Kanal

Kubu 01 dan 03, Bisakah Bagai Api dengan Panas


Bukan tak mungkin keunggulan elektabilitas Prabowo-Gibran hanya membuat mereka menang di putaran pertama Pilpres, 14 Februari. Selanjutnya Paslon itu harus berhadapan tak hanya dengan suara kubu 01 dan 03 yang menggumpal satu, tapi juga warga yang tak rela hasil perjuangan Reformasi dikebiri dan dikorupsi. “Pilpres Satu Putaran”, kata pihak TKN Prabowo-Gibran, hanya untuk memompa semangat internal.

“The Enemy of my enemy is my friend—Lawan dari musuhku adalah kawanku,”kata sebuah peribahasa tua. Ada yang bilang catatan pertama tentang hal itu ada di kitab tua peradaban India, “Arthashastra”, yang ditulis Resi Kautilya. Ada pula yang menghubungkannya dengan sebuah frasa Latin yang masyhur di lingkungan kerajaan-kerajaan Eropa abad 19, “Amicus meus, inimicus inimici mei–Temanku, musuh dari musuhku.” Dalam atmosfer Pilpres 2024, dua pihak mungkin tengah serius merenungkan peribahasa itu: pihak Paslon 01 dan kelompok Paslon 03.

Boleh jadi urusan remeh-temeh sekelas peribahasa itu yang justru bisa menghempaskan Prabowo Subianto kembali gagal menjadi presiden. Meski di sisi lain, kegagalan itu pun sejatinya memberikan capres bernomor urut 02 itu ‘prestasi’ yang akan sulit ditandingi siapa pun dalam sejarah Indonesia. Bahkan hingga berabad ke depan.

Bayangkan, bila di Pilpres 2024 ini pun ia gagal, total Prabowo telah lima kali luput memenangi kontestasi tertinggi tersebut, sejak 2004. Tahun itu Prabowo kalah oleh Wiranto dalam Konvensi Capres Golkar. Pada 2009, setelah setuju menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri, di Pilpres pasangan itu pun jadi pecundang. Upaya ketiga dan keempat kali yang dilakukannya, 2014 dan 2019, juga urung mengantarkan Prabowo jadi presiden. Untunglah, kursi menteri masih bisa diraihnya pada 2019 itu, meski dibayarnya dengan kehilangan banyak simpati para pendukungnya. Dalam soal keteguhan tekad untuk meraih impian, di jajaran politisi nasional, boleh dibilang Prabowo “seng ada lawan!”

Mengapa sampai peribahasa itu yang potensial kembali menyungkurkan ambisi Prabowo? Semua tak lepas dari perlakuan dan rasa terdiskriminasi yang wajar saja tumbuh di batin dua pasangan kontestan lain; 01  dan 03.

Kita tahu, meski sewajibnya punya etika dan rasa rumasa menjadi “Bapak” seluruh rakyat, Presiden Jokowi tak sedikit pun terlihat publik menahan diri untuk bersikap netral dalam proses perhelatan Pilpres ini. Alih-alih bersikap adil berada di tengah-tengah semua pasangan calon, Jokowi tak sungkan untuk terlihat mendukung satu paslon. Yang mana lagi tentu, kalau bukan pasangan calon di mana anaknya, Gibran Rakabuming Raka, berada: Paslon 02.

Tak hanya berkomentar laiknya juru bicara Paslon 02 segera setelah Debat Capres Ketiga, 7 Januari lalu, Presiden Jokowi juga sempat terdeteksi off-side. Pada kunjungannya ke Desa Margagiri, Kecamatan Bojonegara, Serang, Banten, Senin (8/1/2023), seolah Sinterklas di hari-hari menjelang Natal, Presiden kedapatan membagikan Bantuan Sosial (Bansos) dikelilingi spanduk pasangan Prabowo-Gibran. Ada pula spanduk besar bergambar Paslon tersebut, lengkap dengan tulisan “Terima Kasih Bapak Presiden Joko Widodo”, di area pintu masuk acara.

“Jelas-jelas bukti nyata Presiden tidak netral,” kata Prof Henri Subiakto. “Presiden tidak malu menggunakan Bansos dari negara untuk kepentingan politik keluarga.” Bila suara guru besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu tedengar geram, wajarlah. Di usianya yang senior, mungkin saja beliau sempat berpikir hal-hal degil seperti itu hanya layak ada di era-era pra-Reformasi.

Belum lagi sekian banyak hal yang tak hanya dikeluhkan pasangan calon lain, 01 dan 03, melainkan mengecewakan khalayak terdidik yang ingin demokrasi di negeri ini tumbuh lebih baik. Misalnya, tendensi adanya pengerahan aparat negara, baik sipil maupun TNI-Polri, yang bergaung kuat bahkan sebelum tahap kampanye dimulai. Lalu soal mobilisasi perangkat pemerintahan desa–yang tak hanya sekali–, yang meski telah lama dikeluhkan, nasib kasusnya tidak juga menemukan kejelasan.

