Market

Karyawan Pertamina Jangan Sampai Mogok Kerja

Karyawan Pertamina jangan sampai mogok kerja untuk menuntut apa yang mereka inginkan. Aksi mogok kerja karyawan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) bisa berisiko ke bisnis Pertamina.

Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI) Prof Aloysius Uwiyono mengatakan serikat pekerja tidak seharusnya hanya mengajukan tuntutan. Tetapi juga sebaiknya membuka diri terkait dengan segala upaya penyelesaian yang telah ditempuh oleh perusahaan pelat merah itu.

“Serikat pekerja jangan hanya menuntut saja tetapi juga membuka hati. Kalau bisa mogok kerja itu tidak dijalankan, Jadi harus musyawarah untuk mufakat,” ujarnya, Selasa (28/12/2021).

Dia menambahkan, aksi ini berisiko merugikan pekerja yang tergabung di dalam FSPPB. Sebab, jika perusahaan tidak bisa beroperasi akan menimbulkan efek yang cukup besar lantaran terhambatnya pasokan minyak.

“Pastilah mengganggu pasokan minyak karena mereka demo kan tidak bekerja. Dstribusi minyak juga terhambat,” kata dia.

Karyawan Pertamina Punya Peran Vital

Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) menilai ancaman mogok kerja oleh FSPPB kontraproduktif dan berisiko menghambat proses pemulihan ekonomi nasional.

Pasalnya, Pertamina merupakan perusahaan pelat merah yang memiliki peran vital dalam perekonomian negara. Selain itu, oprasional bisnis Pertamina juga menyangkut dengan hajat hidup orang banyak.

Dengan demikian, ancaman mogok itu merugikan sebagian besar pekerja Pertamina dan mengancam keberlangsungan usaha masyarakat yang selama ini mendapatkan efek berganda dari bisnis perusahaan tersebut.

“Kami menyayangkan rencana aksi mogok tersebut, karena tidak sesuai dengan tujuan berorganisasi dari serikat pekerja,” kata Sekjen FSP BUMN Bersatu Tri Sasono.

Salah satu dasar dari munculnya ancaman ini adalah adanya rencana kebijakan agile working yang berdampak pada pengaturan mekanisme kerja fleksibel alias work from home (WFH).

Akan tetapi, manajemen Pertamina memastikan untuk tidak menerapkan mekanisme tersebut sehingga tidak ada pemangkasan gaji karyawan. Sejalan dengan hal itu, Tri menilai ancaman mogok kerja tak lagi relevan.

Sementara itu, jika masih terjadi adanya silang pendapat antara pekerja dengan pihak manajemen bisa menempuh penyelesaian secara bipartit sehingga bisa meminimalisasi gejolak.

“Kalau hanya karena masalah buntunya penyusunan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) seharusnya selesai dengan jalan dialog,” ujarnya.

Tri optimistis penyelesaian melalui dialog secara bipartit akan efektif untuk menemukan solusi terbaik. Terlebih, selama ini Pertamina adalah salah satu perusahaan yang memprioritaskan kesejahteraan karyawan.

Di sisi lain, desakan FSPPB kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengganti Direktur Utama Pertamuna Nicke Widyawati juga tak cukup beralasan. Musababnya di bawah kepemimpinan Nicke Pertamina berhasil mencatatkan kinerja yang ciamik.

Pada semester I/2021, Pertamina menyumbang penerimaan negara senilai Rp110,6 triliun, yang terdiri dari Rp70,7 triliun melalui setoran pajak. Sisanya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan dividen yang naik hampir 10 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button