi di kawasan tersebut. Fokus pada konflik internasional ini, khususnya perang yang sedang berlangsung di Gaza, sangat kontras dengan kebutuhan mendesak warga Amerika yang menghadapi krisis di dalam negeri.
Kebakaran di Los Angeles dan sekitarnya itu menggarisbawahi pola pengabaian dalam negeri yang lebih luas. Meski menjadi negara terkaya di dunia, AS sering kali menunjukkan ketidakefisienan dalam mengatasi tantangan internalnya, seperti mitigasi dan penanganan bencana alam.
Sementara itu, dukungannya yang tak tergoyahkan bagi Israel, bahkan ketika konflik di Gaza mengakibatkan hilangnya nyawa dan krisis kemanusiaan yang dahsyat, menimbulkan pertanyaan tentang prioritas. Sejak perang dimulai pada Oktober dua tahun lalu, sudah lebih dari 46.000 warga Palestina terbunuh, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, serta sebagian besar wilayah Gaza masih hancur karena blokade yang parah.
Di saat perkiraan dampak ekonomi dari kebakaran hutan melonjak hingga US$57 miliar atau sekitar Rp923 triliun, perlu diteliti apakah sumber daya AS dialokasikan secara efektif. Kontras antara miliaran dolar yang dihabiskan untuk bantuan ke luar negeri dan dukungan yang kurang optimal untuk warga AS yang terdampak bencana alam menyoroti ketidakselarasan dalam tata kelola.
Sementara bantuan militer ke Israel dibenarkan oleh aliansi strategis dan manfaat ekonomi bagi produsen senjata AS, hal itu sangat kontras dengan situasi mengerikan yang dihadapi mereka yang sedang berjuang melawan kebakaran di Los Angeles.Â
Â