“Kita terima sinyal 03, topiknya spesifik menjaga agar Pemilu Luber dan Jurdil,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Deputi Netralitas Penyelenggaraan Pemilu Timnas AMIN, Mardani Ali Sera. “Karena ada indikasi penggunaan aparat, penggunaan kekuasaan, penggunaan kebijakan, untuk pemenangan salah satu Paslon.”

Dengan demikian Mardani mengakui, kesamaan visi untuk membangun demokrasi yang sehat, serta—belakangan– rasa senasib dalam menerima perlakuan seiring proses Pilpres, yang membuat rasa kedekatan antara kubu 01 dan 03 terbentuk. Katakanlah, dalam bahasa anak muda, mulai terbangun ‘chemistry’ di antara kedua kubu. Soal siapa yang mulai mengirimkan sinyal, menurut Mardani, dimulai dari pihak 03.

Bagi Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, kemesraan Kubu 01 dengan 03 itu justru bagus dan masuk akal. Apalagi bila di sana juga ada motif karena ingin agar demokrasi yang terbangun di negeri ini jadi lebih baik.”Hubungan mesra 01 dan 03 itu karena kepentingan yang sama, seandainya di antara mereka ada yang tidak masuk ke putaran kedua, mereka bergabung,” kata Ujang. Namun, ia tetap bersandar pada apa yang akan terjadi pada 14 Februari.”Politik itu selalu dinamis. Politik selalu menghadirkan banyak kemungkinan dan kejutan,” kata dia.

Kenyataan tersebut tidak berusaha ditutup-tutupi. Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Puan Maharani, mengonfirmasi perkembangan di antara kedua kubu.”(Sudah ada komunikasi), informal dan formal,” kata Puan di Komplek DPR RI, Senayan. Menurut putri Megawati tersebut,  peleburan kekuatan kedua kubu tentu bergantung pada hasil pemungutan suara, 14 Februari mendatang.”Bagaimana nantinya, (itu) setelah 14 Februari. Membangun bangsa itu harus bersama-sama, tidak mungkin sendirian.”

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, lebih jauh mengakui bahwa dirinya bahkan telah berkomunikasi dengan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, orang yang dikenal berada di belakang pencalonan Anies. Awalnya, kata Hasto, pembicaraan hanya berkisar soal berbagai bentuk intimidasi menjelang Pilpres yang dialami kubu 03 di lapangan. Ternyata, Paslon 01 pun mengalami hal serupa. Perasaan senasib sepenanggungan itulah, tampaknya, yang mengeratkan hubungan kedua kubu yang sejatinya tengah berkontestasi itu.

Lebih dari sekadar kebiasaan, pada 10 Januari lalu, lewat akun Instagram-nya, @aniesbaswedan, Anies mengunggah poster bergambar lambang PDI-P bertulis-kan, “Selamat HUT ke-51 PDI Perjuangan 10 Januari 2024 dari Anies R. Baswedan”. Ganjar Pranowo, capres Kubu 03, kontan mengapresiasinya. Sehari kemudian, 11 Januari, giliran cawapres Anies, Muhaimin Iskandar, menyempatkan diri berziarah ke makam Bung Karno di Blitar.

Bila benar yang dikatakan Mardani, bahwa pancaran sinyal awal justru datang dari Kubu 03, tampaknya hal itu juga tak bisa dipisahkan dari ‘perceraian’ tak mulus yang terjadi di antara Presiden Jokowi dengan PDIP dan Megawati. Alih-alih tak menimbulkan ‘luka baper’ di antara keduanya, perpisahan tersebut sangat mungkin meninggalkan bekas luka. Apalagi manakala Jokowi yang kian diidentikkan dengan Paslon 02 dalam Pilpres itu seolah tak kunjung henti menyakiti PDIP.

Misalnya dengan pamitnya salah satu kader ‘terbaik’ PDIP, Maruarar Sirait, baru-baru ini. Tak sendirian, Maruarar yang punya basis pemilih di Kabupaten Majalengka, Subang dan Sumedang itu pun membawa serta eksodus sekitar 150 orang kader PDIP Kabupaten Majalengka. Terkait keakraban pribadi antara Maruarar dengan Jokowi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai langkah Maruarar itu merupakan pesan sikap Jokowi dalam hubungannya dengan PDIP.

“Ketika bicara itu, berarti ada sinyal Ara—panggilan Maruarar–kepada publik bahwa Pak Jokowi tidak bersama PDIP lagi,” kata Burhanuddin, dalam acara “Real Talk with Uni Lubis” episode “Di Balik Angka Survei Pilpres 2024”, Rabu (17/1/2024). Itu, kata Burhanuddin, juga sebuah sinyal agar para loyalis Jokowi meninggalkan PDIP. Dengan pembelotan banyak pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP)—mitra koalisi 03—ke Kubu Prabowo-Gibran, sakit hati yang dialami PDIP jelas lebih dari sekadar lumayan.

