News

Kapolri Buka Kemungkinan Penyelidikan Bocornya Putusan MK Soal Sistem Pemilu

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo membuka kemungkinan melakukan penyelidikan dalam perkara dugaan kebocoran hasil putusan Mahkamah Konstitusi, mengenai perkara gugatan uji materi sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang Pemilu.

Penyelidikan ini, sejalan dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

“Tentunya kalau memang dari situasi yang ada ini kemudian memungkinkan sesuai dengan arahan beliau (Menkopolhukam) untuk melakukan langkah-langkah penyelidikan,” kata Kapolri saat jumpa pers seusai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional tentang Pemilu 2024, di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Menurut Kapolri, pihaknya saat ini sedang merapatkan langkah-langkah yang bisa dilaksanakan untuk membuat semuanya menjadi jelas.

“Tentunya kalau kemudian ada peristiwa di dalamnya, tentu kita akan mengambil langkah lebih lanjut,” ujar Sigit.

Dalam kesempatan yang sama, Menkopolhukam menyatakan bahwa dirinya sudah berkomunikasi dengan MK untuk mengusut apabila memang terjadi kebocoran putusan perkara gugatan yang dimaksud.

“Kalau betul itu bocor, itu salah. Yang salah yang membocorkannya di dalam, saya tadi sudah bilang ke MK supaya diusut siapa di dalam yang sudah bicara itu, kalau memang sudah diputuskan, kalau memang bocor, itu tapi bisa jadi tidak bocor juga,” kata Mahfud.

Di sisi lain, Mahfud meminta mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana untuk menjelaskan pernyataannya.

“Denny juga supaya menjelaskan bahwa itu benar, dan itu nanti tentu akan terlihat dengan perjalanan waktu, siapa yang benar, siapa yang salah, tapi tidak boleh sebuah putusan belum diketok, bocor ke orang,” ujarnya.

Perkara gugatan uji materi terhadap sistem proporsional terbuka dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu tercatat sebagai Nomor Registrasi 114/PUU-XX/2022 yang diterima MK pada 14 November 2022.

Perkara itu diajukan oleh enam orang pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono sebagai Pemohon I, Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI telah menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS, sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menjadi satu-satunya yang menginginkan penerapan sistem tersebut.

Pada Minggu (28/5), mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengklaim mendapatkan informasi soal putusan MK terkait gugatan perkara tersebut yang akan memutus kembali diterapkannya sistem pemilu proporsional tertutup.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button