News

Kasus ACT Jangan Terulang, DPR Lontarkan Urgensi UU Penggalangan Dana Publik

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengemukakan tentang urgensi kehadiran Undang-Undang (UU) tentang Penggalangan Dana Publik. Regulasi ini demi mencegah terulangnya kasus dugaan penyelewengan donasi seperti yang saat ini melibatkan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Selama ini pengaturan terkait hal tersebut baru pengaturan administratif setingkat menteri, kalau tidak salah diatur oleh menteri sosial,” kata Arsul Sani di Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Mungkin anda suka

Dia menjelaskan, setiap ada kejadian yang merugikan kepentingan publik dan sudah masuk ke dalam ranah pelanggaran hukum, maka harus ada proses secara hukum. Pihak berwenang yang selanjutnya menentukan apakah proses hukumnya terkait administrasi atau administrasi dan pidana.

Berkaca kasus ACT, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut melakukan analisa. Arsul meyakini PPATK kemudian menghasilkan laporan hasil analisa transaksi keuangan.

Apabila dalam laporan hasil analisa tersebut terdapat dugaan tindak pidana apapun, PPATK harus menyerahkannya kepada penegak hukum.

Arsul mengharapkan masyarakat tetap mendukung kegiatan amal karena bermanfaat bagi kalangan tidak mampu. Aspek terpenting, kegiatan amal itu tidak untuk memperkaya individu.

Pencabutan Izin

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sudah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). ACT memperoleh izin ini tahun 2022.

Pencabutan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan. Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi menandatangani keputusan ini pada Selasa (5/7/2022).

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena ada indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial. Sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Muhadjir dalam keterangannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.

Sedangkan hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan, bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.

Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai ketentuan batasan maksimal 10 persen.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button