Nasib Pilpres Satu Putaran

Di sisi lain, optimisme Kubu 02 bahwa Pilpres hanya akan berlangsung satu putaran, kian terlihat seolah bertepuk sebelah tangan, alias men-tos ruang kosong. Tak satu pun hasil 12 lembaga survei yang melakukan penyigian terakhir mengonfirmasi peluang besar terjadinya Pilpres satu putaran itu, bahkan ketika survei-survei tersebut belum menyentuh dampak Debat Capres pada Ahad (7/1/2024) malam, yang menaikkan popularitas dan—konon—elektabilitas Paslon 01.

Hasil sigi ke-12 lembaga survei, di antaranya, Indikator Politik Indonesia, Lembaga Survei Indonesia (LSI), Lembaga Pusat Polling (Puspoll) Indonesia, Lembaga Survei Nasional, Indonesia Political Expert (IPE), Indonesia Data Insight, PRC, Survei Median, Ipsos, IPO, Survei Gali Data, itu tak satu pun yang berani menyatakan akan terjadinya Pilpres satu putaran.

Hasil survei lembaga-lembaga penyigi yang memberikan angka tertinggi buat Paslon 02 pun tak ada yang berani menegaskan angka 50-an persen. Ipsos, lembaga survei yang bermarkas di Paris, Prancis, hanya punya nyali sampai angka 48,05 persen untuk elektabilitas pasangan 02. Lembaga Survei Nasional (LSN), lebih berani dengan mencatatkan angka 49,5 persen untuk Prabowo-Gibran. Tetapi tetap saja itu di bawah 50 persen.

Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting, Rio Prayogo, menganggap Pilpres satu putaran itu, meski dipercaya Kubu 02 dan para pendukungnya, hampir mustahil. “Satu putaran rasanya akan sulit tercapai, akan ada dua putaran,” kata Rio. “Pasangan yang relatif bisa memenuhi syarat itu adalah pasangan 02 (Prabowo-Gibran) dan pasangan 01 (Anies-Muhaimin).”

Belakangan, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN), Mahfudz Siddiq, mengakui bahwa “Pilpres Satu Putaran” itu lebih kepada jargon semata.”Jargon kami menang satu putaran itu semangat untuk memompa daya juang seluruh elemen, termasuk kelompok-kelompok relawan,” kata Mahfudzkepada Inilah.com. Namun, kata dia, dengan elektabilitas yang sudah hampir mendekati angka 50 persen, Paslon 02 sudah mendapatkan batas bawah yang cukup untuk bisa menang satu putaran.”Jadi, ini lebih pada semangat untuk bisa memenangkan pertarungan,” kata dia.

Tentang peluang bergabungnya Kubu 01 dan 03 pasca-14 Februari, Mardani Ali Sera mengakui tidak sepi dari hambatan, juga sikap skeptis. Banyak pihak yang menghubungkan hal itu dengan keberadaan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang cenderung berada di ekstrem yang berhadapan diametral. Namun ia menampik tertutupnya peluang.

Sebelum saat ini pun, kata Mardani, PKS dan PDIP telah sering berkoalisi di berbagai Pilkada.”Jadi ini bukan perkara baru. Sama, dulu dianggap PKS dengan PKB itu seperti minyak dengan air yang tidak pernah gabung. Sekarang justru  bagai kopi dan gula,” kata dia, memberi tamsil jitu.

Pengamat politik Jannus TH Siahaan, mengamini pernyataan Mardani. Jannus mencontohkan, jika pada pemungutan suara nanti perolehan suara maksimal Prabowo-Gibran hanya 45 persen, artinya 55 persen adalah milik Anies dan Ganjar. “Artinya, jika kedua kubu bersatu, maka peluang mengalahkan Prabowo Gibran semakin besar,” kata Jannus.

Peleburan dua kubu, kata dia, juga merupakan cara PDI-P bisa membalas sikap politik Jokowi yang terlihat semakin terbuka mendukung Prabowo-Gibran. “Kesumat PDI-P kepada Jokowi sudah sama-sama publik ketahui bukan? Logikanya, musuh dari musuh saya adalah kawan saya,” kata Jannus.

Alhasil, peluang penyatuan Kubu 01 dan 03 setelah 14 Februari pun kian terbuka lebar. Bukan tak mungkin pula, hubungan para personel di dua kubu, juga partai-partainya, kian cair, mesra dan sehati. Seperti ibarat yang diungkap penyair sufistik, Prof Abdul Hadi WM, yang Jumat kemarin baru saja meninggalkan kita. (Al-Fatihah buat almarhum).    

Dalam puisinya, “Tuhan, Kita Begitu Dekat”, almarhum bersyair.

“Tuhan, kita begitu dekat/ Seperti api dengan panas/Aku panas dalam apimu.

Tuhan, kita begitu dekat/Seperti kain dengan kapas/ Aku kapas dalam kain-Mu/

Dalam gelap/Kini aku nyala/Pada lampu padammu”…

[dsy/diana rizky oktaviani/clara anna/vonita betalia/reyhaanah]

Back to top button